11 Mar 2014

PROSPEK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA



Hanif Amrullah (Mahasiswa Tarbiyah/ Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang)
201210010311008
 
Pendidikan islam di Indonesia dapat didefinisikan sebagai upaya memberikan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat masyarakat Islam di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai Lembaga pendidikan mulai  dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi atau Universitas(Abudin,2003:1)

Dalam pelaksanaan fungsinya, yaitu mensosialisasikan ajaran Islam, pendidikan islam selalu dihadapkan kepada berbagai tantangan.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia yang telah berlangsung selama lebih kurang empat belas abad telah mengajarkan kepada kita tentang adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang terus bertahan dan berkembang hingga saat ini dan ada pula lembaga-lembaga pendidikan Islam yang di masa lalu mencatat kemajuan dan kejayaan namun pada perkembangan selanjutnya di masa sekarang sudah tidak terdengar lagi dan ditinggalkan masyarakat.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya keadaan lembaga pendidikan Islam yang demikian itu terletak pada sejauh mana lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut dapat mengatasi tantangan pada masanya dan merebaknya menjadi peluang.
Pemahaman yang komprehensif dan tuntas terhadap tantangan pendidikan islam yang terjadi di Indonesia, baik pada masa islam pertama kali datang ke Indonesia masa penjajahan Belanda, masa orde lama dan orde baru serta masa era informasi dan reformasi adalah penting dilakukan baik oleh praktisi perancang maupun pemikir bidang pendidikan. Alasan utamanya adalah karena sebuah konsep pendidikan harus dirumuskan, dirancang dan didesain sesuai dengan tantangan dan keadaan di mana pendidikan Islam itu dilaksanakan.[1]
Pendidikan adalah kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Keadaannya selalu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan corak, sifat dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tersebut(Khalil,1980:37), seluruh atas dasar ini, disepakati oleh akte pendidikan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat  atau negara tidak dapat diimpor atau di ekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya berdasarkan identitas, pandangan hidup serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut.(Shihab,1992:127)

Dalam era globalisasi ini pendidikan Islam harus mampu melahirkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan (preparing children for life), bukan sekedar mempersiapkan anak didik untuk bekerja. Pendidikan Islam juga harus menghasilkan manusia yang berorientasi ke masa depan, bersikap progressif, mampu memililah dan memilih secara bijak, dan membuat perencanaan dengan baik. la juga harus menghasilkan anak didik yang memiliki keseimbangan antara penggunaan otak kiri dengan otak kanan, manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Pendidikan juga harus memberikan keseimbangan antara pendidikan jasmani dan rohani, keseimbangan antara pengetahuan alam dan pengetahuan sosial dan budaya, serta keseimbangan antara pengetahuan masa kini dan pengetahuan masa lampau.Anak didik yang dihasilkan oleh pendidikan Islam adalah bukan hanya   anak   yang   mengetahui   sesuatu   secara benar (to know) melainkan juga harus disertai dengan mengamalkannya secara benar (to do), mempengaruhi dirinya (to be) dan membangun kebersamaan hidup dengan orang lain (to life together). Pendidikan Islam harus menghasilkan manusia yang memiliki ciri-ciri: l)terbuka dan bersedia menerima hal-hal baru hasil    inovasi dan perubahan; 2 )berorientasi demokratis dan mampu memiliki pendapat yang tidak selalu sama dengan pendapat orang lain; 3) berpijak pada kenyataan, menghargai waktu,   konsisten   dan   sistematik   dalam   menyelesaikan   masalah; 4)selalu terlibat dalam perencanaan dan pengorganisasian; 5)memiliki keyakinan bahwa segalanya dapat diperhitungkan; 6)menyadari dan menghargai   pendapat   orang   lain;) rasional   dan   percaya   pada kemampuan iptek; 8) menjunjung tinggi keadilan berdasarkan prestasi, kontribusi, dan kebutuhan; dan 9) berorientasi kepada produktivitas, efektifitas dan efisiensi. Manusia yang memiliki ciri-ciri seperti itulah yang  harus dihasilkan oleh pendidikan Islam, yaitu  manusia yang penuh percaya diri (self confident) serta mampu melakukan pilihan-pilihan secara arif serta bersaing dalam era globalisasi yang kompetitif. (Mastuhu,2011:216)
Berkaitan  dengan  tujuan  pendidikan  Islam  tersebut, maka kurikulum dan bahan ajar-pun harus ditinjau ulang. Mochtar Buchori mengusulkan adanya bahan ajar yang terdiri dari pelajaran-pelajaran tentang kehidupan fisik, sosial dan budaya, serta pelajaran-pelajaran yang membawa anak kepada pemahaman terhadap diri sendiri. Logika yang   mendasari   strategi ini ialah   bahwa   hanya   mereka   yang memahami lingkungan fisik, sosial dan budaya, serta diri sendiri-lah yang dapat mengarungi kehidupan ini dengan baik, dalam art! mampu hidup  dan  mampu  menyumbangkan  sesuatu  kepada kehidupan. Selain itu perlu ditambahkan bahwa sebelum anak didik memilih bidang spesialisasi atau  keahlian tertentu yang sesuai dengan  bakat dan minatnya, perlu juga diberikan dasar-dasar yang utuh dan kuat tentang Dirasah Islamiyah, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Seni dan Matematika Dasar.
Bahwa kehadiran pendidikan Islam lengkap dengan sistem kelembagaan dan komponen-komponennya adalah muncul sebagai jawaban atas tantangan di mana pendidikan Islam tersebut dilaksanakan.Sifat dan karakter pendidikan Islam yang demikian itu adalah sejalan dengan sifat ajaran Islam yang sejak kelahirannya selalu terlibat dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, dan tampil dalam dinamika warna yang amat variatif
Demikian pula pada masa kolonial Belanda dan Jepang, sistim pendidikan Islam tetap bertahan dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan kebutuhan. Namun, pasca era kemerdekaan sampai sekarang dinamika pertumbuhan sistim pendidikan Islam cenderung menurun dan kurang dapat mengimbangi kebutuhan obyektif masyarakat, sebagaimana yang dikatakan AM Saefuddin sebagai berikut: “Pada masa selanjutnya muncullah bentuk madrasah dan upaya untuk memasukkan materi pendidikan agama kedalam kurikulum pendidikan umum yang didirikan oleh kolonial Belanda. Pada masa selanjutnya, yakni ketika bangsa Indonesia memasuki alam kemerdekaan, maka bentuk-bentuk sistim pendidikan Islam baik pesantren, madrasah maupun disekolah-sekolah umum terus berlanjut, tetapi dengan perkembangan yang tampaknya menunjukkan ketertinggalan dari perkembangan masyarakatnya sendiri.[2]
Ummat Islam di Indonesia walaupun dengan menggunakan pendekatan yang berlain-lainan ternyata sangat peduli terhadap kegiatan pendidikan. Berdirinya ribuan pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan Islam yang didasarkan atas inisiatif masyarakat sendiri, menunjukkan kepedulian tersebut.
Secara keseluruhan nasib lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia belum menunjukkan keadaan yang menggembirakan. Hal ini sebagian besar disebabkan karena berbagai kelemahan yang dimiliki internal ummat Islam sendiri









Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta:Majelis Ulama Indonesia, 1991).
Amin, Ahmad, Fajar Islam,   (teg.) H. Zaini Dahlan, dari judul asli Fajr al-Islam, (Cirebon: Fak.Tarbiyah IAIN Cirebon, 1967).
Islam, R. Nurul, "Meningkatkan Kualitas Madrasah Menimbang Teori Pengajaran dan Manajemen" dalam JurnalMadrasah Vol. 5. No. 1, 2001.



[1] Nourouzzaman Shidiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), Cet I, hal. 3
[2] Jamali Sahrodi. 2005. Membedah Nalar Pendidikan Islam Pengantar ke Arah Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group. hal. 136

1 komentar:

  1. menarik, namun refrennsinya masih kurang.
    semangat terus gan. buat konten2 yang lebih menarik lagi

    BalasHapus

Mari kita membaca dengan hati plus mata