27 Mei 2013

Agama, Kepribadian dan Kesehatan Mental; Psikologi Agama

PENGERTIAN  AGAMA

Agama berasal dari bahasa Sansekerta, A berarti tidak dan gama berarti kacau. Artinya tidak kacau atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religi berasal dari bahasa Latin religere, artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama. Jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.

Secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritual (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi.
CIRI-CIRI UMUM AGAMA
Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama, antara lain:
1.Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut Tuhan, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan bahasa masyarakat [bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya. Penyebutan tersebut dilakukan karena manusia percaya bahwa Dia yang disembah adalah Pribadi yang benar-benar ada kemudian diikuti memberi hormat dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas bangsa, suku, dan sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka nama Ilahi yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda itu pun, biasanya diikuti dengan pencitraan atau penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir manusia yang menyembahnya.
2.Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah (manusia) dan yang disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah (manusia, umat) mempunyai keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan berbagai tindakan nyata misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan lain-lain.
3.Pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran. Ia bisa saja disebut Pada umumnya setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun berbeda dengan yang lain. Misalnya,
a.sebagai nabi atau rasul, guru, ataupun juru selamat.
b.Agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu artinya harus ada manusia yang menganut, mengembangkan, menyebarkan agama.
c.Agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut Kitab Suci. Bahasa Kitab Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau pembawa utama agama.
d.Agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah bersama, ternasuk hari-hari raya keagamaan.
e.Agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk melakukan ibadah. Lokasi ini bisa di puncak gunung, lembah, gedung, dan lain-lain
Pengertian Kepribadian (Personality)
Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Bagi bangsa Roma, “persona” berarti bagaimana seseorang tampak pada orang lain.
Menurut Agus Sujanto dkk (2004), menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisik yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik. Sedangkan personality menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain.
Allport mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
1.  Id    
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2.   Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
3.   Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
Interaksi dari Id, Ego dan superego
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu. Menurut Freud, kunci kepribadian yang sehat adalah keseimbangan antara id, ego, dan superego.
DIMENSI - DIMENSI DARI KESEHATAN MENTAL
1. Konsep sehat & dimensi dari kesehatan mental
Menurut salah satu tokoh dari aliran humanistik yaitu A.H. Maslow orang yg memiliki konsep sehat berarti orang itu sudah mencapai pada tingkat ke 5 yaitu self-actualization atau aktualisasi diri. Biasanya orang yang sudah mencapai pada tingkat aktualisasi diri pasti memiliki EQ, IQ, SQ yang stabil atau seimbang.
A.Jasmani
Jasmani merupakan salah satu dimensi kesehatan mental yang dimiliki setiap manusia. Jasmani yang sehat adalah jasmani yang kuat dan itu akan terlihat secara fisik.
B.Rohani yang sehat akan terlihat dengan taatnya dalam beribadah dan juga selalu perpandangan ke Maha Kuasa.
C.Emosi 
Emosi merupakan salah satu perasaan yang akan mengekspresikan secara show off / pamer kepada suatu lingkungan. Dan emosi juga mempengaruhi kesehatan mental itu sendiri, karena orang yang kesehatan mental emosinya baik atau tidak akan terlihat dari cara dia mengekspresikan suatu perasaannya dengan begitu akan diketahui.
D.Kognitif
Kognitif merupakan dimensi yg dimiliki oleh kesehatan mental. Kognitif yang bagus / baik adalah kognitif yang memiliki IQ yang nilainya diatas rata - rata atau tetap.

E.Spiritual
Seseorang yang memiliki spiritual yang bagus akan terlihat pada pribadinya yang nyaman. Dan spiritual termasuk dalam dimensi kesehatan mental.
2. Pengaruh agama dalam kesehatan mental
    Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu, semua penganut agama yang meyakini agama yang dianutnya akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran agama tersebut. Mengenai ini manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia berhubungan sangat erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama, maka akan ada kekosongan dalam jiwanya.
    Mereka yang tidak beragama kendatipun kebutuhan material mereka terpenuhi, namun kebutuhan batinnya tidak, maka mereka akan lebih mudah terkena penyakit hati (gangguan kesehatan mental). Penyakit jiwa yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa menghantui mereka. Dalam hal ini, biasanya ketika mereka mendapatkan persoalan hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma mereka.
    Berbeda dengan seseorang yang beragama. Mereka akan senantiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan ajaran agama. Dan ketika mereka lupa tidak melaksanakan rutinitas dalam beribadah, mereka akan cenderung merasa bersalah sehingga mereka akan mengembalikan segala macam permasalahan dalam kehidupannya ke dalam ajaran agama.
    Dalam ajaran agama Islam, Al-qur’an dapat berfungsi sebagai Al Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani. Di dalam al qur’an, tidak sedikit ayat-ayat yang menjelaskan tentang kesehatan, salah satunya mengenai ketenangan jiwa (kesehatan mental) yang dapat dicapai melalui dzikir (mengingat) Allah. Allah swt berfirman yang artinya:
 “…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Al Ra’d: 28)
    Unsur utama dalam beragama adalah iman atau percaya kepada keberadaan Tuhan dengan sifat-sifat, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Pemberi, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci serta nilai-nilai lebih/Maha yang lainnya. Oleh karena itu, orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman yang merupakan salah satu ciri sehat mental.
    Menurut Culliford (2002), seseorang dengan komitmen agama yang tinggi akan meningkatkan kualitas ketahanan mentalnya karena memiliki self control, self esteem dan confidence yang tinggi. Juga mereka mampu mempercepat penyembuhan ketika sakit, karena mereka mampu meningkatkan potensi diri serta mampu bersikap tabah dan ikhlas dalam menghadapi musibah.





DAFTAR PUSTAKA:

Abdullah, Taufik. Metodologi Penelitian Agama. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya 1989.
W. Crapps, Robert. Dialog Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Kanisius. 1993.
Faridi. Manusia dan Agama. Malang: UMM Pers. 2001
http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/agama-dan-perannya-dalam-kehidupan-ekonomi-dan-demokrasi/
http://filsafat.kompasiana.com/2011/03/15/agama-dan-perubahan-sosial-sebuah-telaah-pemikiran-karl-marx-dan-emile-durkheim/












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata