19 Jun 2013

JUAL BELI; Obrolan seputar Fiqh

Pengertian jual beli
    Jual beli menurut pengertian lughowiyah adalah saling menukar (pertukaran). Dan kata al ba’I (jual) dan asy syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini saling bertolak belakang.
    Menurut pengertian syari’at, jual beli ialah : pertukaran harta(dimaksud dengan harta disini ; semua yang memiliki dan dapat dimanfaatkan) atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik(milik disebut disini , agar terbedkan dengan yang tidk dimiliki) dengan ganti(degan ganti ; agar terbedakan dengan hibah dan yang tidak dibenarkan) yang dapat dibenarkan(dibenarkan : agar terbedakan dengan jual beli terlarang).

Landasan hukumnya
    Jula beli dibenarkan oleh alwquwan, as sunnah dan ijma’ ummat.
Landasan qur’aninya:
Firaman Allah :  
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al baqoroh : 275.”)
Landasan sunnahnya :
Sabda rasulullah :
افضل الكسب عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
“perolehan yang paling afdhal adalah karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”
Landasan ijma’ ummatnya :
Ummat sepakat bahwa jual beli dan penekunannyasudah berlaku (dibenarkan) sejak zaman rasulullah hingga hari ini.

Hikmah jual beli
    Allah mensyari’atkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan dari-Nya. Karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang pangan dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tak pernah terputus dan tak hneti-henti selama manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidunya sendiri, karena itu ia dituntut berhubungan dengan yang lainnya. Dala hubungan ini tak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pertukaran; di mana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai kebutuhan masing-masing.

Konsekuensinya
    Jika akad telah berlangsung, segala rukun dan syaratnya dipenuhi, maka konsekuensinya ; penjual memindahkan barang kepada pembeli dan pembeli pun memindahkan miliknya kepada penjual, sesuaid\ dengan harga yang disepakati, setelah itu masing-masing mereka halal menggunakan barang yang pemiliknya dipindahkan tadi di jalan yang dapat dibenarkan syari’at.

Rukun jual beli
    Jual beli berlangsung dengan ijab dan qobul(akad berarti ikatan dan persetujuan), terkecuali untuk barang-barang kecil, tidak perlu dengan ijab dan qobul, cukup dengan saling memberi sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku.
Dan dalam ijab qobul tidak ada kemestian menggunakan kata-kata khusus, karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan ma’na, bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri.
Yang diperluakan adalah saling rela (ridha), direalisasikan dalam bentu mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridhaan dan berdasarkan ma’na pemilikan dan mepermilikkan, seperti ucapan penjual “aku jual, aku berikan, aku milikkan atau ini menjadi milikmu atau berikan harganya dan ucapan pembeli : aku beli, aku ambil, aku terima, aku rela atau ambillah harganya.

Syarat-syarat Shighat
Disyaratkan dalam ijb dan qobul yang keduanyandisebut shghat akad sebagai berikut :
1.    Satu sama lainnya berhubungan di satu tempat tanpa ada pemisahan yang merusak.
2.    Ada kesepakatan ijab dengan qobul pada barang yang saling mereka rela brupa barang yang dijual dan harga barang.jia sekiranya kedula belah piahk tidak sepakat, jual beli (akad) dinyatakan tidak sah. Seperti jika si penjual mengatakan : “aku jual kepadamu baju ini seharga lima pound”, dan si pembeli mengatakan : saya terima barang tersebut dengan harga empat pound”, maka jual beli dinyatakan tidak sah. Karena ijab dan qobul berbeda.
3.    Ungkapan harus menunjukkan masa lalu(madhi) seperti perkataan penjual “aku telah jual dan perkataan pembeli : “ aku telah terima, atau masa sekarang (mudhari’) jika yang diinginkan pada waktu itu juga. Seperti : aku sekarang jual dan aku sekarang beli. Jika yang diingini masa yang akan datang atau terdapat kata yang menunjukkan datang dan semisalnya, maka hal itu baru merupakan janji untuk berakad. Janji untuk berakad tidak sah sebagai akad sah, karena itu menjadi tidaksah secara hukum. 
    AKAD dengan tulisan
Akad yang dilakukan dengan tulisan dinyatakan sah sebagaimana akad sah jika dilakukan dengan perkataan. Begitu halnya dengan beli yang dilakukan dengan tulisan, dengan syarat kedua orang yang berakad saling berjauhan atau orang yang berakad dengan tulisan adalah orang bisu yang tidak  bisa berbicara. Apabila kedua orang yang berakad berada dalam satu tempat dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi mereka untuk berbicara, maka jual beli tidak sah dilakukan dengan tulisan. Akad jual beli harus menggunakan perkataan  yang merupakan bentuk  ungkapan yang paling jelas kepada orang lain kecuali apabila ada alasan kuat yang mengharuskan akad dilakukan selain dengan kata-kata. Agar akad yang dilakukan dengan tulisan dinyatakan sah, maka orang yang menerima surat hendaknya mengucapkan qobul di tempat ketika dia membaca tulisan(akad yang diterimanya)
Akad dengan mengirim utusan
Sebagaimana sah dilakukan dengan ucapan dan tulisan, akad juga sah dilakukan dengan perantaraan seorang utusan dari salah satu pihak yang berakad kepada pihak lain, dengan syarat orang yang menerima harus mengucakpkan qobul setelah pesan disampaikan kepadanya. Ketika qobul sudah diusapkan pada kedua bentuk ini, akad dinyatakan sah tanpabergantung pada pengetahuan orang yang mengucapakan ijab bahwa qabul sudah diucapkan.
Akad tuna wicara
Jual beli juga sah dilakukan dengan isyarat yang dikenal dari orang bisu karena isyaratnya mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya, yang memiliki makna yang sama dengan perkataan melalui lidah. Bagi tunawicara, dia dibolehkan melakukan dengan tulisan sebagai ganti isyarat jika dia bisa menulis. Dan keharusan menggunakan kalimat-kalimat tertentu yang disyaratkan oleh sebagian ahli fikih tidak didasarkan pada dalil yang bersumber dari Al-quran  atau Sunnah Rosulullah SAW.

Syarat jual beli
Terdapat dua jenis syarat jula beli, yaitu syarat yang berkenaan dengan pelaku akad dan yang berkenaan dengan barang yang diperjual belikan.
Syarat-syarat orang yang melakukan akad
Bagi orang yang melakkukan akad, dia harus berakal dan mumayis. Akad yang dilakukan orang gila, orang mabuk, dan anak kecil yang belum mumayiz dianggap tidak sah. Apabila seseorang terkadang sadar dan terkadang hilang kesadarannya (gila), maka akad yang dilakkukannya ketika sadar dinyatakan sah dan akad yang dilakukannya ketika tidak sadar (gila) dinyatakan tidak sah . akad yang dilakukan anak kecil yang sudah mumayiz dinyatakan sah, tetapi bergantung pada izin wali. Jika walinya member izin kepadanya untuk melakukan akad, maka akadnya dinyatakan sah oleh syariat.

Syarat-syarat barang yang diakadkan
Ada enam hal yang menjadi syarat atas barang yang dilakukan, di antaranya adalah :
1.    Kesucian barang
Barang yang ditransaksikan harus suci. Hal berdasarkan hadis dari jabir bhawasannya dia mendengar Rasulullah SAW. Bersabda,
ان الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والاصنام

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual khamar, bangkai, khinzir dan patung.”
Ada yangbertanya kepada rasulullah SAW. Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak bangkai yang digunakan untuk mengecat kapal, menyimaki kulit yang disamak, dan menyalakan lampu oleh orang-prang?” beliau menjawab
لا هو حرام
“Tidak itu adalah haram”
Kata (هو) ini kembali pada jual beli yang dicela Rasulullah dari orang-orang yahudi dalam hadis yang sama. Berdasarkan hal ini, lemak bangkai boleh dimanfaatkan selain untuk dijual, asalkan tidak dimakan dan tidak masuk kedalam tubuh manusia.
Dalam a’lamu al-muwaaqqi’in, ibnu qoyyim berkata, “mengenai sabda rasulullah saw., “ia haram”, terdapat dua pendapat. Pertama, perbuatran ini haram. Dan kedua, penjualan lemak ini haram, meskipun pembeli membelinya untuk hal-hal sebagaimana yang disebut tadi. Ini berdasarkan sabda rasulullah saw.,
قاتل الله اليهود ان الله لما حرم شحومها جملوه ثم باعوه فا كلوا ثمنه
“semoga Allah membinasakan orang-orang yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai bagi mereka, mereka menxcairkannya lalu menjualnya dan memakan uangnya”

Para ulama madzhab hanafi dan zahiriah mengeculaikan segala sesuatu yang bermanfaat secara syar’i. hal ini didasarkan dari hadis, Rasulullah saws melewati seekor kambing  milik maimunah dan mendapatinya dalam keadaan mati dan terbuang. Beliau pun bersabda,
هلا اخذ تم اهابها فدبغتموه فانتفعتم به
“Mengapa kalian tida mengambil kullitnya lalu menyamaknya dan memanfaatkanya”
Lalu shahabat berkata, “wahi rasulullah sesungguhnya ia bangkai” beliau bersabda,
انما حرم اكلها
“sesungguhnya yang haram hanya memakannya”
Dari sini dapat dipahami bahwa dkulit bangkai yang sudah disamak diperbolehkan selain untuk dimakan. Dan, karena memenfaaatkannya boleh, maka memperjual belikannya juga boleh selama tujuannya adalah untuk mendapatkan manfaat yang dibolehkan.
2.    Kemanfaatan barang
Barang yang ditransaksikan harus memilki manfaat, tidak boleh memperjual belikan sarang ular, atau tikus kecuali jika bias diambil manfaatnya. Boleh memperjul belikan macan, singa, dan binatang yang bisa digunakan untuk berburu atau untuk kemanfaatan yang lain. Boleh memperjual belkan burung beo, merak dan burung yang bagus bulunya meskipun tidak boleh dimakan tetapi untuk menikmati dan memandangnya merupakan sesuatu yang mubah.
Tidak boleh memperjual belikan anjing disebabkan rasulullah saw. Melarangnya. Ini berlaku untuk selain anjing yang terdidik dan boleh dipelihara seperti anjing penjaga dan anjing ladang. 

Jual beli alat-alat musik
Masuk dalam pembahasan ini adalah memperjual belikan alat-alat musit. Nyanyian diperbolehkan pada  tempat-tempat tertentu. Nyanyian yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang mubah adalah halal dan hokum mendengakannya mubah. Karenanya, memperjual belikan alat-alat music juga diperbolehkan karena alat-alat music ini memiliki nilai.
Beberapa dalil yang menunnjukkan dibolehkannya nanyian adalah:
1.    Imam bukhori dan muslim meriwayatkan dari aisyah bahwa abu bakar memasuki tentanya keika bersamanya ada dua orang budak perempuan yang sedang benyanyi da memukul rebana, saat itu, Rasulullah saw. Berselimut dengan kain beiau. Abu bakar lantas membentak eduanya. Melihat hal itu, Rasulullah saw, membuka wajah beliau lantas bersabda, “biarkanlah keduanya, wahai abu bakar, sesungguhnya sekarang adalah hari raya”. 
3.    Kepemilikan orang yang berakad atas barang tersebut
Barang yang ditransaksikan harus dimiliki  oleh orang yang sedang melangsungkan akad atau mendapatkan izin dari yang memilki barang(yang akan diakadkan). Apabila penjualan atau pembelian terjadi sebelum mendapatkan izin, maka hal semacamini termasuk akad fudhuli
Jual beli fudhuli adalah orang yang melakukan akad untuk orang lain tanpa izinnya. Contoh suami menjual apa yang dimilikiistrinya tanpa izin dari sang isri atau membeli barang untuknya tanpa izin danya untuk melakukan pembelian.
Akad fudhuli dianggap sebagai akad yang sah dan tergantung pada izin pemiliknya.  Apabila si pemilik member izin, maka akad tersebut bersifat mengikat. Apabila tidak maka akadnya batal.
Sebagi dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam bukhori dari urwah al-bariqi. Dia berkata, “Rasulullah saw, mengutusku dengan membawa uang satu dinar untuk membeli seekor kambing untu beliau. Dengan uang itu, akau membeli dua ekor kambaing. Kemudian aku menjual satu kembali darinya dengan harga satu dinar. Dan aku kembali kpada beliau dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing.beliau berkata kepadaku,
بارك الله في صفقة يمينك
Semoga allah memberkahi jual belimu”.
Abu dawud dan tirmidzi meriwayatkan dari hakim bin hizam, bahwa Rasulullah saw. Mengutusnya untuk membeli seekor kambing kurban untuk beliau dengan harga satu dinar. Dai pun membeli seekor  kambing kurban. Dan dia mendapatkan untung satu dinar dari kambaing itu setelah menjualnya dengan haraga dua dinar. Kemudian dai membeli seekor kambing lagi sebagi gantinya dengan harga satu dianr dan membawanya bersama uang satu dinar itu kepada Rasulullah saw. Beliau pun bersabda kepadanya,
صفقتك في لك الله بارك
“Semoga Allah member keberkahan dalam jual beli yang kamu lakukan”
4.    Kemampuan untuk menyerahkan barang
Barang yang ditransaksikan harus bisa diserah terimakan secara syar’I dan secara fisik. Barang yang tidak bisa diserahterimakan secara fisik tidak sah untuk diperjual belikan.misalnya, ikan yang masih berada di dalam air.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ibnu mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda,
لاتشتروا السمك في الماء فانه غرر
“janganlah kalian mambeli ikan(yang masih berada) dilaut karena hal yag demikian termasuk penipuan”
“Ibnu Abbas ra, berkata, Rasulullah saw, melarang menjual kurma sampai matang, wol di atas punggung kambing kibas,”  susu yang masih berada di puting kambing, atau mentega yang berada di sus u”.
5.    Pengetahuan tentang barang,
Barang yang dijual dan harga barang tersebut sudah diketahui. Jika keduanya tidak diketahui atau salah satu darinya belum dikethui, maka jual beli tidak sah karena di dalamnya terdapat ketidak jelasan. Adapun barang yang ada dalam tanggungan kuantitas, ciri-ciri dan waktunya harus diketahua oleh kedua orang yang melakukan akad.
6.    Telah diterimanya barang yang dijual.
Barang yang akan dijual harus sudah diterima oleh penjual apabila sebelumnya dia memperoleh barang tersebut dengan pertukaran.
Imam Ahmad, Baihaki dan ibnu hibban meriwayatkan hadits dengan sanad hasan, bahwasannya hakim bin hizam berkata, “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melakukan berbagi jual beli. Apa yang halal bagiku di antaranya dan apa yanga haram ?” beliau bersabda,
اذا اشتريت شيئا فلا تبعه حتى تقبضه
“jika engkau membeli sesuatu, maka jangalha engkau menjualnya sampai engkau menerimanya”
Adanya saat akad jual beli
Allah memerintahkan agar dalam saksi jual beli disaksikan oleh saksi. Allah berfirman, “dan ambillah saksi  apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi”(Al-baqoroh : 282 )

MACAM-MACAM JUAL BELI
 Jual beli yang dilarang
1.    Jual beli atas jual beli yang lain
Jual beli terhadap akad yang sedang dilakukan oleh orang lain hukumnya haram. Contoh; khiar dimiliki oleh penjual lalu seseorang menawarkan kepadanya agar membatalkan akad karena dia akan membeli darinya apa yang telah dijualnya dengan haraga yang lebih tinggi. Rasululah saw bersabda,
لا يبع احد كم على بيع اخيه   
 “janganlah salah seorang di antara kalian melakukan jual beli atas jual beli saudaranya”. HR Ahmad dan Nasa’i.
2.    Jual orang yang dipaksa
Mayoritas ulama mensyaratkan agar jual bali dilakukan dengan tanpa paksaan Apabila dia dipaksa agar menjual barangnya tanpa alas an yang dibenarkan, maka jual beli tersebut tidak sah. Allah SWT berfirman,
“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antar kamu. (An-nisa’ : 29 )”
3.    Jual beli orang yang terdesak kebutuhan
Seseorang terpaksa menjual apa yang dimilikinya (dengan harga murah) untuk membayar utangnya atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini dibolehkan dan tidak dianggap batal, tapi makruh.fiman Allah SWT,
“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu”(Al –baqoroh :237)
4.    jual beli yang tidak jelas
a)    larangan jual beli kerikil
b)    larangan jual beli penyelaman seorang penyelam (pembeli harus membeyar harga meskipun tidak mendapat sesuatu. Penjual harus menyerahkan apa yang ditemukannya meskipun nilainya mencapai beberapa kali lipat)
c)    jual beli hasil (akad atas anak binatang ternak sebelum induknya beranak)
d)    jual beli saling membuang (masing-masing dari kedua pihak melempar sesuatu dna menjadikan itu sebagai dasar jual beli tanpa ridha keduanya)
e)    jual beli buah yang masih di pohon yang belum tampak kematangannya. Dan sebaginya.

5.    Jual beli barang rampasan dan curian
Diharamkan bagi seorang muslim untuk membeli atau menjual suatu barang, sedangkan di tahu barang tersebut diambil dar pemiliknya dengan cara yang tidak benar. Rasulullah saw bersabda,
من اشترى سرقة وهو يعلم انها سرقة فقد اشترك في عارها واثمها
“Barang siapa membeli barang curian sementara dia mengtahui bahwasannya barang tersebut adalah cuarian maka dia ikut serta dalam aib dan dosanya”

6.    Menjual buah anggur atau sejenisnya kepada pembuat khamr dan menjual sanjata untuk menebar fitnah. Allah berfirman,
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(Al-Maidah: 2)
7.    Jual beli barang yang bercampur dengan sesuatu yang haram
Jika barang yang ditransaksikan bercampur antara yang mubah dan yang haram, maka akad yang dilangsungkan sah pada sesuatu yang mubah dan batal pada sesuatu yang haram. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling kuat di antar dua pendapat Syafi’i. dan pendapat ini disetujui oleh Malik.
8.    Jual beli dalam masjid
Abu hanifah membolehkan jual beli di dalam masjid dan menyatakan makruh menghadirkan pengahdiran barag pada saat melakukan jual beli dalam masjid demi menjaga kesucian masjid. Imam Malik dan Syafi’i membolehkannya disertai dengan hukum makruh, sementara Ahmad melarang dan mengharamkannya. Sabda Rasulullah saw,
اذا  رأيتم من يبيع اويبتاع في المسجد فقولوا لاأربح الله تجارتك
“Apabila kalian melihat orang yang menjual atau membeli dalam masjid maka ucapkanlah; ‘semoga Allah tidak memberi keuntungan atas perniagaanmu”
9.    Jual beli ketika adzan jumat
Jual beli ini haram dan tidak sah menurut Ahmad.  Firman Allah SWT,
 “maka bersegeralah kamu mengingat allah dan tinggalkanlah jual beli”(Al-Jumu’ah : 9)
Untuk shalat-shalat yang lain dianalogikan dengannya.
10.    Jual beli dengan cara menimbun
Abu Dawud Tirmidzi dan Muslim meriwayatkan dari ma’mar bahwasannya Rasulullah saw bersabda,
من احتكر فهو خا طئ
“siapa yang menimbun maka dia adalah orang yang durhaka” 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata