Tanggl 12 September 2009
Tanggal 12 merupakan tanggal yang sangat berharga dalam hidupku, betapa tidak?,
Karena tanggal ini, banyak hari – hari yang bersejarah dalam hidupku baik dalam suka maupun dalam duka, canda, tawa, bahagia, duka dan tangis semuanyu melebur menjadi satu. Pada tanggal 12 juli aku berangkat dari Sumbawa ke Malang,
pada tanggal 12 juni aku diterima sebagai santri Panti Asuhan Muhammadiyah, sehingga bagiku tanggal ini sangat berharga.
Ini merupakan pengalaman yang paling berkesan yang terjadi dalam hidupku yang dimana waktu SD hingga SMA aku sedikit dibiayai oleh orang tuaku. Sewaktu duduk dibangku MTsN Sumbawa aku hanya dikasih uang lima ribu rupiah dalam sebulan bahkan setahun. Sehingga apabila aku berangkat sekolah aku harus jalan kaki bahkan lari dari rumah ke sekolah yang berjarak sekitar 1 kilometer, lain lagi ketika saya duduk di bangku SD aku tidak pernah dikasih uang oleh orang tuaku dan dengan terpaksa aku harus jualan ikan keliling Bageloka dengan teriakan “ maa beli jangan, jangan keee” terkadang juga aku harus bantu – bantu orang untuk dapat uang lima ribu rupiah dari pagi hingga siang atau dari siang hingga sore. Itupun harus melawan terik matahari. Dan sekarang aku bisa kuliah di Universitas impianku yaitu The Real University. Sepertinya aku bermimpi, coba bayangkan di sini bersaing dengan 8000 ribu orang dan aku salah satu orang yang beruntung dengan predikat pas – pasan.
Pada waktu aku berangkat ke Malang, aku ditemani oleh ustadz Ahmad Jama’an. Beliau adalah guru yang paling berjasa dalam hidupku sehingga aku bisa kuliah di Univesitas Muhammadiyah Malang. Selain beliau yang paling berperang membentu karakterku ketika yaitu Ustadz Faisal Salim dengan didikan beliau aku bisa menemukan jati diriku. Yang paling aku ingat yaitu ketika aku ditempeleng oleh ustadzku yang tercinta, Masya Allah rasanya seperti meledaknya bom Hirosima dan Nagasaki. Itu hal yang wajar, karena waktu itu, aku pulang sekolah loncat tembok. Dan dalam anganku yang penting aku cepat nyampai dan cepat makan, tetapi perbutanku langsung dapat ganjaran dari ustadzku yang tercinta.
Sehabis ditempeleng oleh ustadz aku langsung masuk kamar dalam keadaan kesal, sampai hatiku mengumpat dengan perkataan yang tidak sepantasnya keluar dalam mulutku “ya Allah semoga cepat mati ustadz jelek itu”.
Untuk menghilangkan kejengkelan aku gabung dengan teman – teman asrama lainnya untuk berbagi pengalaman atau bergosip. Sudah menjadi tradisi anak panti asuhan muhammadiyah sumbawa besar kalau pulang sekolah harus ngerumpi dulu, gosip tentang pengalaman yang mereka dapatkan di sekolah, baik tentang wanita gebetannya, bola maupun guru yang buat mereka kesal.
Ketika teman – teman bercerita, dengan ekspresi yang menjiwai ada dengan ekspresi lucu, ada juga dengan ekspresi yang menggebu – gebu. Terkadang juga disertai dengan akting yang tak kalah dengan artis yang sudah berpengalaman dalan berbagai film sampai – sampai ada yang ketawanya tidak karu – karuan saking lucunya suasana yang ada ketika itu. Akan tetapi yang membuat ustadz jengkel yakni kebanyakan para santri tidak bisa memanfaatkan waktu mereka atau dalam bahasa Sumabawanya Basalaler. Kalau disuruh hafal Qura’an mereka gosip, kalau disuruh belajar mereka tidur –tiduran. Dan ada satu hal yang tidak bisa aku lupakan dari mereka yaitu kekompakan mereka dalam segala hal. Mulai dari perbuatan baik hingga perbuatan buruk. Cara mereka menurtupi suatu kasus sangant rapi dan teroganisir dan mengalahkan para koruptor yang dilahirkan oleh negara Indonesia. Makanya untuk para koruptor apabila kalian mau menyembunyikan rahasia kalian maka kalian harus mengingat jika suatu saat perbuatan kalian pasti dibongkar oleh Allah swt, ini terlihat ketika aku masih menjadi santri panti asuhan Muhammadiyah.
Guyonnya Santri Panti Asuhan Muhammadiyah
Waktu aku datang pertama kali ke Panti Asuhan Muhammadiyah sangat mengesankan, karena santri di sana begitu ramah dan bersahabat ketika dalam menyambut temannya walaupun tidak mengenal sama sekali. Selain itu, para santri panti asuhan Muhammadiyah terhitung santri yang paling gaya diantara santri pesantren yang lain. Ini kelihatan ketika mereka pergi main – main dengan sahabatnya dan tidak kelihatan jika mereka itu adalah anak yang tinggal di Panti Asuhan.
Waktu aku datang untuk melamar jadi santri panti asuhan Muhammadiyah sama kakakku (Kak Iman) yang sekarang belajar di pondok salafi, aku langsung shalat Isya bersama santri – santri yang lain. Dan Alhamdulillah aku disambut hangat oleh para santri. Ketika aku mau masuk kelas tiga MTsN Sumbawa, dan kebanyakan dari mereka sekolah di MTsN Sumbawa, jadi wajarlah jika mereka mengenalku.
Setelah selesai shalat Isya aku langsung berbaur dengan teman – temanku. Salah satu temanku yang paling akrab ketika itu adalah Andhika dan Syamsuddin atau para santri yang lain sering memanggilnya dengan sapaan Chuss. Akupun diajak masuk dan ngumpul bareng ama santri yang lain, di dalam ruangan itu aku disajikan dengan cerita – cerita lucu oleh para santri. Dan salah satu cerita yang paling aku ingat, ketika Andhika berceerita tentang orang desa yang masuk kota, begini ceritanya
“ada orang Tepal yang masuk ke Sumbawa, ia jalan dengan gaya kota, Masya Allah. Ditengah jalan ia heran dan terbengong – bengong dan bertanya dalam hatinya ‘kok jemuran orang kota tinggi – tinggi sih?” cerita Andhika dengan penuh ekspresi.
Santri yang dengar cerita itu bermacam – macam ekspresi. Ada yang tawa dengan terpingkail – pingkal, ada yang hanya tersenyum. Dan yang paling mengasyikkan mereka bercerita dengan penuh penjiwaan seolah – olah mereka yang mengalaminya. Dan selain itu, cerita mereka seakan tidak pernah habis, kalau yang lain selesai disambung dengan yang lain.
Ketika itu pula aaku dikenalkan dengan Rusling oleh Andhika
“anak ini yang paling banyak cerita lucunya” kata Andhika
“ayo Marok, ceritakan cerita lucumu” kata Daeng
“gini” kata Rusling “ada orang desa masuk kota untuk rekreasi dan belanja pakaian. Sampainya di depan toko ia masuk tapi ia berhenti dan melihat tulisan OPEN. Ia berkata dalam hatinya aku tidak mau masuk nanti terbakar. Dan ia hanya berdiri dan berfikir bagaimana cara ia masuk agar tidak terbakar.”
‘ Setelah lama ia berdiri, sekitar satu jam. Ia melihat orang kulit putih masuk. Seperti orang yang kebakaran jenggot, ia mencegah orang tersebut agar tidak masuk “mas, mas jangan masuk entar gosong” gitu katanya. Orang kulit putih ini heran melaihat dan menganggap orang yang menegurnya itu sudah gila’
‘tanpa menghiraukan orang yang mengurnya ia masuk aja ke dalam toko itu. Tak lama kemudian keluarlah orang kulit hitam ia tertawa sambil menegur “sudah saya bilang jangan masuk, ini buktinya, hahahahah”.
Mendengar ceritanya Rusling, aku dan para santri yang lain tertawa terpingkal – pingkal. Ketawanyapun bermacam –macam, bahkan saking tidak bisa menahan ketawanya mereka harus terlentang di lantai ruang tamu.
Setelah lama aku ngobrol dengan teman, aku lihat sosok manusia yang tinggi tegap, cukup ganteng beliau adalah Ustadz Faisal Salim, dengan percaya diri aku hampiri beliau untuk bertanya
“Assalamu’alaikum, ustadz masih ada lowongan saya tama panti” tanyaku pada Beliau
“tanya ke pak haji Taher, kalau di terima Alhamdulillah kalau tidak alhamdulillah” jawab ustadz dengan terburu – buru karena saat itu lagi ada pengajian.
“Andhika” kata Ustad “bilang ke teman – temanmu untuk ikut Yasinan di Gang Mangga lima”
“saya ustadz” jawab Andhika dan kemudian ia masuk ke kamar mengajak teman – teman yang lain.
Tidak lama kemudian keluar teman – teman yang lain, untuk yasinan. Sampainya di sana bukannya yasinan berjalan dengan khidmat melainkan terjadi hal – hal yang lucu. Mulai dari yang cengengesan, ngantuk bahkan ada yang menyusun kotak seperti menara Eifel. Inipun dilakukan ketika ustadz memberikan kajian beliau.
“ teman – temanku, inilah menara Eifell yang tingginya seperti mejulang ke langit” kata Jumhan dengan gaya seperti seorang pengacara.
Ustadz yang dari tadi memberikan ceramah, setelah selesai beliau menoleh dan memberikan isyarat untuk diam. Setelah selesai acara aku dan teman – teman kembali ke Panti dan sesampai di pantai aku dan kak iman langsung pulang ke rumah tempat aku tinggal (rumah dea). Ketika aku dan kak iman sampai di rumah dea. Kita berdua mengendap – endap masuk ke dalam. Tetapi ketahuan juga, karena tidak sengaja ketemu di depan pintu. Dan Alhamdulillah kita tidak di introgasi Cuma kita di tanya dua kata
“darimana kalian, kok lama pulang?” tanya Buan Zairah
“ooo saya dari rumah teman dea radan” jawabku dengan harapan agar dia tidak bertanya macam
“ooo” kata buan zairah sambil mengangguk . lalu beliau masuk ke kamar sementara kita masuk ke dalam kamar dan tidur.
Dalam tidurku aku selalu berangan – angan untuk menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Coba bayangkan, jika seandainya para koruptor itu bisa jujur. Sudah tentu ia akan bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat. Namun tanpa sadar dalam anganku aku dengar suara
“Fer. Nggak tidur” tanya kak Iman
“o o o bentar lagi kak” jawabku dengan senyum karena kulihat kak Iman tersenyum ketika menegurku
***
Ikhtiar untuk hijrah
Paginya aku pergi ke sekolah, di sekolah aku belajar Fiqh dan Aqidah. Selesai belajar aku guyon dengan teman – teman kelas. Yang paling aku tidak bisa lupakan , celaan ibu Aminah atau teman – teman biasanya memanggilnya ibu Min dengan kata – kata yang khas “KIDANG KADAI KIDANG TELAK TAI” setiap kali aku denganr kata – kata itu hanya senyum dan menunduk karena malu pada teman – teman.
Waktu saya belajar di MTs Negeri Sumbawa gedung bagus Cuma faktanya belum tertata rapi, mana lagi pagarnya masih pagar kayu. Sehingga membuat kita bolos sekolah, dan yang lebih memperihatinkan orang – orang Sumbawa tidak begitu respek dengan pendidikan agama, ya kata mereka jadi apa kita nanti kalau hanya mempelajari agama saja.
Aku sangat bersyukur sekolah di MTs saat itu. Karena saat itu di MTs banyak mengajarkan akhlak kepada murid – murid. Pola pikirku saat itu yang pertama harus aku pelajari yang pertama yaitu memperdalamkan agama dulu baru kemudian lanjut ke sekolah umum. Saat itu pula kurasa MTs telah memberikan yang terbaik dalam hidupku. Betapa tidak? Di MTs aku di ajarin sholat berjama’ah dan jenazah, ilmu fiqh dan yang paling lucu, aku sering di marahi oleh guru karena sering tidur di dalam kamar.
Setelah pulang dari MTsN Sumbawa, aku tidak langsung balik ke rumah. Melainkan aku mampir ke rumah Ustadz Jama’an untuk minta petunjuk agar aku bisa tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah.
“Assalamu’alaikum, pamaan” kataku sambil mengetuk pintu rumah beliau
“Wa’alaikumussalam” jawab beliau
Tanpa basa basi beliau mempersilahkanku masuk ke dalam rumahnya. Maklum saat itu ustadz Jama’an lagi istirahat karena jadwal beliau yang begitu padat. Tanpa membuang waktu aku langsung bertanya kepada beliau.
“paman gimana kepastiannya sekarang?”
“begini” kata Beliau “kamu pindah saja dari tempat itu dengan alasan kamu pindak ke rumah orang lain, saya sudah bilang ke pak haji Taher untuk menerima kamu”
Mendengar saran dari ustadz Jama’an kata pertama yang keluar dari lubuk hatiku adalah Alhamdulillah ya Rab. Rasanya aku mau menari di dalam rumah Ustadz Jama’an. Dengan gembira yang tidak terkira aku pamitan kepada Ustadz Jama’an.
“paman saya pamit dulu, yaa” kataku
“ ya” jawab beliau dengan senyum
Akupun langsung pergi dari rumah ustadz jama’an dan langsung pergi ke rumah dea. Aku jalan agak terburu – buru agar bisa sampai di rumah. Sampainya di rumah kulihat kak Iman lagi setrika pakaian sambil menungguku makan siang.
***
Selesai makan siang aku langsung pamit kepada Dea Radan Icak “Dea, kajulin. Pamit pindah” kataku pada dea yang sedang duduk nonton TV dengan anaknya Buan Zairah
“ya terserah kamu” jawab dea radan
Mendengar izin dari Dea Radan Icak, hatiku sangat bersyukur dan tersenyum. Kukira saat itu dea radan icak tidak mau memberiku ijin, karena menungggu ayahku pulang dari Sumbawa. Akupun pamit dan salaman dengan mereka berdua dan lupa aku pamit dengan kak Iman dan adikku Fira yang sedang melanjutkan pekerjaannya.
“kak, saya pamit” kataku pada kak Iman
Kak iman langsung memelukku dan berkata “sipp” aku bergegas masuk kamar dan membereskan pakaian dan buku – bukuku. Setelah selesai akupun keluar dari rumah Dea, dari belakang aku dengar suara lala embu dari belakang bertanya kepada adikku
“Feri mau pindah, ya Fira?”
“Ya” jawab Fira dengan singkat tanpa menoleh
Sebenarnya aku sedih juga meniggalkan tempat itu, yang dimana rumah itu banyak mendapat pengalaman dan kenag – kenangan baik dalam suka maupun duka. Sebelum aku pergi ke rumah hadijo terlebih dahulu aku pergi ke rumah ustadz jama’an untuk meminta uang, maklum dompetku bersih saat itu. Di rumah aku tidak bertemu langsung dengan beliau. Tetapi bertemu dengan ibu beliau yang biasanya di panggil dengan panggilan Pen Iyak
“Pen Iyak, pinjam uang” kataku
Dan pada saat itu, pen iyak sangat kebibungan karena saat itu beliau tidak pegang uang sepersenpun
“nanti dulu cu, saya cari uang dulu” jawab pen iyak
Pen iyak masuk ke ke dalam untuk ambil uang dan lama beliau keluar dan..
“ini cu, Cuma tiga ribu rupiah” kata beliau
“gak apa – apa, terima kasih papen e” jawabku
Akupun pergi dan naik ojek menuju rumahnya temanku. Sampainya di rumah hadijo aku di hidangkan dengan hidangan yang lezat – lezat. Setelah makan siang aku istirahat dan ngobrol dengan hadijo.
“fer, aku ingin mendirikan rumah yang besar. Biar bisa kutampung, kamu,adit pokoknya semua anak yang merantau di Sumbawa” kata Hadijo sambil berkhayal dan tersenyum.
“Ya ya ya” jawabku sekenanya karena saat itu aku nagantuk berat dan tidak terasa aku tidur karena mendengar ceritanya hadijo.
Sorenya aku pergi ke panti Asuhan Muhammadiyah sumbawa untuk bertemu dengan Pak Haji Taher. Sampainya di panti aku lihat anak – anak sedang bermain – main depan panti.
“kak Muhsi, mana Syamsuddin?” tanyaku pada salah satu santri yang merupakan kakak kelasku. Tanpa menjawab Muhsi langsung mencari Syamsuddin dan aku mengikutinya dari belakang dan Alhamdulillah syamsuddin ditemukan tertidur di atas sofa.
“Chus, chus chuuuuus. Bangun ini Feri cari kamu” kata Muhsi sambil menggoyangkan tubuh syamsuddin dengan kakinya.
“o o o Feri udah lama ke?” kata Syamsuddin dan matanya masih berat untuk terbuka.
“udah lama, udah lama. Dari tadi dia cari kamu” kata Muhsi.
Syamsuddin bangun dan cuci muka kebelakang, aku pun ikut dati belakang. Sementara Muhsi keluar dan melanjutkan kegiatannya
“Fer, ikut main bola ya” ajak Syamsuddin
Aku hanya tersenyum dan mengangguk dan kitapun keluar dari Panti. Dan diluar terdengar suara Rusling berteriak
“Dhikaaaaaa, main depan lapangan kantor Bupati, sekarang!”
“sipp, tapi nggak ada yang besar” jawab Andhika
“tenang saja, ada Roy, Soel dan Metrik” kata Rusling lagi
“ayo dah” jawab Andhika
Aku dan anak – anak panti pergi main bola. Masya Allah bahagianya hatiku saat itu sampai – sampai waktu maghrib tidak terasa datang, maka kamipun mengakhiri permainan kita
“eh Syam, mana rumahnya pak haji Taher” tanyaku
“itu” jawab Syamsuddin singkat “tapi kamu aja yang masuk aku malu”
“sipp” jawabku
Lucunya ketika aku masuk ke rumah pak haji Taher debu di betisku tebalnya seperti kaos kaki, dengan penuh percaya diri kau masuk dan kulihat pak haji taher sedang baca koran.
“Assalamu’alaikum, pak” kataku menyalami pak haji taher dan langsung duduk dihadapan beliau
“wa’laikumussalam warahmatullah wabarakatuh” jawab beliau terheran melihatku “ada apa nak?”
“begini pak, saya mau tinggal di panti dan ustadz jama’an sudah bilang kepada saya untuk menghadap bapak” aku menjelaskan maksud kedatanganku ini
“oo kamu ya anak buah nya ustadz jama’an” tanya pak haji taher
“ya pak, apa ada lowongan untuk saya tinggal di panti?” tanyaku
“ada nak, ada nak” jawab pak haji taher
Akupun pamit dan mencium tangan beliau, betapa bahagianya hatiku. Seakan – akan hatiku dibelai oleh angin yang sangat romantis. Seakan – akan aku terbang dengan buaian yang sangat manis, hingga tidak terasa sampai di rumahnya hadijo.
***
Pada malamnya aku dan hadijio, Alan dan firman pergi ke Brangbara, katanya untuk cuci mata dan belajar kelompok. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, tahu – tahu aku diajak ke rumah cewek dan pendekatan dengan salah satu penghini rumah tersebut. Sampi di rumah itu aku lebih banyak diam dan tertawa, ya maklumlah baru pertama kali aku ngapelin cewek
“Fer, kok diam?” tanya Hadijo
“ngantuk” jawabku sekenanya, karena waktu itu aku benar benar kelelahan sehabis aktivitas seharian untuk mengurus kepindahanku dari rumah dea radan. Selain itu, aku juga kesal karena sudah jam sepuluh belum juga selesai ngerumpinya. Aku tidak tahu apa sich yang mereka bicarakan. Sementara aku terus berfikir apakah aku diterima di panti atau tidak.
Setelah selesai acaranya Hadijo dengan teman – teman ceweknya aku dan mereka pulang ke rumah.
“masya Allah, Fer. Kok diam saja di sana?” tanya Firman
“ ya karena apa yang harus aku omongin” jawabku
Mendengar jawabanku, sentak saja teman – temanku kaget dan tertawa terbahak – bahak
“kalau nggak ada bahan kenapa nggak bilang sama aku bro” ledek Alan
“ya maklumlah, ustadz gituu” kata Firman
Tidak terasa, kamipun sampai di rumahnya Alan ......
“ejakita nginap di rumahnya Alan saja ya” kata hadijo
“kalian aja, aku banyak tugas” jawab Firman
“ya, terserah” jawab hadijo
“oke” jawab Firman
Setelah itu, aku dan Hadijo masuk ke dalam rumahnya Alan, di dalam rumahnya Alan aku langsung menghempaskan badanku di kursi
“ya Allah, nyaman pe” kataku dalam hati, sambil melamun dan memejamkan mata, dalam lamunanku tidak kurasa aku tidur pulas. Tiba – tiba...
“fer, bangunnn” kata hadijo sambil menggoyangkan badanku
“kenapa?” tanyaku dengan ngantuk yang sangat berat
“mau makan mie tidak?” tanya Hadijo
“ya siapa yang masak?” tanyaku ke dia
“alan” jawabnya singkat
Tanpa basa basi aku pun bangun dan masuk untuk makan mie, sampai di dalam ....
“fer, ini” kata Alan sambil menyodorkan mienya padaku. Akupun mengambil mienya dan makan dengan lahap, lalu aku tidur lagi.
Pindah ke Asrama
Paginya aku hadijo, firman dan Alan sehabis sholat subuh langsung lari pagi ke pangkalan bandara Sumbawa. Sewaktu aku lewat depan panti aku lihat santri panti asuhan Muhammadiyah sedang ikut pengajian, dalam hatiku selalu berdo’a semoga saja aku jadi santri. Di sini aku bisa meringankan beban kedua orang tuaku. Selain itu, aku juga mengdapatkan kajian dan pengajian syari’at Islam.
Salah satu yang paling aku ingat ketika aku tinggal di panti yaitu ketika aku resmi jadi santri panti asuhan Muhammadiyah, dimana aku disuruh memperkenalkan diri di hadapan santri yang lain setelah oleh Ustadz Faisal salim dan berkata “ bonang, suruh teman – temanmu balik ke sini dan ngumpul karena ada santri baru”
“sayaa, ustaddz” jawab Bonang
Tanpa pikir panjang Arianto langsung memanggil teman – teman dan berteriak
“kumpul – kumpul leng Ustadz” teriak arianto
“kuda gina?” tanya salah seorang santri
“no manta peno tanya kadu” jawab Arianto dengan geram
Tidak lama kemudian para santri sudah berkumpul di depan ustadz
“anak – anak ini teman baru kalian. Feri perkenalkan dirimu” kata Ustadz Faisal
“saya ustadz, namaku Feri Firmansyah, aku sekolah di MTs, kelas tiga” kataku sambil memperkenalkan diri pada santri yang sedang duduk di depanku.
“ada pertanyaan?” tanya Ustadz Faisal
“hobi, hobi?” tanya Rusling
“catur dan main bola” jawabku
“tau me” tanya Rusling lagi
“Bageloka” jawabku
Setelah selesai aku memperkenalkan diri, aku dan para santri langsung makan siang, yang paling membuat aku berkesan kepada mereka, mereka makan sambil ngobrol, bercerita entah dari mana mereka dapat bahan untuk dibicarakan. Itulah aktivitas yang aku kerjakan setiap hari di panti yang hanya berkisar antara sholat, makan, sekolah dan bermain bola. Yang paling membahagiakan hatiku di panti aku diajarkan hafal Quran dan ilmu tentang syari’at. Tetapi kalau pengajiannya dilaksanakan setelah ashar, para santri biasa bermacam – macam alasan untuk tidak ikut pengajian tersebut.
Salah satu topik yang paling aku sukai yaitu tauhid yang mana jadwalnya dilaksanakan pada malam kamis dan selasa. Ketika Ustadz Abdurrahman menyatakan bahwa amalan dibangun atas dua landasan yaitu ikhlas dan ada tuntutan dari Rasulullah saw. Dalil yang sering beliau bacakan yaitu surah Al – baiyinah ayat kelima yang berbunyi “wama umiru illa lya’budullah mukhlisi nalahuddin yang artinya padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaati Nya karena semata – mata menjalankan agama” . selain itu, beliau juga menyampaikan hadist yang diriwayatkan oleh Muttafaqqun ‘alaihi “man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun yang artinya barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunan dariku, maka amalan itu tertolak”
Ketika itu, aku heran bercampur bingung sebab dalam keseharianku kujumpai pertanyaan di dalam masyarakat “ bagaimana kita adzan pakai adzan pakai mickrofon, itukan tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw?”
Mendengar pertanyaan dariku beliau langsung menjawab...
“sesungguhnya amalan itu tergantung pada niat, sesungguhnya seseorang mendapatkan sesuai dengan niatnya, hadist ini seperti sepertiga agama Islam. Karena banyak faedah yang dapat kita ambil dari hadist ini. Karena masalah agama dikemabalikan pada hadist ini. Adapun masalah yang antum tanyakan itu terkait dengan dunia dan Rasulullah pernah bersabda adapun masalah dunia kamu yang lebih mengetahui”
“lalu bagaimana dengan maulid, ustadz?” tanyaku
“memang benar amalan itu tergantung pada niat, tapi kita harus lihat jenis amalan itu, amalan itu dikelompokkan pada tiga macam yaitu amalan taat, mubahat dan amalan ma’atsi. Nah, terkait dengan amalan ma’atsi. Amalan ini tidak akan merubah sama sekali itu menjadi amalan keta’atan dan tidak akan mendapatkan pahala disisinya” jawab beliau dengan singkat tapi jelas.
Setelah selesai ta’lim tersebut. Aku dan anak panti istirahat makan untuk persiapan sekolah besok pagi. Tapi parahnya ada sebagian teman – teman yang pergi ke PS (plays station), tekadang teman pulang dari PS jam tiga bahkan mendekati subuh. Sehingga tidak heran jika mereka sering ngantuk atau tidur jika sholat subuh.
Lucunya ketika aku dan teman dibangunin oleh ustadz tekadang buat ulah seperti ada yang tidur lagi atau mengamalkan lagunya Mbah Surip yang berjudul tidur lagi. Ada yang pergi ke kamar mandi dan yang paling sering dikerjain oleh Ustadz adalah aku dan Rusling, soalnya kita santri yang paling bermasalah ketika dibangunkan.
Walaupun begitu aku tetap senang meskipun terkadang jengkel dengan ulahnya ustadz untuk membangunkanku mulai dari cubit, siram dengan air terkadang bell ditaruh di kamar dan yang lebih menyeramkan lagi kita dibangunin dengan cambuk yang sering dipakai oleh kusir dokar.
Terkadang aku dan para santri takut dengan metode Ustadz yang terakhir ini. Sehingga kalau terdenganr suara ustadz dari luar. Aku dan para santri yang lain serempak aku bangun dari tidur. Tapi, ada juga sih, santri yang sering mengumpat ketika dibangunin oleh ustadz dan mencela ustadz dengan celaan “ eeeeeeeeeeeeeeecooooool kriting, kribo” sungguh, jika aku ingat masa – masa itu, terkadang akau sedih dan terkadang aku sedih dan terkadang senyum sendiri karena ulah teman – teman yang mengesankan itu, seperti dengan teriakan dari jauh “ eecool” tapi ketika ustadz balik ke belakang mereka memplesetkan perkataannya.
Trik Ustadz Faisal
Setiap pagi, sehabis subuh kita disuruh menghafal Qur’an atau belajar oleh Ustadz. Tetapi sebagian para santri ada yang tidur dan ngegosip. Sedangkan aku lebih suka menambah hafalan dan Muraja’ah. Setiap kali aku menghafal Al – Qur’an kubayangkan suaraku seperti suaranya syaikh misyari rasyid, aduh masya Allah, Allah swt maha adil walaupun suaraku jelek, tapi Allah memberikanku kelebihan cepat menghafal Al – Qur’an yakni aku bisa meresapi setiap pengalaman – pengalamanku.
Setelah selesai beraktivitas aku dan teman – teman biasanya bersiap – siap langsung pergi ke dapur untuk sarapan. Dan di dapur luar biasa sibuknya mereka sampai – sampai dapurnya panti asuhan Muhammadiyah seperti pasar seketeng. Mulai dari suara gorengan dan suara teman teman yang tidak sabar dan tidak mengherankan lagi ada juga yang sempat bergosip. Seolah – olah mereka tidak lepas dari gosip.
Di dapur menu yang sering dan tidak pernah pisah dari kehidupan kami sebagai anak panti adalah tahu, telor, tempe dan di campur dengan sambal. Selain menu diatas ikan asin dan mie menjadi menu pengganti ketika panti krisis.
Ketika di dapur, aku dan teman – teman jarang menemukan makanan enak yang spesial di atas meja makan. Dalam hatiku bertanya “apa lauk hari ini?” dan .......
“ Bi Irun apa lauk hari ini?” tanya Andhika
“mie, itu di dapur ustadz” jawab Bi Irun
Ketika mendengar informasi dari Bi Irun teman – teman langsung bergeronbolan masuk ke dalam dapur Ustadz Faisal, curangnya lagi kalau tidak ada yang membagi pasti ada yang ambil dua bahkan sepuluh
“stt, Cen kenapa kau mabil dua mie nya?” tanyaku pada Rozi yang biasanya dipanggil Mocen
“nggak apa – apa” jawab Rozi sekenya
“aduh kok anak ini curang?” tanya hatiku karena heran
“Fer, kenapa kamu gak ambil dua?” tanya Rozi padaku
“jangan deh, nanti ketahuan” jawabku
“alaah, no si” kata Rozi dengan santai, tapi dengan santai seakan – akan meyakinkanku untuk mengambilnya.
“sipp” jawabku dengan senyum
Akupun mengambil mie itu 2 buah, satu masuk dalam lemari dan satu untuk ku masak untuk dijadikan lauk. Setelah selesai sarapan aku pergi sarapan dan mandi. Tapi di kamar mandi antrian sudah penuh. Saking gilanya Syamsuddin makan di kamar mandi karena tempatnya tidak direbut maka dia ambbil jalan pintas yakni makan di dalam kamar mandi, ada yang antri sambil nyanyi, dan yang paling mengesankan ketika Andhika menyanyikan lagunya Yovi Nuno liriknya seperti ini
Dengarkanlah...
Wanita pujaanku
Malam ini...
Akanku sampaikan
Hasrat suci untukmu dewiku
Aku ingin mempersuntingmu
Lagu ini biasa dinyanyikan untuk mengejek salah satu santri yang memiliki kelainan jiwa atau yang dikenal dengan banci. Akupun hanya tersenyum melihat tingkah tersebut, tiba – tiba dari belakang terdengar suara
“au’zubillahhi manasy syaitan nirrajim” kata Rusling dengan lantang dan ekspresinya seperti orang – orang yang benar benar meminta perlindungan disertai dengan wajah memelas dan tangan menunjuk kearah Andhika.
Andhika tidak mau mengalah, dengan suara yang dibuat – buat seperti suara Rhoma Irama
“Qul ya Aiyuhal kaa firuun”
Akupun tidak mau mengalah, dengan suara yang khas aku nyanyikan lagu Irwansyah
“a aku memang pencinta pencinta wanitaa”
“assuu....” kata Rusling dengan senyum
Bukan hanya itu, aktivitas teman – teman beraneka ragam ada yang tidur, tulis surat sakit karena tidak mau sekolah. Bahkan ada juga yang sempat main takrow di belakang panti. Semua kenangan itu tidak bisa aku lupakan, akan selalu kukenang dalam lubuk hatiku yang terdalam.
***
Biasanya, aku dan teman – teman pergi ke sekolah bareng dengan para santri yang lain di perjalanan ada canda terkadang kita usil ganggu siswi – siswi yang lewat, ada yang nyanyi semua bercampur menjadi satu dan aku merupakan salah satu santri yang tidak bisa melucu tapi hanya bisa ketawa.
Sampai di sekolah kegiatan belajar tetap berlangsung seperti sedia kala, waktu istirahat aku keluar bersama teman untuk melepaskan kejenuhan selama belajar. Di luar kelas aku menghirup udara dan memandang teman – teman yang sedang bercanda ria di halaman sekolah.
Tapi, sirr, chass, hatiku seakan – akan terbang ke pintu. Karena aku melihat gadis cantik tersenyum menatapku. Tiba – tiba....
“hu..uaaaaah” teriak Syamsuddin memegang pundakku
“aa...astaghfirullaah hal ‘azhim, chuss chuss” kataku sambil geleng kepala, karena kaget dengan ulah temanku yang satu ini
“Fer, apa boatmu?” tanya syamsuddin padaku
“ah gak ada sih” jawabku
“na bolaa” kata Syamsuddin sambil menyelediki seperti seorang detektif
“chuss, sai de na?” tanyaku pada Syamsuddin
“o o o yang itu” kata Syamsuddin
“ao ruaa” kataku dengan kesal
“itu Eka, anak kelas dua” jawab Syamsuddin
“berarti satu kelas dengan Hasbullah yaa?” tanyaku pada Syamsuddin
“ya ya ya ya bett ....tul” jawab Syamsuddin dengan ekspresi yang meyakinkan
“ fer, kamu suka dengan Eka ya” tanya Syamsuddin padaku sambil senyam senyum
Aku hanya diam mendengar celotehnya Syamsuddin dari tadi. Memang ku akui ada perasaan di hatiku terhadap siswi MTs yang satu itu. Dan pada saat itu dia merupakan gadis yang pertama kali memikat hatiku. Membuat aku lupa kalau aku tinggal di dunia seolah – olah aku tinggal di surga. Aku selalu berkhayal seandainya dia bisa jadi pacarku dengan otomatis hidupku akan lebih berwarna.
Pada siang hari itu, aku dan Syamsuddin pulang ke panti, sampainya di panti tidak banyak aktivitas yang kita lakukan kalau siang hari. Karena siang diperuntukkan oleh pengurus untuk istirahat. Akan tetapi, banyak teman - teman yang memilih bermain PS (plays station) dan ngegosip. Herannya sehabis main ps pada malam harinya tepatnya waktu istirahat mereka sering mengulang atau mereplay dengan cerita – cerita selama mereka bermain PS, bagaimana tendangannya dan tekhniknya.
Setelah istiraht atau tidur siang, aktivitas yag kita lakukan tiada lain ialah Shalat Ashar. Biasanya kalau lima menit sebelum shalat ustadz sudah membanguni kita untuk sholat. Dan salah satu kebiasaan ustadz ketika membangunkan yakni dengan teriakan
“ anaaaaaaaaaaaaaaaak, koaaaaaaaaaaaaaaaat” yang biasanya disertai dengan pukulan cambuk di dinding. Terkadang kalau ustadz sudah jengkel mulailah beliau menghitung dari angka sepuluh hingga satu, kalau sudah selesai berhitung beliau masuk dan teman – teman yang sedang bermimpi di atas ranjang dengan terburu – buru mereka bangun. Selain itu, ustadz biasanya melakukan ini ketika mau maghrib dimana para santri suka menunda – nunda waktu untuk mandi. Lucunya ketika teman – teman ada yang tidak mandi mereka langsung masuk ke dalam masjid yang hanya ganti pakaian tanpa menghiraukan keringat yang melekat keringatnya. Lebih parahnya lagi pakaian yang mereka ambil itu pakaian yang ada dijamuran tanpa melihat apakah pakaian itu kotor atau bersih yang penting ada langsung dipakai.
Biasanya sehabis main bola aku dan teman – teman langsung lari ke masjid apabila mendengar ultimatum dari ustadz, ketika aku masuk ke dalam kamar tidak ada handuk yang kutemukan, gusar rasanya hatiku, lalu aku pergi ke kamar mandi. Tetapi di kamar mandi antriannya begitu panjang, dan karena ketakutan teman – teman ada yang mandi bersama entah telanjang atau pakai basahan, bahkan saking gilanya Andhika masuk ke dalam kamar dengan telanjang bulat. Seperti yang sering ku katakan selesai maghrib aktivitasku yaitu muraja’ah, menambah dan belajar. Hal ini menjadi kewajiban anak panti yaitu harus menghafal minimal juz ‘amma.
Cinta pertamaku
Pada pagi harinya, seperti biasanya sehabis sholat subuh para santri melakukan tugas mereka masing – masing atau lebih tepatnya tugas hariannya, mulai dari sapu halaman hingga cuci piring dan semua tugas itu harus kita kerjakan dengan tuntas kalau tidak pasti akan ditanyakan oleh ustadz.
Setalah bersih – bersih, mandi, sarapan dan lain sebagainya. Aku dan teman – teman berangkat ke sekolah dengan bermacam – macam ulah. Aku yang sehari sebelumnya sedang kasmaran, tentu saja aku teringat dengan tambatan hatiku. Mulai dari senyumnya, tatapan matanya hingga warna sepatunya. Dalam hati dan anganku sungguh sangat berwarna hidupku apabila dia bisa kugandeng tangannya dan mengam bil hatinya.
Setibanya di MTs, suara bell langsung menyambut kita untuk segera masuk kelas. Tanpa basa – basi Jumhan dan Daeng berlari langsung masuk kelas, aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua
“Boooos, kita masuk dulu yaaa” teriak Jumhan sambil balik ke belakang
“siip boss” teriak andhika sambil mengangkat tangannya.
Setelah istirahat aku keluar dari kelas, enah bagaimana dia ada dalam pikiranku, khayalanku. Aku seolah – olah sibuk dengan kesibukanku sendiri.
Tidak kusadari Jumhan menepuk bahuku
“anna menna lagi nagapain” tanya Jumhan
“aiidah tidak apa – apa” jawabku
“eh, kok melamun ?” tanya Jumhan heran
“tadi malam kamu kan bilang sama aku, kalau kamu suka sama aku sama eka, bagaimana sekarang?” tanya jumhan sambil meminta solusi.
“yaa, terserah kamu dah” jawabku sambil mengangkat bahu.
“gini aja, kamu harus nembak sekarang. Mumpung lagi Istirahat” kata Jumhan
Sebelum aku menanggapi solusi yang diberikan olehnya, tanpa basa – basi Jumhan langsung menarik lenganku dan membawaku ke depan kelasnya Eka. Sebelum sampi di depan kelasnyanya Eka. Aku minta pada Jumhan agar lewat belakang kelas, karena waktu itu aku sangat grogi dan rasanya tubuh ini seperti panas demam
“sitt, tunggu sini dulu, aku lihat kondisi” kata Jumhan
“sipp” kataku
Tidak berapa lama kemudian Jumhan muncul, tanpa basa – basi dia langsung menarik lenganku dan menarik lenganku, menyuruh untuk mengungkapkan perasaanku. Pada Eka, setelah sampai di depan Eka, tubuhku panas dingin darahku rasanya, mulutku seakan terjahit oleh tukang jahit karena tidak bisa bicara. Ketika aku mau mengungkapkan perasaanku aku seolah – olah ditodong oleh perampok.
“E e eka, aku cinta padamu” aku mengungkapkan perasaanku dengan terbata – bata, entah kenapa aku bisa bicara gagap ketika berhadapan dengan dia. Sebelum dia menjawab pertanyaanku, tiba – tiba dua teman laki – lakinya berdiri di depanku. Berdirinya mereka di depanku tentu saja hatiku kesal dan bercampur marah, darahku langsung mendidih karena marah. Karena rona muka yang marah langsung saja Jumhan bertindak mendorong mereka untuk menjauhi kita berdua
“e boss jangan begitu dong ini orang mau pacaran” perintah Jumha
“waa enak dikit dong” kata salah satu dari mereka
“siapa yang duluan, kamu yang cari gara – garakan” kata Jumhan
“duel kalau berani” gertak salah satu dari mereka
“oke, kutunggu di belakang sekolah” jawab Jumhan
Aku hanya diam karena marahku sudah mencapai klimaks, dan jumhan langsung menarikku menunggu di depan gerbang. Setelah kejadian itu,suasana dalam MTs sedikit ribut. Dan teman – teman langsung mengililingiku dengan berbagai pertanyaan dan pendapat.
Arianto dan Bambang langsung mengambil pedang dan benda tajam lainnya di panti untuk mengantisipasi kecurangan yang mereka lakukan.
Tawuranpun tidak dapat dielakkan, sehabis belajar kita langsung menunggu Alek dan gengnya di depan pintu gerbang. Kulihat wajah Jumhan tidak sabar ingin menghajar mereka, inilah momen yang sangat suram bagiku, ini merupakan kasus pertama dan terakhirku berkelahi untuk memperebut perempuan. Aku hanya menjadi penonton terbaik saat itu, aku hanya berdiri seperti patung yang hanya bisa menahan amarah. Di arena perkelahian itu kita ditonton oleh orang sma islam, dalam perkelahian itu, Jumhan langsung mengunci gerakan lawannya sehingga lawan tidak bisa bergerak. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya mereka berbuat curang dengan menarik Jumhan hingga terjatuh, atas kelakuan ini membuat Syamsuddin marah dan langsung mengambil batu untuk menantang mereka berduel
“siapa yang berani, ayo maju kelahi dengan saya” tantang Syamsuddin
Sungguh diluar dugaan tidak ada temanya Alek yang berani untuk berkelahi, karena tidak ada yang berani maka dia langsung gabung dengan kita. Setelah selesai berkelahi, yang mengherankan ternyata kita jalan berbarengan dengan lawan kita. Yang membuat aku kagum pada Jumhan yang begitu gentleman minta maaf karena telah melukai lawannya, sambil memeluk dia mengatakan
“boss, maafin aku ya aku sangat menyesal”
Kulihat raut muka sahabatku yang satu ini begitu tulus minta maaf dan menyesali perbuatannya. Tetapi kulihat Alek begitu marah atas kekalahnya dan berjanji akan membalasnya dengan mengancam
“tunggu saja, akan kupanggil preman kampung” ancam alek
Berjalan dikerumunan orang, sepanjang jalan aku hanya melamun yang walaupun jalan dipenuhi oleh rombongan orang sekolahan. Maka sudah otomatis orang – orang melihat kita dengan heran. Sampainya di panti aku langsung masuk ke dapur untuk makan. Tengah asyiknya menikmati lezatnya makanan, tiba – tiba terdengar teriakan
“ hoy hooy ada perkelahian, ada perkelahian”
Mendengar teriakan itu, aku kaget setengah mati, makanan yang aku makan seperti obat yang sering diberikan oleh dokter pada pasiennya, air yang kuminum seperti menendang tenggorokanku dengan segera aku pergi keluar dimana teman – teman berkumpul.
“Sandi siapa yang berkelahi?” tanyaku pada Sandi
“Metrik dengan Ramon, di sana juga ada bambang” jawab sandi
Tidak lama kemudian muncul roy dari dalam kamar dan bertanya “mana metrik?”
“itu” kata sandi dambil menunjuk metrik dan beberapa teman yang lain masuk ke dalam panti. Berbagaimacam ekspresi yang kulihat saat itu, ada yang bangga menceritakan saat mereka berkelahi, ada juga yang geram atas ketidakpuasan mereka dalam menghajar lawan.
Selang satu jam kulihat sekelompok orang yang berwajah sangar, galak dan berteriak “hoooy banggsat” sambil mengangkat kayu, besi dan segala apa yang menjadi senjata mereka untuk menyerang asramaku. Melihat preman yang datang, sandi langsung berteriak “ itu mereka datang, itu mereka”.
“Dugh” jantungku berdetak dengan kencang, karena panik bercampur takut dan kaget. Tanpa pikir panjang aku dan teman – teman langsung lari tunggangg langgang, ada yang bersembunyi di kamar mandi, ada yang lari entah kemana. Sedangkan aku bersama yang lain lari lewat belakang panti dan loncat pagar. Entah aku lari kemana, keluar gang masuk gang sampai di gang sempit aku berhenti tarik nafas yang sudah naik turun dari tenggorokan ke perut, dengan begitu nafasku minta untuk ditenangkan.
Pada saat itu aku dan dua teman yang lain sedikit merasa aman dari orang yang berwajah sangar itu. Namun sedikit panik karena mau tidak mau harus cari jalan keluar untuk mendapat jaminan keamanan. Kitapun menyusuri jalan sempit tersebut menuju jalan raya, entah apa yang mau kita perbuat kita tidak tahu.
Namun di perjalanan kita ditegur oleh dua siswi SMA katoli
“Dik, kenapa kok panik begitu?” tanya salah seorang diantara mereka
“gini ka, kita habis dikejar oleh preman, dan preman itu masih ada di panti Asuhan Muhammadiyah sekarang” jelasku sedikit panik
“terus” tanyanya sedikit panik
“gak tahu apa yang harus kita lakukan sekarang” jawabku sambil melirik kedua temanku itu
Tanpa pikir panjang salah satu dari mereka langsung menelpon kantor polisi
“hallo pak, ini ada anak panti asuihan Muhammdiyah yang sedang dikejar oleh preman, bagaimana ini pak” tanya seorang siswi sma katolik tersebut
Kamipun menunggu dengan cemas, apakah polisi itu akan menjemput kami atau tidak. Dan yang paling cemas antara kita berdua adalah aku. Bagaimana tidak baru pertama kali aku menikmati indahnya nyantri di Panti Asuhan, sudah buat kasus, itupun kasus kali keduanya di Asrama yang hamipir digebukim oleh preman.
Dalam benakku selalu berfikir apakah ustadz akan marah atau bagaimana reaksi beliau ketika melihatku nantinya, tidak bisa kubayangkan. Yang kau bayangkan ketika emosi beliau meledak maka akan seperti bom – bomnya Amreika yang meledaki dua negara yaitu Afghanistan dan Irak, dan raut muka beliau seperti si jago merah yang melahap hutannya Kalimantan. Jika seandainya itu terjadi maka tidak ada jalan lain bagiku kecuali tawakkal kepada –Nya.
Tetapi tidak kusadari salah satu siswi tersebut menegurku
“dik, polisi itu menyruh kalian untuk datang ke kantornya, tahukan jalannya”
“ya ya tahu mbak” jawabku dengan semangat 45
Sesuai dengan petunjuk dan saran kedua siswi tersebut kamipun menyusuri jalan sambil berlari dan tidak memakai sandal, semua kita lakukan karena kita kaget. Sesampainya di Resort kantor polisi Sumbawa tanpa ragu akupun masuik masuk dan segera melaporkan kejadian – kejadian yang aku alami. Dan kedua temanku menungguku di luar karena takut dengan wajh polisi yang sangar dan emosi tempramental.
Akupun masuk ke dalam kantor polisi, ya maklumlah karena aku adalah biang masalahnya. Di dalam kantor aku di introgasi dengan berbagai pertanyaan, mulai dari pertanyaan yang serius sampai pertanyaan yang bernada mengejek. Sungguh wahai saudaraku, pernyaan mereka kerap kali membuat amarahku naik 180 derajat, ingin sekali rasanya tanganku ini menonjok muka para polisi tersebut. Bahkan lebih para lagi, salah satu diantara mereka hampir menempelkan kenang – kenagan untukku dengan sebatang rokok baru yang dihisabnya. Oh sungguh tragis apa yang kualami, sudah jatuh ketiban tangga lagi mungkin itulah masalah yang kualami saat itu. Belum selesai masalahku dengan para preman aku sudah dapat kado spesial dari Ustadz yang tercinta.
Saat itu, aku bali ke asrama kulihat orang – orang masih ramai di sana. Teman – temanku semua kaget melihatku di atas mobil tahanan polisi. Kondisipu mulai reda ketika polisi itu datang. Amboy, kulihat Arianto tiba di panti dengan nafas yang ngos – ngosan. Kadang naik kadang turun dan nafasnya seperti dicabut oleh malaikat maut. Sekan – akan setengah nafasnya naik ke tenggorokannya. Dengan serta merta ia langsung dipeluk oleh ibu Zubaidah, agar dia bisa tenang dan nafasnya kembali seperti sedia kala.
***
Pasca pengrebekan dan pengepungan itu, kita disuruh oleh Ustadz istirahat untuk persiapan sholat Ashar. Akupun istirahat dan merebahkan tubuhku sejenak untuk menenangkan fikiran dari masalah yang aku hadapi. Tetapi aku tidak bisa tenang karena yang terbayang dalam fikiranku adalah kado spesial dari Ustadz kepadaku, kado yang aku maksud adalah hukuman dan celaan dari ustadzku yang tercinta.
Ternyata dugaanku tidak salah setelah sholat Ashar aku diintrogasi oleh Ustadz dengan pertnayan yang bertubi – tubi, tetapi masih sempat guyon sama kita, dan salah satu celaan ustadzku yang paling mutakhir membuat kita tertawa adalah
“coba kalian lihat Bonang ta, hampir mati karena nafasnya sudah naik semua ke atas, ah ah ah gitu saking capeknya”
Mendengar pernyataan ustadz kami hanya senyam senyum dan tidak berani menampakkan suasana gembira, takutnya marah ustadz meledak seperti bom, itu yang paling aku takuti selama aku masih tinggal di PAM.
Kita hanya mendengar nasehat – nasehat ustadz yang sangat mendidik. Tetapi disela beliau memberi nasehat terkadang juga beliau mencela kita dengan celaan yang khas, seperti menyebut nama desa, warna kulit dan pokoknya apa apa yang menjadi ciri khas para santri. Diakhir nassehat beliau kita diberikan perintah untuk selalu berssama ketika pergi ke sekolah
“okelah kalau begitu, jika kalian pergi ke sekolah harus kompak, tidak boleh ada yang sendirian, ingat yaa”
“yaa ustadz” jawab para santri dengan kompak
Para santripun berhamburan keluar dari masjid dan herannya mereka tidak pernah sedih atau cemas malahan mereka mengejek satu sama lainnya atau mereview kejadian yang mereka alami. Aku diantara santri yang menjadi sasaran ejekan dan godaan oleh santri yang lain bahkan ustadz sering menggodaku dengan batuk yang dibuat – buat atau menyebut nama wanita yang menjadi primadonaku. Mendengar ejekan dan godaan dari ustadz dan teman – teman tentu saja aku malunya setengah mati, bagaimana tidak? Dengan kejadian itu seolah – olah dunia telah khatam bagiku. Dan salah satu teman yang tidak pernah berhenti menggodaku adalah Rusling dengan sindiran “ Eka e, eka e” kata – kata Rusling membuat aku gemas dan ingin menendang pantatnya, aku mengejarnya diapun berlari masuk kamar lalu pintu kamar dikunci seraya berteriak dengan sekeras – kerasnya “ekaaaaaaaaaa”
Sungguh mati
Aku jadi penasaran
Sampai matipun
akanku perjaungkan
memang dia yang paling manis
diantara siswi MTs hahaha
“oke oke oke, kau menang sekarang, tapi ingat nanti” ancamku padanya
“oke siapa takut ha ha ha”
Akupun masuk kamar dan mengganti pakaian sholat dengan pakaian sehari – hari dan beraktivitas sebagaimana biasanya.
Tradisi balas dendam
Pada malam harinya, kita mendengar kajian Ustadz jama’an tentang Fiqih Jihad, yang mana belaiu mengupas tentang aksi para terorisme yang melanggar syari’at Islam beliau berkata jika terorisme itu bukan syari’at Islam itu sebuah kemunkaran yang mengatasnamakan islam
Salah seorang santri bertanya kepada beliau “ustadz bagaimana dengan aksi pengeboman yang dilakukan oleh para terorisme yang mengatasnamakan jihad fi sabilillah?”
“sebellum kita berbicara masalah jihad fi sabilillah kita harus bisa membedakan antara jihad dan teror. Secara etimologis jihad adalah kesulitan dan kemampuan. Sedangkan secara istilah jihad berarti mengerahkan segenap kemampuan dijalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat – kalimatnya, membela agamanya, memerangi musuh – musuhnya dan juga dalam rangkan mencegah kedzliman, pelanggaran dan kejahatan seseorang. Sedangkan teror adalah taku atau ancam dan pengeboman yang dilakukan oleh Amrozi dan teman – temannya adalah tindakan teror yang bermotif meneror pemerintah atau bisa jadi memberantas maksiat. Teror itu sendiri merupakan upaya menempuh cara – cara kekerasan untuk mencapai target atau cita – cita yang mereka idamkan yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai kekuasaan. Ini biasanya dilakukan sebagai ungkapan kemarahan dan penentangan terhadap pemerintah resmi karena mereka tidak memenuhi tuntutannsya. Namun jihad sering disalah artikan oleh kaum muslimin, yang mana jihad diidentikkan dengan segala tindakan teror dan anarkis untuk membunuh orang kafir tanpa kecuali dan memrangi penguasa yang berbuat dzalim, sebagaimana yang diyakini oleh orang yang berpaham sesat khawarij dan takfiri. Inilah penyebab kian rancu nya makna jihad yang syar’i, padahal jihad itu merupakan amalan yang agung, mulia dan suci. Jihad dalam Islam bersih dari tindakan anarkis dan melampui batas. Ajaran Islam melarang membunuh kafir mau’ahd, kafir msta’min serta para wanita kecuali mereka terbukti berpartisipasi memerangi kaum Muslimin” kata beliau menjelaskan tentang jihad
“kalau begitu golongan kafir mana yang wajib kita perangi?” tanya Jumhan
“adapun golongan kafir yang boleh kita perangi, ehem ehem” jawab beliau sejenak untuk menghilangkan suara serak beliau “sampai mana tadi?” tanya Ustadz
“golongan kafir yang boleh kita perangi ustadz” jawabku pada beliau
“baik dalam Islam kafir dibagi atas tiga golongan pertama kafir harbi mereka adalah orang yang tidak mau menerima dakwah islam dan tidak mau membuat perjanjian kepada pemerintah Muslimin. Ringkasnya orang kafir yang menentang dan memrangi Islam. Kafir golongan ini tidak ada hak untuk dilindungi. Bahkan apabila mereka memerangi orang Islam, wajib hukumnya orang Islam membela diri, sekaligus menegakkan syiar Islam di bumi Allah swt. Golongan kedua yaitu kafir Musta’min, golongan kafir ini adalah kafir yang masuk ke negeri Islam dengan aman misalnya kafir harbi yang datang ke negeri islam untuk berdagang, berpariwisata atau menjalin kerjasama antar dua negara. Golongan kafir ini mempunayi hak untuk dilindungi pada waktu dan tempat terbatas karena mereka meminta keamanan.
‘golongan ketiga adalah kafir Mu’ahad, kafir ini merupakan orang kafir yang tinggal di negerinya tetapi antara kita dengan mereka terikat perjanjian untuk tidak saling memerangi, dengan catatan selama orang kafir tidak melanggar perjanjian maka wajib bagi orang Islam untuk tudak melanggarnya’
‘adapun golongan terakhir kafir dzimmi atau yang disebut dengan ahlus dzimmah yakni kafir yang tinggal di negeri Islam dan mereka hidup aman di bawah penguasa Islam. Tetapi dengan syarat mereka membayar Jizyah (sejenis pajak)harta yang dibayar oleh ahli kitab sebagai jaminan kemanannya, dan golonga kafir yang terkahir inilah yang banyak hak dan kewajiban kita penuhi terhadap mereka’
‘untuk itu, anak – anakku sekalian, kuatkanlah aqidah kalian karena sesungguhnya Allah swt berfirman dalam surat Al – Ahqaf ayat 13 “innalzhi naqaluu rabbunallahu tsum mastaqamu fala khaufun ‘alaihim walahum yahzanuum yang artinya sesungguhnyda orang – orang yang yang menyatakan tuhan kami Allah” kemudian mereka beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak pula berduka cita”
“nah, anak – anakku, mulai sekarang mantapkan aqidah kalian supaya tidak terjebak dengan pemikiran dan aqidah sesat khawarij, jangan sampai kalian terjebak dengan aliran – aliran sesat itu, yang mana aliran itu cenderuing mengafirkan pemerintah muslim atas dosa besar yang mereka lakukan. Sudah banyak pemuda atau generasi muslim yang terjebak dengan aliran – aliran semacam ini. Untuk itu, mantapkanlah hati dan aqidah kalian, mungkin ini saja yang dapat saya sampaikan, WASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH”
Pidatonya Ustadz Ahmad Jama’an membangkitkan semangatnya para santri, menggelorakan semangatnya para santri yang sudah kendur kemudian disirami dcngan motivasi semacam itu, saking asyiknya mendengar dan menyimak setiap untaian kata dari ustadz tidak terasa adzan sudah menggelgar di masjid yang lain. Kitapun sholat berjama’ah yang dipimpin oleh ustadz ahmad jama’an. Setiap beliau melantunkan ayat – ayat suci Al – Quran, terasa begitu menyentuh. Karena suara beliau yang begitu sendu dan menghayati setiap makna surat yang dibaca oleh beliau.
Selesai sholat aku dan teman – teman langsung berhamburan keluar dari masjid, berbagai macam aktivitas yang kita lakukan sehabis sholat. Tiba – tiba kudengar suara teriakan “ada Anjing masuk ke dalam halaman panti”. Teriakan itu langsung disambut oleh para santri panti yang lain, untuk mengepung anjing yang masuk itu, masing – masing dari mereka langsung mengambil peralatan untuk menghuikum tahanan yang masuk.
“tutup semua pintu gerbang” Andhika memberi komando
Kulihat teman – teman begitu semangat dalam menjarah anjing yan masuk itu, seolah – olah mereka sedang berperang menghadapi musuh dalam perang Badar. Disamping itu, taktik jugapun diatur ketika mengepung anjing itu, ada yang mengejek, ada yang menghadang dan ada pula yang menjaga area yang genting seperti serambi masjid yang mana jika Anjing itu naik ke emper masjid maka kita akan kena sangsi oleh ustadz yang tercinta.
Dalam pengejaran itu, semangat membara tampak disitu, saking semangatnya kita lupa dengan nasi yang kita tinggalkan di dapur, karena kita fokus pada Anjing yang lari dari pengejaran kita.
“itu dia, itu dia” kata Abdurrahman menujuk kearah Anjing yang berlari itu.
“me asu nan Daeng?” tanyaku sambil menoleh ke samping kiri dan kanan.
“itu masuk kamar mandi mungkin dia mau mandi junub kali, hahaha”
Aduh, canda temanku yang satu ini membuat tawaku meledak tak tertahankan, perutku bergoyang – goyang seperti goyangnya Inul Daratista. Aku terus mencari dan mencari tapi tak ketemu juga, kemana larinya buronanku yang satu ini
“Daeng, mana Anjingnya?” tanyaku pada Abdurrahman
“Anjingnya tidak ada yaa, berarti sudah mandi junub dia itu” ujar daeng padaku
“junub, junub junub apanya Daeng, Anjingnya saja tidak ada” kataku sambil menahan tawa
“waah, perlu detektif kalau sudah gini” katanya sambil tersenyum
“oke” kitapun melanjutkan melanjutkan pencarian buronan kita, kira – kira berapa jam kita tidak melihat sang buronan, suasana hatiku sudah membara. Namun suasana hatiku cair ketika kudengar guyonannya Daeng
“ayo bro, keluarlah entar kau ku sate nanti”
Setelah berapa lama kita mencari ternyata.....
“Daeng mana Anjingnya?” teriak Rusling
“ini dalam pencarian” jawab Daeng
Tidak sengaja aku menginjak ekor anjing itu, diapun berteriak....
“ini di dalam got, dalam got bro” teriakku
“mana mana?” tanya Daeng
“itu, na na na ketakutan dia” jawabku sambil menujukkan Anjing yang sembunyi dalam got tersebut
“bangsat, kurang ajar, mati kau sekarang” kata Daeng sambil mengeruk Anjing dengan gala yang dia miliki. Sekian jam, sekian menit akhirnya Anjing itu keluar juga dengan lolongan sedihnya. Kitapun menghajar dan memukul anjing itu tanpa ampun, entah rasa prihatin kita sudah mati atau tidak, mungkin hati kita sudah dirasuki oleh dendam yang tersumbat.
Anjing itu melolong...
Kita terus memukulnya tanpa ampun dan tanpa hati, sampai Anjing itu tewas ditempatnya. Setelah Anjing itu tewas... kita pun bersuka cita menyambut keberhasilan kita, seolah – olah anjing itu seperti lawan perang yang menyerang.
Ahhhhhh.......
Kitapun melepas kelelahan setelah menyerang anjing itu hingga tewas. Di dalam ruang istirahat seperti biasanya langsung bertabur dengan gosip yang bergentayangan. Masing – masing dari kita menceritakan kembali bagaiman cara kita membunuh sang penyelundup.
Dugem ala santri
Lelah, keringat mengalir, udara pada malam hari serasa membelai seluruh tubuh kita. Ruangan seakan – akan seperti orang jual sate madura yang sedang mengipas satenya agar cepat matang. Keringat mengalir seluruh badan diirngi dengan kipas yang membelai badan kita dan menambah ramainya suasan itu. Namun dari dalam kamar terdengar suara musik yang menggelora. Sehingga mengundang kita untuk menikmati alunan yang diiringi dengan goyangan.
Lalu kamipun masuk ke dalam kamar itu.....
“fer, gak masuk” tanya Andhika
“nanti aja, puanaass benarrr deta rua” jawabku sambil mengipas badanku yang keringatan
“oke bozzz” katanya
Tidak berapa lama kemudian, kudengar suara teman – teman yang ramai, dengan teriakan entah apa artinya. Tapi kata – kata yang paling sering kudengar siirrrr, hiyaaa, lanjuuuut. Hatiku penasaran, lalu akupun masuk. Aku kaget dan tersenyum melihat mereka menari dengan berbagai gaya mulai dari hip hop, keroncong, gaya bencong hingga tarian ngebor yang membuatku terbengong – bengong
“fer. Gak ikut” tanya Rusling
Pertanyaan itu membuatku tersenyum dan menggelengkan kepala
“masya Allah, awas ketahuan oleh Ustadz” kataku mengingatkan mereka
“aahh... gak apa – apa, gak usah dipikirin Bro, nyantai kayak di pantai” jawab Rusling sekenanya
“fer, ayo” ajak Jumhan
Akhirnya aku tergoda dengan ajakan mereka untuk nari yang tidak karu – karuan itu. Dalam ruangan banyak kejadian yang seronok bahkan boleh dikatakan dugem ala santri panti asuhan Muhammadiyah, musik yang adapun beraneka ragam mulai dari keroncong hingga disco. Namun tiba – tiba suara musik dimatikan
“teman – teman”teriak Rusling sambil melambaikan kedua tangannya “dengarlah jeritan hatiku yang aku persembahkan lewat puisi yang judulnya aku tak tahu”
Kita semua terbengong dengan, teriakan itu seperti orasi bung karno ketika menyemangati rakyat Indoonesia ketika berperang. Pada awalnya menengadahkan kepalanya keatas, hening seketika..
“dengarkan” kata Rusling
Kupandangi wajah jelita
Kian menarik tapi aku tak tertarik
Hati bergetar tapi aku tak gentar
Gentar karena apa? Aku tak tahu
Sayang, seandainya kau tahu
Ingin kucium keningmu
Tapi.. kau belum keramas
Malas, karena perut ini mulas
Tentu saja karena aku pemalas
Hpku berdering dering –dering
Sms datang aku pusing
Masya Allah pusing karena apa?
Aku tak tahu
Dari tadi pusing
Obat tak dapat
Dikasih pracetamol
Eh... ternyata adikku ngompol
Oh tuhan tolonglah hambamu ini
Yang lagi kasmaran dan penasaran
Makanya jangan heran, jika wajahku sangat rupawan
Beli mentimun sama Aurah kasih
Matur nuwun
Terima kasih hahaha
Akhirnya Rusling mengakhiri puisinya dengan diplomatis
”haram jadah benar kau Rusling, saya kira puisi apa yang kau pamerkan pada kita” maki Andhika dengan senyum
“ekspresi bro, ekspresi” kata Rusling
Kitapun melanjutkan dugem yang tertunda karena puisi yang dipersembahkan. Bosan dugem kita lanjutkan dengan ekspresi yang lain yaitu dengan karate dan lain – lain
Semua kegiatan itu, kita kerjakan dengan hati – hati agar tidak ketahuan oleh Ustadz, sebab kalau ketahuan maka celaka dua belas yang kita dapat dan sudah tentu kita menerima ganjaran dari Ustadz.
Main Kartu
“bro, kita remi yuk mumpung ustadz lagi tidur” usul Jumhan
“oke, tapi kalau minum air lima gelas ya” tantang Andhika
“oke, siapa takut” jawab jumhan “kalian gimana
Tidak ada yang menjawab akhirnya terjadilah kesepakatan
“sediakan gelas dan ember di dapur” perintah Andhika
“nggak apa – apa” jawab mereka
Pada malam itu, akhirnya terjadilah permainan remi, entah sampai jam berapa selesainya. Di tengah asyiknya mereka main remi tanpa mereka sadari tiba – tiba ada yang ngetuk pintu, tuk tuk tuk
“siapa?” tanya Jumhan
Tapi diluar tak ada jawabannya, dan jumhan mengira itu salah satu santri dari panti asuhan
“dayat, jangan main – main kau” ancam Jumhan
Karena marah jumhan langsung mengetuk pintu. Namun “dugh” mukanya langsung pucat
“ustadz ada apa?” tanyanya sambil menyembunyikan rasa ke khawatiran dan memberikan komando pada teman – teman yang lain agar menyembunyikan kartu yang mereka pakai
“nggak ada apa – apa, apa yang sedang kalian kerjakan
“nggak ada Ustadz, kita nggak ngapa – ngapain” jawab Jumhan dengan ekspresi tanpa dosa
“o o o” kata Ustadz mengangguk
Lalu ustadz masuk kamar dan mengecek kebenaran kata – kata Jumhan. Selain itu, ustadz juga bercanda dengan kita
“aidah, lenge rusling pee” kata ustadz sambil tersenyum
“astaghfirullah ustadz orang seganteng ini dikatakan jelek, apa kata dunia” kata Rusling dengan ekspresi yang memelas
“tutu dean ustadz, nan tai mata masih peno” kataku sambil terkikik
“fer, jangan gitu dong” bisik Rusling sambil menyenggol pundakku dan berharap Ustadz masuk kamarnya, teman – teman yang tergabung dalam permainan harap – harap cemas akan tindakan Ustadz yang selanjutnya, karena jika ketahuan maka sandiwara teman – teman berubah total. Dan akhirnya perbuatan teman – teman tidak ketahuan juga. Karena ustadz masuk kamar tidur untuk istirahat. Kegiatan itu dilanjutkan setelah bosan baru teman – teman lanjutkan dengan PS. Inilah yang membuat anak panti begitu malas ketika bangun dan shalat subuh, dan tak heran jika ustadz terus menassehati agar tidak ngantukan di waktu subuh.
Pengumuman hasil ujian
Pagi menyambut, ayam dan katak berdzikir di waktu subuh, kitapun bangun menunaikan shalat subuh. Pada waktu itu merupakan waktu yang paling bersejarah dalam hidup kita yaitu pengumuman hasil kelulusan. Kelulusan meruapakan sesuatu yang paling berharga bagi kita siswa MTs Negeri Sumbawa, semua siswa tertuju pada satu titik yaitu kelulusan, saking lamanya penantian itu seakan – akan kita dihimpit oleh gunung.
Dugh dugh dugh itulah bunnyi suara jantung kita saat menanti hasil kelulusan dengan harap – harap cemas. Dan Alhamdulillah kita siswa MTs Negeri Sumbawa lulus seratus persen.
Begitu kita tahu bahwa kita lulus seratus persen langsung saja teman – teman berpesta ala mereka. Dan aku lebih memilih pulang dan ngobrol dengan miftahul Jannah pacar pertamaku, ketika dia mengajakku ke kostnya untuk merayakan kelulusan tersebut. Aku dan dia menikmati obrolan dengan suasana indah, canda, tawa terkadang juga ia mencubitku dan terkadang juga ia iseng mengambil rumput lalu dimasukkan ke telingaku. Setelah itu ia lari dengan manjanya. Lalu kukejar dan kutangkap ia. Karena sama – sama kelelahan aku memandangi wajahnya yang begitu indah dan bisa kurasakan deru nafasnya di hidungku. Akan tetapi Astagfirullah hampir saja aku terjebak dalam lembah kemaksiatan, karena sama malu kita menundukkan kepala dan melanjutkan obrolan yang sempat kita tunda. Sungguh indah suasana hatiku saat itu. Entah syaitan apa yang merasuki hatiku ingin sekali aku menciumnya dan terkadang juga ingin memeluknya.
Sampainya di panti, aku seperti orang yang berlumuran dengan sejuta cinta yang ada dalam hatiku. Semua santri panti heran melihat tingkahku yang terkadang senyum sendiri tanpa sebab terkadang juga seperti orang autis yang sudah ada dalam dunia mereka sendiri.
“Fer, kamu kenapa kok kayak orang gila gitu?” tanya Daeng
“no problem bro” jawabku sekenanya
“ah yang benaaar, jangan bo’ong fer” kata Daeng
“biasalah orang lagi kasmaran” jawabku dengan diplomatis
“o o o o” kata Daeng sambil mengangguk dengan penuh makna
Ketika aku sedang asyik ngobrol satu sama lain. Tiba – tiba dari dalam kamar kudengar suara orang memanggilku
“Fer, bagaimana lulus ke?” tanya Rusling padaku
“Alhamdulillah lulus kamu gimana?”
“lulus sob e lulus” jawabku dengan kegirangan
Kamipun bersuka ria menyambut kelulusan kami, berbagaimacam seremoni yang dilakukan oleh teman – teman. Ada yang pergi ke PS, ada yang pergi seliper ate, batu gong kesemuanya perayaan itu terkendali dengan sendirinya, ketika waktu ashar menyambut semusa santri pulang ke asrama untuk sholat.
***
Setelah shalat ashar seperti biasanya ustadz faisal bercanda dengan kita. Namun kali ini ustadz sangat gembira menyambut kesuksesan dari hasil belajar kami. Terkadang juga ustadz guyonan mengenai setiap kelakuan kita selama di panti
“Marok dimana kau lanjut sekarang?” tanya ustadz pada Rusling
“di MAN 1 sumbawa besar ustadz” jawab Rusling
“Andhika?”
“tidak tahu ustadz” jawab Andhika
“untuk anak – anakku sekalian yang saya cintai. Sonsonglah masa depan. Karena perjalanan kalian masih panjang inniam’al ‘isriyusraa artinya sesungguhnya setelah kesusahan pasti ada kemudahan”
Kata – kata itu selalu terngiang dan tertanam dalam hati kita. Seperti biasanya, para santri melakukan tugas harian seperti biasanya, terkadang ceria terkadang juga sedih yangsedihnya entah kenapa?.
Sementara aku.......
Fikiranku melayang entah kemana, aku tak habis pikir kenapa aku selalu memikirkan cinta pertamaku, dalam khayalanku aku seolah – olah bermain dengan dia ndah sekali ceritanya seperti cerita Romeo dan Juliet
Namun tiba – tiba........
Plak.. tangan Jumhan menepuk pundaku, sentak saja aku kaget setengah hidup, aku menoleh padanya.
“kenapa?” tanyaku
“nggak apa – apa, kok ngelamun?” daeng balik bertanya
“ ya beginilah aku” jawabku sekenanya
“oooooooo aku mengerti” kata daeng tersenyum padaku mengungkapkan suatu yang misterius
“Ngerti apa boss?” tanyaku penasaran
“hahaha nagku aja boss, kalau kamu lagi kasmaran dengan si Miftahkan” Daeng
Aku hanya diam seribu bahasa, karena saat itu otakku benar – benar telah diracuni olehnya mulai dari senyumnya, warna pipih yang kemerah – merahan. Seolah – olah dunia ini nan indah, yang mana cinta menurut pujangga Cerita Indah Nan Tetap Abadi, itulah yang rasakan.
Tidak terasa, waktu Maghrib datang dan tersenyum menyambut kita, para santri yang lainpun pulang dan siap – siap untuk sholat Maghrib. Seperti biasanya sehabis shalat kita disuruh oleh ustadz oleh ustadz muraja’ah dan menambah hafalan. Akan tetapi, seperti biasanya ada, ada saja ulah para temanku. Ada yang bermain ada ada yang bahkan ada pula yang tidur bahkan ada pula yang beli makan di rumahnya Bu Kessi.
***
Setelah shalat Isya, para santripun makan makan kemudian sehabis belajar menjelang jam sembilan kita disuruh istirahar oleh ustadz. Dan bukannya istirahat yang kita kerjakan malah kita dugem ala santri panti asuhan muhammadiyah, ada yang joged jaipongan, ada yang joged ala inul daratista dan lain – lain. Yang paling mencengangkan yakni dengan teriakan
“tangan diatas, goyangkan badan, semua teriak yo yo yo” kitapun mengikuti komandonya Andhika. Suasana di dalam kamar melebur menjadi satu, seakan – akan dunia telah menjadi tawanan kita. Sampai kegiatan itu berhenti ketika mendengar teriakan Rusling
“sish.... ei ada ustadz bro”
“cepat, cepat sembunyikan MP3 dan sound speakernya boss” jumhan memberi perintah pada salah seorang santri
Dengan penuh semangat kita semua bekerja sama untuk menyembunyikan semua benda – benda yang kita gunakan, ada – ada saja ulah teman – temanku. Dengan ekspresi tanpa dosa mereka akting tidur.
“hey, kok nggak tidur?” tanya ustadz
“ooh itu ustadz, ini kita lagi diskusi” jawab Andhika tersenyum
“oh ya lanjutkan diskusi kalian” kata ustadz pada kita
Setelah ustadz faisal, pergi tidur kita semua berjoget, gembira karena perbuatan kita tidak ketahuan. Ada yang berteriak dengan kegirangan “hore ustadz tidur” setelah puas dugem ala santri,kitapun tidur untuk persiapan daftar SMA atau sekolah yang ingini kita masuki.
Mendaftar sma
Menjelang subuh, seperti biasanya kita sholat berjama’ah dengan ustadz. Setelah shalat subuh ustadzpun menasehati kita dengan penuh kebijaksanaan, dengan motivasikan yang tidak pernah kulupakan
“anak – anak yang saya cintai, ingat firman Allah swt, dalam surah al – insyirah ayat lima sampai ayat delapan yaitu fainnama’al usriyusraa, innama’al ‘usriyusraa, faidza faraghtafansab, waila rabbika farghab, di dalam ayat ini mengandung hikmah yang begitu mendalam yang artinya maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila telah selesai suatu urusan tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, hanya kepada tuhanmulah kamu berharap”
“ingatlah, anak – anakku berusahalah untuk mencapai cita – cita kalian, sakitlah dahulu karena menjadi orang sukses pasti dibarengi denga rintangan maka untuk itu, setelah selesai suatu urusan kerjakanlah urusan yang lain. Karena itu lebih berfaedah”
Itulah kata – kata yang sangat indah dan sering disampaikann oleh ustadz setiap selesai shalat, sampai sekarang kata – kata itu masih terpatri dalam hatiku. Setiap kali ustadz menasehati kita pasti terselip tiga ayat surah al – insyirah dalam setiap pembicaraan beliau.
Kata – kata itu menjadi cambuk bagi kita untuk terus berprestasi. Akan tetapi, karena sudah menjadi tradisi sebagian besar nilai anak panti selalu di bawah rata – rata, entah mungkin karena malas atau karena apa?. Kitapun disuruh bubar oeh ustadz. Karena saat itu bertepatan dengan hari libur, jadi para santri tidak perlu untuk siap – siap pergi ke sekolah, bahkan tidak tanggung – tanggung mereka langsung tidur sehabis dinasehati oleh ustadz. Adapun aku, rusling, andhika, daeng, syamsuddin dan jumhan memilih siap – siap untuk mendaftar ke SMA.
Masing – masing dari temanku memilh sma yang menjadi pilihan mereka, ada yang mendaftar ke sman 2 sumbawa besar, sman 3 sumbawa besar dan man 1 sumbawa besar. Sedangkan aku sendiri mendaftar di SMAN 1 sumabwa yang menjadi favoritku, aku sangat antusias. Dan pada saat itu, aku saja yang berani mendaftar di SMA tersebut, karena nilaiku di atas nilai teman – teman atau santri yang lain. Waktu pertama kali mendaftar, masya Allah begitu banyak siswa yang ingin lanjut di sekolah itu. Sementara aku sendiri hampir tidak diterima karena nilaiku menjadi nilai perbatasan.
Sampainya di SMAN 1, saya lupa bawa salah satu perlengkapan dengan terpaksa aku balik ke panti dan mengambil foto di EKA JAYA, dan itupun aku harus bolak balik dari toko ke sman 1 sumbawa yang jaraknya sekitar 1 kiometer. Aku berjalan bolak balik dari panti, sekoloah dan toko, dalam perjalanan saking cepatnya, aku berjalan dengan gigi tiga tidak peduli dengaan orang yang melihatku entah heran atau mencelaku karena cepat aku berjalan. Kebanyakan orang sumbawa memiliki gengsi yang mencapai seratus delapan puluh derajat yang mana terkadang orang luar sumbawa apabila datang ke Sumbawa maka ia akan kesulitan membedakan mana yang kaya dan mana yang miskin, ini disebabkan karena gaya pakaian mereka hampir sama tapi tak serupa.
Ketika aku berjalan dengan gigi tiga, aku melewati gang – gang sempit dan tibanya di gang mangga 2 tepatnya di depan toko buku intan pariwara, aku langsung diserbu oleh segerombolan anjing, tentu saja aku kaget setengah mati dan hampir saja aku koma delapan detik saking kagetnya. Anjing – anjing itu berteriak menyerangku dengan pasukannya, tentu saja aku lari sebentar, kemudian aku putar badanku dan kusuruh mereka berhenti baru kemudian aku ambil batu dan lansung saja aku bilang ke pemiliknya
“pak anjingnya tolong dikurung kalau tidak maka anjing ini akan mati semua” kataku dengan mata melotot diiringi dengan senyum
“ya nak, ya nak” jawab pemilik Anjing itu
Baru kemudian hati dan fikiranku tenang setelah Anjing itu dipanggil oleh tuannya. Dan akupun meneruskan untuk mendaftar ke SMA 1, setibanya di sana aku lihat para calon siswa begitu antusias agar bisa menjadi murid sekolah pavorit itu. Aku masuk ke dalam stand staf pendataran siswa baru SMA 1 Sumbawa, dengan penuh tergesa – gesa aku memberikan semua berkas – berkasku semua diperiksa, dan Alhamdulillah itupun dimasukkan. Namun ketika aku berikan uang administrasi ternyata ada yang kurang yang berkisar lima ratus ribu rupiah
“Nak, uangmu masih kurang sekitar lima ratus ribu rupiah” kata salah satu guru SMA 1 yang kalau tidak salah itu guru matematika.
“terus bagaimana, bu” tanyaku dengan wajah cemas
“kamu harus melunasi sampai besok, kalau tidak kamu akan gugur” kata pak herman
“ya ya ya pak, insya Allah, saya akan melunasi sekarang”
Sehabis itu aku, langsung aku keluar cari ustadz faisal dan pak haji taher untuk meminta uang tambahan. Karena kalau tidak percuma lulus diperbatasan akhirnya harus tersingkir juga. Aku lari dengan gigi dua untuk pergi ke rumah pak haji taher dan ternyata beliau tidak ada di rumah, lalu akupun pergi ke kantor beliau dan akhirnya aku bertemu di tengah jalan
“pak ini uang ssaya kurang lima ratus ribu rupiah” kataku
“maaf nak saya tidak punya uang sebanyak itu” kata beliau dengan penuh ke khawatiran
Aku diam sejenak, berfikir, bagaimana cara aku dapat uang dan..............
“pak bagaimana, jika bapak tanggung sebagian dan saya tanggung sebagian dan Insya Allah hari ini saya akan pulang ke desa saya” saranku pada beliau
“ia nak , ini saya kasih uang hanya pas untuk pulang saja” kata beliau menyodorkan uang selembar sepuluh ribu rupiah
Akupun segera minta diri, untuk pulang ke kampungku, setelah itu aku langssung pergi ke kantor ustadz untuk pamit pulang. Sampainya di kantor ustadz, tanpa basa basi aku langsung masuk ke kantor beliau
“assalamu’alaikum, ustadz” kataku sambil mengetuk pintu
“wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, ada apa bagepolak” jawab ustadz
“anu ustadz uang registrasi saya kurang dan besok batas terakhirnya dan saya mau pamit pulang” jelasku pada beliau
“kurang berapa?”
“lima ratus ribu rupiah” jawabku
“kapan pulang?”
“insya Allah besok ustadz” jawabku dengan senyum yang terindah saat itu
Tanpa basa basi aku langsung menuju Blok M, untuk menunggu bus, dan ternyata bus yang pergi ke desaku sudah berangkat. Maka dengan terpaksa aku naik angkot yang hanya sampai desa Sela dan Melung. Sesampainya di Sela aku lihat orang – orang desaku sedang membongkar rumah yang baru dibeli oleh salah satu keluargaku. Aku turun disitu dan aku melihat kakak sepupuku jalan ke arahku
“kak ada bapak di situ?” tanyaku pada kak Yon
“ada si”jawab kak yon
Dengan segera kak yon memanggil bapakku..
“pamaaan, aman ini ada Feri” teriak kakakku yang satu ini
Tidak lama kemudian datanglah bapakku, raut muka yang cerah dengan senyuman yang terindah diberikan padaku
“ada apa, Lam?” tanya beliau
“anu pak uang registrasi saya masih kurang lima ratus ribu rupiah” jelasku pada beliau
“nanti bapak cari” jawab bapakku
Kata singkat itu sangat berarti bagiku, yang mana kulihat guratan wajah ketabahan yang ada pada beliau. Bapakku tersenyum kemudian membelai kepalaku dan mencium keningku, alangkah bahagianya hatiku saat itu.
Setelah selesai gotong royong,kitapun pulang kampung, sesampainya di rumah aku dan bapakku istirahat melepas lelah sambil berbincang – bincang seputar sekolah baruku. Dan bapakku memanggil ibuku
“Nii, ada makanan?” teriak bapakku dari bawah rumah
“ada di atas meja”jawab ibuku yang tercinta
“lam ayo makan” ajak bapakku
Kitapun makan dengan lahap dan menikmati makanan yang telah dihidangkan di atas meja. Aku sangat bersyukur,karena aku masih dikasih makan oleh Tuhan yang maha kuasa. Walaupun aku makan dengan Sepat campur Aru tetapi rasanya seperti di restoran. Oh tuhan betapa nikmatnya kehidupan yang telah engkau berikan padaku. Semua nikat yang telah engkau berikan tidak dapat aku hitung
Dan tiba – tiba bapakku yang menegur
“Lam, terus apa kata ustadz faisal padamu?”
“ya nggak tahu, saya pak. Ustadz langsung menyuruh saya pulang”
Bapakku diam seribu bahasa, entah apa yang beliau pikirkan. Kulihat wajahnya yang begitu tabah dan tidak pernah menyerah yang walaupun sering diremehkan oleh orang kampungku sendiri.
“bapak, tres me luk?” tanyaku pada beliau
“Insya Allah, bapak akan pergi ke Lito untuk pinjam uang pada Haji Man” jawab beliau
“berarti bapak ngenap di sana ya?”
“ya, harus begitu”
Maghrib pun datang menyambut kita, suara adzan datang mengalun – alun dengan syahdunya memanggilku dengan suara yang sangat romantis. Aku bergegas pergi ke masjid untuk shalat berjama’ah.
“bapak tidak shalat di masjid?” tanyaku
“nanti aja Lam, saya belum mandi. Kamu aja dulu” kata Bapakku
Akupun pergi ke masjid untuk shalat Magrib, dalam do’aku sambil berjalan berharap agar bapakku dapat pinjaman uang dari Haji Abdurrahman (Haji Man), dan aku yakin pada saat itu Allah sswt pasti menolong hambanya apabila mengalami kesulitan. Aku berjalan dengan langkah yang sangat pusing sangat pusing. Karena harus memikirkan sekolahku. Yang membuat aku sedih ketika kulihat wajah ayahku yang begitu susah memikirkan uang sekolahku.
Pernah beliau bercerita padaku yang ceritanya begini teman “Lam, ada seorang anak berkata pada bapaknya bahwa ia ingin naik pesawat, lalau bapaknya berkata kalau kamu ingin naik pesawat maka dari sekarang kamu harus tekun belajar dan sekolah. Lam, bapak harapkan pada kalian semua bisa sekolah sebab tidak ada lagi yang bisa bapak banggkan”
Air mataku menetes jika aku ingat harapan beliau padaku, beliau ingin sekali anak – anaknya bisa lanjut sekolah setinggi –tingginya. Sampainya di Masjid Bageloka aku langsung ambil air wudhu. Dan dari belakang ada yang menegurku
“feri, kapan pulang?” tanya Ea Empeng
“barusan Ea e” jawabku “pa rungan sia to” tanyaku pada beliau
“Alhamdulillah, rungan balong si”
Kemudian kitapun masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat magrib berjama’ah, biasanya selesai shalat berjama’ah orang – orang kampungku langsung zikir berjama’ah dengan suara keras bahkan mereka memakai pengeras suara. Yang paling lucu, kalau sudah lelah mengucapkan kalimat La ilaha ill Alla biasanya mereka mengucapkan kalimat itu sepotong – potong. Barisan yang satu mengucapkan La ilah La ilah dan barisan yang lain mengucapkan Allah Allah. Bahkan kalau sudah mencapai klimaks semuanya mengucapkan Allah Allah sambil menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.
Sehabis shalat aku biasanya langsung pulang, karena aku ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku jalan sambil menikmati kampung Bageloka yang sangat aku cintai ini. Oh tuhan betapa indahnya kampungku ini walaupun banyak kotoran binatang di sana di sini. Tetapi aku tetap bahagia dengan desa kelahiranku ini. Sesampainya di rumah, aku masuk dan di sana tidak kulihat bapakku yang tercinta. Maka aku segera bertanya pada ibuku
“emak, mana bapak?”
“pergi ke Lito ke rumah haji Man pinjam uang” jawab ibuku
“emak, ada nasi. Saya lapar, mak?” tanyaku dengan suara sangat manja pada ibuku yang tercinta
“ada si, bao meja makan”
Akupun segera mengisi perutku yang sudah meminta bernyanyi agar segera ditenangkan. Aku menikmati masakan spesial dari ibu yang tercinta, sungguh sangat enak.
Tiba – tiba...
“kak Feri, pidan ka sia mole?” tanya Fauzan padaku
“beru po adi e” jawabku lalu aku cium kening adikku yang imut ini
Akupun makan bersama dengan adikku yang satu ini, sambil makan dia selalu bertanya kepadaku, entah apa yang dia tanyakan padaku. Dan yang paling mengasyikkan dia selalu bisa membuat aku tertawa walaupun umurnya baru empat tahun. Banyak orang yang berkata jika aku dengan dia seperti bukan adik kakak karena tidak ada kesamaan sedikit. Sambil makan adikku selalu minta dimanja entah itu disuap atau dia mengambil setiap lauk yang aku makan.. dan yang paling membuat aku berkesan ketika dia minta saya untuk mendengarkan lagu yang ia nyanyikan
“kak Feri, dengarkan saya nyanyi” pintanya padaku
“iya dik, iya dik. Iya nyanyi cepat” suruhku padanya
Adikku nyanyi dengan suara lancar tanpa ada salah sedikitpun, yang lebih gilanya dia nyanyi sambil goyang geleng kepala atau badan, ibuku hanya tersenyum ruangan tamu dan nyeletuk
“Lam, coba gita adimu kadu, pintar nyanyi ne”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum melihat aksi lucunya adikku yang satu ini. Setelah selesai makan kitapun keluar dari ruang makan dan duduk di samping ibuku, kulihat beliau begitu konsentrasi nonton sinetron Cinta Fitri, ya maklumlah sinetron ini menjadi favorit ibuku. Setelah acara yang beliau tonton diselingi dengan pariwara, beliau menoleh padaku dan bertanya
“Lam, sudah kamu beresin bekas makananmu, nak?”
“belum, bu” jawabku
“ya udah, sana beresin semua bekas makanmu, nak”
“ ya bu” jawabku
Kemudian akupun masuk ke dalam ruang makan untuk membersihkan sisa makananku. Sambil membersihkan bekas makananku, kulihat bekas adikku paling berantakan. Aku hanya menggeleng kepala dan tersenyum dengan ulah adikku yang satu ini. Sambil membereskan sisa makanan, aku bertanya pada ibuku
“emaak, kapan bapak pulang?” teriakku dari dalam ruang makan
“gak nak, insya Allah bapakmu pulang besok pagi”
Masya Allah itulah perjuangan ayahku, yang rela berutang dan nginap di rumah orang hanya untuk melihat anaknya bisa sekolah. Tidak aku rasa air mataku menetes karena begitu besarnya usaha beliau untuk kita, sementara aku dan adik – adikku telah banyak melakukan hal – hal yang tidak berkenan di hatinya. Oh tuhan, ampunilah hambamu ini yang telah membuat orang tuaku murka dan marah padaku.
Setelah selesai membereskan bekas – bekas semua sisa ku makan. Aku langsung bergegas tidur. Aku lelah dan ngantuk karena mengurusi pendaftaran siswa baru di SMA 1, aku pergi ruang tamu dan masih kulihat ibuku nonton dengan asyiknya. Tanpa berkata aku langsung berbaring di ranjang, tetapi aku rasa ada sesuatu yang kurang. Aku bertanya pada ibuku
“emak, mana selimut?”
“di kamar nak” jawab ibuku
“mak, saya mau tidur dengan kak Feri” kata Fauzan
“ya” jawab ibuku
Akupun ke kamar ibuku, dan mencari selimut yang aku perlukan. Karena tidak menemukan lalu aku bertanya lagi
“emaak, tidak ada”
Tanpa menjawab beliau lalu masuk dan mencari selimut yang aku maksud
“kamu ini, kalau nyari jangan pakai mulut tapi pakai mata” tegur beliau padaku
“hehehe” kataku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal
Setelah ditemukan selimut yang dimaksud oleh ibuku, lalu beliau memberikan selimut padaku. Dan beliau keluar dan pergi ke ruang tamu, sedangkan aku hanya mengikuti dari belakang. Sampinya di ruang tamu aku langsung menyerbu kasur dan tidur. Namun tiba – tiba Fauzan datang dan menyelinap ke dalam selimutku
“kak Feri, kak Feri, saya mau tidur”
Lalu aku cium dan kupeluk adikku yang lugu ini, aku tidur dengan sejuta pikiran dalam otakku. Aku tidur dengan mimpi dan harapan semoga aku dapat diterima di sekolah favorit itu, agar tidurku nyenyak dan dapat mimpi yang baik maka aku berdo’a sebelum tidur.
***
Setelah pagi datang menjemput, aku bangun dengan semangat dan sudah kulihat ayahku tiba di rumah kira – kira jam tujuh. Aku sambut beliau dengan senyum dan kucium tangannya walaupun belum mandi
“bapak bagaimana?”tanyaku dengan penuh harap
“ada nak, haji man minjami kita uang sebanyak lima ratus ribu rupiah” jawab beliau denga senyuman
“lalu, kapan saya bisa balik ke sumbawa, bis sudah berangkat dari tadi pagi?”
“nanti kamu pergi bersama dengan kak Yon mu, sudah saya bilang tadi di Lito”
“alhamdulillah” jawabku
Kemudian aku, bergegas mandi ke sungai, dan kulihat orang – orang ramai di sungai. Sampainya di sungai, aku langsung mencebur diri. Dan kulihat teman – teman bercanda satu sama lain.
Tanggal 12 merupakan tanggal yang sangat berharga dalam hidupku, betapa tidak?,
Karena tanggal ini, banyak hari – hari yang bersejarah dalam hidupku baik dalam suka maupun dalam duka, canda, tawa, bahagia, duka dan tangis semuanyu melebur menjadi satu. Pada tanggal 12 juli aku berangkat dari Sumbawa ke Malang,
pada tanggal 12 juni aku diterima sebagai santri Panti Asuhan Muhammadiyah, sehingga bagiku tanggal ini sangat berharga.
Ini merupakan pengalaman yang paling berkesan yang terjadi dalam hidupku yang dimana waktu SD hingga SMA aku sedikit dibiayai oleh orang tuaku. Sewaktu duduk dibangku MTsN Sumbawa aku hanya dikasih uang lima ribu rupiah dalam sebulan bahkan setahun. Sehingga apabila aku berangkat sekolah aku harus jalan kaki bahkan lari dari rumah ke sekolah yang berjarak sekitar 1 kilometer, lain lagi ketika saya duduk di bangku SD aku tidak pernah dikasih uang oleh orang tuaku dan dengan terpaksa aku harus jualan ikan keliling Bageloka dengan teriakan “ maa beli jangan, jangan keee” terkadang juga aku harus bantu – bantu orang untuk dapat uang lima ribu rupiah dari pagi hingga siang atau dari siang hingga sore. Itupun harus melawan terik matahari. Dan sekarang aku bisa kuliah di Universitas impianku yaitu The Real University. Sepertinya aku bermimpi, coba bayangkan di sini bersaing dengan 8000 ribu orang dan aku salah satu orang yang beruntung dengan predikat pas – pasan.
Pada waktu aku berangkat ke Malang, aku ditemani oleh ustadz Ahmad Jama’an. Beliau adalah guru yang paling berjasa dalam hidupku sehingga aku bisa kuliah di Univesitas Muhammadiyah Malang. Selain beliau yang paling berperang membentu karakterku ketika yaitu Ustadz Faisal Salim dengan didikan beliau aku bisa menemukan jati diriku. Yang paling aku ingat yaitu ketika aku ditempeleng oleh ustadzku yang tercinta, Masya Allah rasanya seperti meledaknya bom Hirosima dan Nagasaki. Itu hal yang wajar, karena waktu itu, aku pulang sekolah loncat tembok. Dan dalam anganku yang penting aku cepat nyampai dan cepat makan, tetapi perbutanku langsung dapat ganjaran dari ustadzku yang tercinta.
Sehabis ditempeleng oleh ustadz aku langsung masuk kamar dalam keadaan kesal, sampai hatiku mengumpat dengan perkataan yang tidak sepantasnya keluar dalam mulutku “ya Allah semoga cepat mati ustadz jelek itu”.
Untuk menghilangkan kejengkelan aku gabung dengan teman – teman asrama lainnya untuk berbagi pengalaman atau bergosip. Sudah menjadi tradisi anak panti asuhan muhammadiyah sumbawa besar kalau pulang sekolah harus ngerumpi dulu, gosip tentang pengalaman yang mereka dapatkan di sekolah, baik tentang wanita gebetannya, bola maupun guru yang buat mereka kesal.
Ketika teman – teman bercerita, dengan ekspresi yang menjiwai ada dengan ekspresi lucu, ada juga dengan ekspresi yang menggebu – gebu. Terkadang juga disertai dengan akting yang tak kalah dengan artis yang sudah berpengalaman dalan berbagai film sampai – sampai ada yang ketawanya tidak karu – karuan saking lucunya suasana yang ada ketika itu. Akan tetapi yang membuat ustadz jengkel yakni kebanyakan para santri tidak bisa memanfaatkan waktu mereka atau dalam bahasa Sumabawanya Basalaler. Kalau disuruh hafal Qura’an mereka gosip, kalau disuruh belajar mereka tidur –tiduran. Dan ada satu hal yang tidak bisa aku lupakan dari mereka yaitu kekompakan mereka dalam segala hal. Mulai dari perbuatan baik hingga perbuatan buruk. Cara mereka menurtupi suatu kasus sangant rapi dan teroganisir dan mengalahkan para koruptor yang dilahirkan oleh negara Indonesia. Makanya untuk para koruptor apabila kalian mau menyembunyikan rahasia kalian maka kalian harus mengingat jika suatu saat perbuatan kalian pasti dibongkar oleh Allah swt, ini terlihat ketika aku masih menjadi santri panti asuhan Muhammadiyah.
Guyonnya Santri Panti Asuhan Muhammadiyah
Waktu aku datang pertama kali ke Panti Asuhan Muhammadiyah sangat mengesankan, karena santri di sana begitu ramah dan bersahabat ketika dalam menyambut temannya walaupun tidak mengenal sama sekali. Selain itu, para santri panti asuhan Muhammadiyah terhitung santri yang paling gaya diantara santri pesantren yang lain. Ini kelihatan ketika mereka pergi main – main dengan sahabatnya dan tidak kelihatan jika mereka itu adalah anak yang tinggal di Panti Asuhan.
Waktu aku datang untuk melamar jadi santri panti asuhan Muhammadiyah sama kakakku (Kak Iman) yang sekarang belajar di pondok salafi, aku langsung shalat Isya bersama santri – santri yang lain. Dan Alhamdulillah aku disambut hangat oleh para santri. Ketika aku mau masuk kelas tiga MTsN Sumbawa, dan kebanyakan dari mereka sekolah di MTsN Sumbawa, jadi wajarlah jika mereka mengenalku.
Setelah selesai shalat Isya aku langsung berbaur dengan teman – temanku. Salah satu temanku yang paling akrab ketika itu adalah Andhika dan Syamsuddin atau para santri yang lain sering memanggilnya dengan sapaan Chuss. Akupun diajak masuk dan ngumpul bareng ama santri yang lain, di dalam ruangan itu aku disajikan dengan cerita – cerita lucu oleh para santri. Dan salah satu cerita yang paling aku ingat, ketika Andhika berceerita tentang orang desa yang masuk kota, begini ceritanya
“ada orang Tepal yang masuk ke Sumbawa, ia jalan dengan gaya kota, Masya Allah. Ditengah jalan ia heran dan terbengong – bengong dan bertanya dalam hatinya ‘kok jemuran orang kota tinggi – tinggi sih?” cerita Andhika dengan penuh ekspresi.
Santri yang dengar cerita itu bermacam – macam ekspresi. Ada yang tawa dengan terpingkail – pingkal, ada yang hanya tersenyum. Dan yang paling mengasyikkan mereka bercerita dengan penuh penjiwaan seolah – olah mereka yang mengalaminya. Dan selain itu, cerita mereka seakan tidak pernah habis, kalau yang lain selesai disambung dengan yang lain.
Ketika itu pula aaku dikenalkan dengan Rusling oleh Andhika
“anak ini yang paling banyak cerita lucunya” kata Andhika
“ayo Marok, ceritakan cerita lucumu” kata Daeng
“gini” kata Rusling “ada orang desa masuk kota untuk rekreasi dan belanja pakaian. Sampainya di depan toko ia masuk tapi ia berhenti dan melihat tulisan OPEN. Ia berkata dalam hatinya aku tidak mau masuk nanti terbakar. Dan ia hanya berdiri dan berfikir bagaimana cara ia masuk agar tidak terbakar.”
‘ Setelah lama ia berdiri, sekitar satu jam. Ia melihat orang kulit putih masuk. Seperti orang yang kebakaran jenggot, ia mencegah orang tersebut agar tidak masuk “mas, mas jangan masuk entar gosong” gitu katanya. Orang kulit putih ini heran melaihat dan menganggap orang yang menegurnya itu sudah gila’
‘tanpa menghiraukan orang yang mengurnya ia masuk aja ke dalam toko itu. Tak lama kemudian keluarlah orang kulit hitam ia tertawa sambil menegur “sudah saya bilang jangan masuk, ini buktinya, hahahahah”.
Mendengar ceritanya Rusling, aku dan para santri yang lain tertawa terpingkal – pingkal. Ketawanyapun bermacam –macam, bahkan saking tidak bisa menahan ketawanya mereka harus terlentang di lantai ruang tamu.
Setelah lama aku ngobrol dengan teman, aku lihat sosok manusia yang tinggi tegap, cukup ganteng beliau adalah Ustadz Faisal Salim, dengan percaya diri aku hampiri beliau untuk bertanya
“Assalamu’alaikum, ustadz masih ada lowongan saya tama panti” tanyaku pada Beliau
“tanya ke pak haji Taher, kalau di terima Alhamdulillah kalau tidak alhamdulillah” jawab ustadz dengan terburu – buru karena saat itu lagi ada pengajian.
“Andhika” kata Ustad “bilang ke teman – temanmu untuk ikut Yasinan di Gang Mangga lima”
“saya ustadz” jawab Andhika dan kemudian ia masuk ke kamar mengajak teman – teman yang lain.
Tidak lama kemudian keluar teman – teman yang lain, untuk yasinan. Sampainya di sana bukannya yasinan berjalan dengan khidmat melainkan terjadi hal – hal yang lucu. Mulai dari yang cengengesan, ngantuk bahkan ada yang menyusun kotak seperti menara Eifel. Inipun dilakukan ketika ustadz memberikan kajian beliau.
“ teman – temanku, inilah menara Eifell yang tingginya seperti mejulang ke langit” kata Jumhan dengan gaya seperti seorang pengacara.
Ustadz yang dari tadi memberikan ceramah, setelah selesai beliau menoleh dan memberikan isyarat untuk diam. Setelah selesai acara aku dan teman – teman kembali ke Panti dan sesampai di pantai aku dan kak iman langsung pulang ke rumah tempat aku tinggal (rumah dea). Ketika aku dan kak iman sampai di rumah dea. Kita berdua mengendap – endap masuk ke dalam. Tetapi ketahuan juga, karena tidak sengaja ketemu di depan pintu. Dan Alhamdulillah kita tidak di introgasi Cuma kita di tanya dua kata
“darimana kalian, kok lama pulang?” tanya Buan Zairah
“ooo saya dari rumah teman dea radan” jawabku dengan harapan agar dia tidak bertanya macam
“ooo” kata buan zairah sambil mengangguk . lalu beliau masuk ke kamar sementara kita masuk ke dalam kamar dan tidur.
Dalam tidurku aku selalu berangan – angan untuk menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Coba bayangkan, jika seandainya para koruptor itu bisa jujur. Sudah tentu ia akan bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat. Namun tanpa sadar dalam anganku aku dengar suara
“Fer. Nggak tidur” tanya kak Iman
“o o o bentar lagi kak” jawabku dengan senyum karena kulihat kak Iman tersenyum ketika menegurku
***
Ikhtiar untuk hijrah
Paginya aku pergi ke sekolah, di sekolah aku belajar Fiqh dan Aqidah. Selesai belajar aku guyon dengan teman – teman kelas. Yang paling aku tidak bisa lupakan , celaan ibu Aminah atau teman – teman biasanya memanggilnya ibu Min dengan kata – kata yang khas “KIDANG KADAI KIDANG TELAK TAI” setiap kali aku denganr kata – kata itu hanya senyum dan menunduk karena malu pada teman – teman.
Waktu saya belajar di MTs Negeri Sumbawa gedung bagus Cuma faktanya belum tertata rapi, mana lagi pagarnya masih pagar kayu. Sehingga membuat kita bolos sekolah, dan yang lebih memperihatinkan orang – orang Sumbawa tidak begitu respek dengan pendidikan agama, ya kata mereka jadi apa kita nanti kalau hanya mempelajari agama saja.
Aku sangat bersyukur sekolah di MTs saat itu. Karena saat itu di MTs banyak mengajarkan akhlak kepada murid – murid. Pola pikirku saat itu yang pertama harus aku pelajari yang pertama yaitu memperdalamkan agama dulu baru kemudian lanjut ke sekolah umum. Saat itu pula kurasa MTs telah memberikan yang terbaik dalam hidupku. Betapa tidak? Di MTs aku di ajarin sholat berjama’ah dan jenazah, ilmu fiqh dan yang paling lucu, aku sering di marahi oleh guru karena sering tidur di dalam kamar.
Setelah pulang dari MTsN Sumbawa, aku tidak langsung balik ke rumah. Melainkan aku mampir ke rumah Ustadz Jama’an untuk minta petunjuk agar aku bisa tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah.
“Assalamu’alaikum, pamaan” kataku sambil mengetuk pintu rumah beliau
“Wa’alaikumussalam” jawab beliau
Tanpa basa basi beliau mempersilahkanku masuk ke dalam rumahnya. Maklum saat itu ustadz Jama’an lagi istirahat karena jadwal beliau yang begitu padat. Tanpa membuang waktu aku langsung bertanya kepada beliau.
“paman gimana kepastiannya sekarang?”
“begini” kata Beliau “kamu pindah saja dari tempat itu dengan alasan kamu pindak ke rumah orang lain, saya sudah bilang ke pak haji Taher untuk menerima kamu”
Mendengar saran dari ustadz Jama’an kata pertama yang keluar dari lubuk hatiku adalah Alhamdulillah ya Rab. Rasanya aku mau menari di dalam rumah Ustadz Jama’an. Dengan gembira yang tidak terkira aku pamitan kepada Ustadz Jama’an.
“paman saya pamit dulu, yaa” kataku
“ ya” jawab beliau dengan senyum
Akupun langsung pergi dari rumah ustadz jama’an dan langsung pergi ke rumah dea. Aku jalan agak terburu – buru agar bisa sampai di rumah. Sampainya di rumah kulihat kak Iman lagi setrika pakaian sambil menungguku makan siang.
***
Selesai makan siang aku langsung pamit kepada Dea Radan Icak “Dea, kajulin. Pamit pindah” kataku pada dea yang sedang duduk nonton TV dengan anaknya Buan Zairah
“ya terserah kamu” jawab dea radan
Mendengar izin dari Dea Radan Icak, hatiku sangat bersyukur dan tersenyum. Kukira saat itu dea radan icak tidak mau memberiku ijin, karena menungggu ayahku pulang dari Sumbawa. Akupun pamit dan salaman dengan mereka berdua dan lupa aku pamit dengan kak Iman dan adikku Fira yang sedang melanjutkan pekerjaannya.
“kak, saya pamit” kataku pada kak Iman
Kak iman langsung memelukku dan berkata “sipp” aku bergegas masuk kamar dan membereskan pakaian dan buku – bukuku. Setelah selesai akupun keluar dari rumah Dea, dari belakang aku dengar suara lala embu dari belakang bertanya kepada adikku
“Feri mau pindah, ya Fira?”
“Ya” jawab Fira dengan singkat tanpa menoleh
Sebenarnya aku sedih juga meniggalkan tempat itu, yang dimana rumah itu banyak mendapat pengalaman dan kenag – kenangan baik dalam suka maupun duka. Sebelum aku pergi ke rumah hadijo terlebih dahulu aku pergi ke rumah ustadz jama’an untuk meminta uang, maklum dompetku bersih saat itu. Di rumah aku tidak bertemu langsung dengan beliau. Tetapi bertemu dengan ibu beliau yang biasanya di panggil dengan panggilan Pen Iyak
“Pen Iyak, pinjam uang” kataku
Dan pada saat itu, pen iyak sangat kebibungan karena saat itu beliau tidak pegang uang sepersenpun
“nanti dulu cu, saya cari uang dulu” jawab pen iyak
Pen iyak masuk ke ke dalam untuk ambil uang dan lama beliau keluar dan..
“ini cu, Cuma tiga ribu rupiah” kata beliau
“gak apa – apa, terima kasih papen e” jawabku
Akupun pergi dan naik ojek menuju rumahnya temanku. Sampainya di rumah hadijo aku di hidangkan dengan hidangan yang lezat – lezat. Setelah makan siang aku istirahat dan ngobrol dengan hadijo.
“fer, aku ingin mendirikan rumah yang besar. Biar bisa kutampung, kamu,adit pokoknya semua anak yang merantau di Sumbawa” kata Hadijo sambil berkhayal dan tersenyum.
“Ya ya ya” jawabku sekenanya karena saat itu aku nagantuk berat dan tidak terasa aku tidur karena mendengar ceritanya hadijo.
Sorenya aku pergi ke panti Asuhan Muhammadiyah sumbawa untuk bertemu dengan Pak Haji Taher. Sampainya di panti aku lihat anak – anak sedang bermain – main depan panti.
“kak Muhsi, mana Syamsuddin?” tanyaku pada salah satu santri yang merupakan kakak kelasku. Tanpa menjawab Muhsi langsung mencari Syamsuddin dan aku mengikutinya dari belakang dan Alhamdulillah syamsuddin ditemukan tertidur di atas sofa.
“Chus, chus chuuuuus. Bangun ini Feri cari kamu” kata Muhsi sambil menggoyangkan tubuh syamsuddin dengan kakinya.
“o o o Feri udah lama ke?” kata Syamsuddin dan matanya masih berat untuk terbuka.
“udah lama, udah lama. Dari tadi dia cari kamu” kata Muhsi.
Syamsuddin bangun dan cuci muka kebelakang, aku pun ikut dati belakang. Sementara Muhsi keluar dan melanjutkan kegiatannya
“Fer, ikut main bola ya” ajak Syamsuddin
Aku hanya tersenyum dan mengangguk dan kitapun keluar dari Panti. Dan diluar terdengar suara Rusling berteriak
“Dhikaaaaaa, main depan lapangan kantor Bupati, sekarang!”
“sipp, tapi nggak ada yang besar” jawab Andhika
“tenang saja, ada Roy, Soel dan Metrik” kata Rusling lagi
“ayo dah” jawab Andhika
Aku dan anak – anak panti pergi main bola. Masya Allah bahagianya hatiku saat itu sampai – sampai waktu maghrib tidak terasa datang, maka kamipun mengakhiri permainan kita
“eh Syam, mana rumahnya pak haji Taher” tanyaku
“itu” jawab Syamsuddin singkat “tapi kamu aja yang masuk aku malu”
“sipp” jawabku
Lucunya ketika aku masuk ke rumah pak haji Taher debu di betisku tebalnya seperti kaos kaki, dengan penuh percaya diri kau masuk dan kulihat pak haji taher sedang baca koran.
“Assalamu’alaikum, pak” kataku menyalami pak haji taher dan langsung duduk dihadapan beliau
“wa’laikumussalam warahmatullah wabarakatuh” jawab beliau terheran melihatku “ada apa nak?”
“begini pak, saya mau tinggal di panti dan ustadz jama’an sudah bilang kepada saya untuk menghadap bapak” aku menjelaskan maksud kedatanganku ini
“oo kamu ya anak buah nya ustadz jama’an” tanya pak haji taher
“ya pak, apa ada lowongan untuk saya tinggal di panti?” tanyaku
“ada nak, ada nak” jawab pak haji taher
Akupun pamit dan mencium tangan beliau, betapa bahagianya hatiku. Seakan – akan hatiku dibelai oleh angin yang sangat romantis. Seakan – akan aku terbang dengan buaian yang sangat manis, hingga tidak terasa sampai di rumahnya hadijo.
***
Pada malamnya aku dan hadijio, Alan dan firman pergi ke Brangbara, katanya untuk cuci mata dan belajar kelompok. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, tahu – tahu aku diajak ke rumah cewek dan pendekatan dengan salah satu penghini rumah tersebut. Sampi di rumah itu aku lebih banyak diam dan tertawa, ya maklumlah baru pertama kali aku ngapelin cewek
“Fer, kok diam?” tanya Hadijo
“ngantuk” jawabku sekenanya, karena waktu itu aku benar benar kelelahan sehabis aktivitas seharian untuk mengurus kepindahanku dari rumah dea radan. Selain itu, aku juga kesal karena sudah jam sepuluh belum juga selesai ngerumpinya. Aku tidak tahu apa sich yang mereka bicarakan. Sementara aku terus berfikir apakah aku diterima di panti atau tidak.
Setelah selesai acaranya Hadijo dengan teman – teman ceweknya aku dan mereka pulang ke rumah.
“masya Allah, Fer. Kok diam saja di sana?” tanya Firman
“ ya karena apa yang harus aku omongin” jawabku
Mendengar jawabanku, sentak saja teman – temanku kaget dan tertawa terbahak – bahak
“kalau nggak ada bahan kenapa nggak bilang sama aku bro” ledek Alan
“ya maklumlah, ustadz gituu” kata Firman
Tidak terasa, kamipun sampai di rumahnya Alan ......
“ejakita nginap di rumahnya Alan saja ya” kata hadijo
“kalian aja, aku banyak tugas” jawab Firman
“ya, terserah” jawab hadijo
“oke” jawab Firman
Setelah itu, aku dan Hadijo masuk ke dalam rumahnya Alan, di dalam rumahnya Alan aku langsung menghempaskan badanku di kursi
“ya Allah, nyaman pe” kataku dalam hati, sambil melamun dan memejamkan mata, dalam lamunanku tidak kurasa aku tidur pulas. Tiba – tiba...
“fer, bangunnn” kata hadijo sambil menggoyangkan badanku
“kenapa?” tanyaku dengan ngantuk yang sangat berat
“mau makan mie tidak?” tanya Hadijo
“ya siapa yang masak?” tanyaku ke dia
“alan” jawabnya singkat
Tanpa basa basi aku pun bangun dan masuk untuk makan mie, sampai di dalam ....
“fer, ini” kata Alan sambil menyodorkan mienya padaku. Akupun mengambil mienya dan makan dengan lahap, lalu aku tidur lagi.
Pindah ke Asrama
Paginya aku hadijo, firman dan Alan sehabis sholat subuh langsung lari pagi ke pangkalan bandara Sumbawa. Sewaktu aku lewat depan panti aku lihat santri panti asuhan Muhammadiyah sedang ikut pengajian, dalam hatiku selalu berdo’a semoga saja aku jadi santri. Di sini aku bisa meringankan beban kedua orang tuaku. Selain itu, aku juga mengdapatkan kajian dan pengajian syari’at Islam.
Salah satu yang paling aku ingat ketika aku tinggal di panti yaitu ketika aku resmi jadi santri panti asuhan Muhammadiyah, dimana aku disuruh memperkenalkan diri di hadapan santri yang lain setelah oleh Ustadz Faisal salim dan berkata “ bonang, suruh teman – temanmu balik ke sini dan ngumpul karena ada santri baru”
“sayaa, ustaddz” jawab Bonang
Tanpa pikir panjang Arianto langsung memanggil teman – teman dan berteriak
“kumpul – kumpul leng Ustadz” teriak arianto
“kuda gina?” tanya salah seorang santri
“no manta peno tanya kadu” jawab Arianto dengan geram
Tidak lama kemudian para santri sudah berkumpul di depan ustadz
“anak – anak ini teman baru kalian. Feri perkenalkan dirimu” kata Ustadz Faisal
“saya ustadz, namaku Feri Firmansyah, aku sekolah di MTs, kelas tiga” kataku sambil memperkenalkan diri pada santri yang sedang duduk di depanku.
“ada pertanyaan?” tanya Ustadz Faisal
“hobi, hobi?” tanya Rusling
“catur dan main bola” jawabku
“tau me” tanya Rusling lagi
“Bageloka” jawabku
Setelah selesai aku memperkenalkan diri, aku dan para santri langsung makan siang, yang paling membuat aku berkesan kepada mereka, mereka makan sambil ngobrol, bercerita entah dari mana mereka dapat bahan untuk dibicarakan. Itulah aktivitas yang aku kerjakan setiap hari di panti yang hanya berkisar antara sholat, makan, sekolah dan bermain bola. Yang paling membahagiakan hatiku di panti aku diajarkan hafal Quran dan ilmu tentang syari’at. Tetapi kalau pengajiannya dilaksanakan setelah ashar, para santri biasa bermacam – macam alasan untuk tidak ikut pengajian tersebut.
Salah satu topik yang paling aku sukai yaitu tauhid yang mana jadwalnya dilaksanakan pada malam kamis dan selasa. Ketika Ustadz Abdurrahman menyatakan bahwa amalan dibangun atas dua landasan yaitu ikhlas dan ada tuntutan dari Rasulullah saw. Dalil yang sering beliau bacakan yaitu surah Al – baiyinah ayat kelima yang berbunyi “wama umiru illa lya’budullah mukhlisi nalahuddin yang artinya padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaati Nya karena semata – mata menjalankan agama” . selain itu, beliau juga menyampaikan hadist yang diriwayatkan oleh Muttafaqqun ‘alaihi “man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa raddun yang artinya barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunan dariku, maka amalan itu tertolak”
Ketika itu, aku heran bercampur bingung sebab dalam keseharianku kujumpai pertanyaan di dalam masyarakat “ bagaimana kita adzan pakai adzan pakai mickrofon, itukan tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw?”
Mendengar pertanyaan dariku beliau langsung menjawab...
“sesungguhnya amalan itu tergantung pada niat, sesungguhnya seseorang mendapatkan sesuai dengan niatnya, hadist ini seperti sepertiga agama Islam. Karena banyak faedah yang dapat kita ambil dari hadist ini. Karena masalah agama dikemabalikan pada hadist ini. Adapun masalah yang antum tanyakan itu terkait dengan dunia dan Rasulullah pernah bersabda adapun masalah dunia kamu yang lebih mengetahui”
“lalu bagaimana dengan maulid, ustadz?” tanyaku
“memang benar amalan itu tergantung pada niat, tapi kita harus lihat jenis amalan itu, amalan itu dikelompokkan pada tiga macam yaitu amalan taat, mubahat dan amalan ma’atsi. Nah, terkait dengan amalan ma’atsi. Amalan ini tidak akan merubah sama sekali itu menjadi amalan keta’atan dan tidak akan mendapatkan pahala disisinya” jawab beliau dengan singkat tapi jelas.
Setelah selesai ta’lim tersebut. Aku dan anak panti istirahat makan untuk persiapan sekolah besok pagi. Tapi parahnya ada sebagian teman – teman yang pergi ke PS (plays station), tekadang teman pulang dari PS jam tiga bahkan mendekati subuh. Sehingga tidak heran jika mereka sering ngantuk atau tidur jika sholat subuh.
Lucunya ketika aku dan teman dibangunin oleh ustadz tekadang buat ulah seperti ada yang tidur lagi atau mengamalkan lagunya Mbah Surip yang berjudul tidur lagi. Ada yang pergi ke kamar mandi dan yang paling sering dikerjain oleh Ustadz adalah aku dan Rusling, soalnya kita santri yang paling bermasalah ketika dibangunkan.
Walaupun begitu aku tetap senang meskipun terkadang jengkel dengan ulahnya ustadz untuk membangunkanku mulai dari cubit, siram dengan air terkadang bell ditaruh di kamar dan yang lebih menyeramkan lagi kita dibangunin dengan cambuk yang sering dipakai oleh kusir dokar.
Terkadang aku dan para santri takut dengan metode Ustadz yang terakhir ini. Sehingga kalau terdenganr suara ustadz dari luar. Aku dan para santri yang lain serempak aku bangun dari tidur. Tapi, ada juga sih, santri yang sering mengumpat ketika dibangunin oleh ustadz dan mencela ustadz dengan celaan “ eeeeeeeeeeeeeeecooooool kriting, kribo” sungguh, jika aku ingat masa – masa itu, terkadang akau sedih dan terkadang aku sedih dan terkadang senyum sendiri karena ulah teman – teman yang mengesankan itu, seperti dengan teriakan dari jauh “ eecool” tapi ketika ustadz balik ke belakang mereka memplesetkan perkataannya.
Trik Ustadz Faisal
Setiap pagi, sehabis subuh kita disuruh menghafal Qur’an atau belajar oleh Ustadz. Tetapi sebagian para santri ada yang tidur dan ngegosip. Sedangkan aku lebih suka menambah hafalan dan Muraja’ah. Setiap kali aku menghafal Al – Qur’an kubayangkan suaraku seperti suaranya syaikh misyari rasyid, aduh masya Allah, Allah swt maha adil walaupun suaraku jelek, tapi Allah memberikanku kelebihan cepat menghafal Al – Qur’an yakni aku bisa meresapi setiap pengalaman – pengalamanku.
Setelah selesai beraktivitas aku dan teman – teman biasanya bersiap – siap langsung pergi ke dapur untuk sarapan. Dan di dapur luar biasa sibuknya mereka sampai – sampai dapurnya panti asuhan Muhammadiyah seperti pasar seketeng. Mulai dari suara gorengan dan suara teman teman yang tidak sabar dan tidak mengherankan lagi ada juga yang sempat bergosip. Seolah – olah mereka tidak lepas dari gosip.
Di dapur menu yang sering dan tidak pernah pisah dari kehidupan kami sebagai anak panti adalah tahu, telor, tempe dan di campur dengan sambal. Selain menu diatas ikan asin dan mie menjadi menu pengganti ketika panti krisis.
Ketika di dapur, aku dan teman – teman jarang menemukan makanan enak yang spesial di atas meja makan. Dalam hatiku bertanya “apa lauk hari ini?” dan .......
“ Bi Irun apa lauk hari ini?” tanya Andhika
“mie, itu di dapur ustadz” jawab Bi Irun
Ketika mendengar informasi dari Bi Irun teman – teman langsung bergeronbolan masuk ke dalam dapur Ustadz Faisal, curangnya lagi kalau tidak ada yang membagi pasti ada yang ambil dua bahkan sepuluh
“stt, Cen kenapa kau mabil dua mie nya?” tanyaku pada Rozi yang biasanya dipanggil Mocen
“nggak apa – apa” jawab Rozi sekenya
“aduh kok anak ini curang?” tanya hatiku karena heran
“Fer, kenapa kamu gak ambil dua?” tanya Rozi padaku
“jangan deh, nanti ketahuan” jawabku
“alaah, no si” kata Rozi dengan santai, tapi dengan santai seakan – akan meyakinkanku untuk mengambilnya.
“sipp” jawabku dengan senyum
Akupun mengambil mie itu 2 buah, satu masuk dalam lemari dan satu untuk ku masak untuk dijadikan lauk. Setelah selesai sarapan aku pergi sarapan dan mandi. Tapi di kamar mandi antrian sudah penuh. Saking gilanya Syamsuddin makan di kamar mandi karena tempatnya tidak direbut maka dia ambbil jalan pintas yakni makan di dalam kamar mandi, ada yang antri sambil nyanyi, dan yang paling mengesankan ketika Andhika menyanyikan lagunya Yovi Nuno liriknya seperti ini
Dengarkanlah...
Wanita pujaanku
Malam ini...
Akanku sampaikan
Hasrat suci untukmu dewiku
Aku ingin mempersuntingmu
Lagu ini biasa dinyanyikan untuk mengejek salah satu santri yang memiliki kelainan jiwa atau yang dikenal dengan banci. Akupun hanya tersenyum melihat tingkah tersebut, tiba – tiba dari belakang terdengar suara
“au’zubillahhi manasy syaitan nirrajim” kata Rusling dengan lantang dan ekspresinya seperti orang – orang yang benar benar meminta perlindungan disertai dengan wajah memelas dan tangan menunjuk kearah Andhika.
Andhika tidak mau mengalah, dengan suara yang dibuat – buat seperti suara Rhoma Irama
“Qul ya Aiyuhal kaa firuun”
Akupun tidak mau mengalah, dengan suara yang khas aku nyanyikan lagu Irwansyah
“a aku memang pencinta pencinta wanitaa”
“assuu....” kata Rusling dengan senyum
Bukan hanya itu, aktivitas teman – teman beraneka ragam ada yang tidur, tulis surat sakit karena tidak mau sekolah. Bahkan ada juga yang sempat main takrow di belakang panti. Semua kenangan itu tidak bisa aku lupakan, akan selalu kukenang dalam lubuk hatiku yang terdalam.
***
Biasanya, aku dan teman – teman pergi ke sekolah bareng dengan para santri yang lain di perjalanan ada canda terkadang kita usil ganggu siswi – siswi yang lewat, ada yang nyanyi semua bercampur menjadi satu dan aku merupakan salah satu santri yang tidak bisa melucu tapi hanya bisa ketawa.
Sampai di sekolah kegiatan belajar tetap berlangsung seperti sedia kala, waktu istirahat aku keluar bersama teman untuk melepaskan kejenuhan selama belajar. Di luar kelas aku menghirup udara dan memandang teman – teman yang sedang bercanda ria di halaman sekolah.
Tapi, sirr, chass, hatiku seakan – akan terbang ke pintu. Karena aku melihat gadis cantik tersenyum menatapku. Tiba – tiba....
“hu..uaaaaah” teriak Syamsuddin memegang pundakku
“aa...astaghfirullaah hal ‘azhim, chuss chuss” kataku sambil geleng kepala, karena kaget dengan ulah temanku yang satu ini
“Fer, apa boatmu?” tanya syamsuddin padaku
“ah gak ada sih” jawabku
“na bolaa” kata Syamsuddin sambil menyelediki seperti seorang detektif
“chuss, sai de na?” tanyaku pada Syamsuddin
“o o o yang itu” kata Syamsuddin
“ao ruaa” kataku dengan kesal
“itu Eka, anak kelas dua” jawab Syamsuddin
“berarti satu kelas dengan Hasbullah yaa?” tanyaku pada Syamsuddin
“ya ya ya ya bett ....tul” jawab Syamsuddin dengan ekspresi yang meyakinkan
“ fer, kamu suka dengan Eka ya” tanya Syamsuddin padaku sambil senyam senyum
Aku hanya diam mendengar celotehnya Syamsuddin dari tadi. Memang ku akui ada perasaan di hatiku terhadap siswi MTs yang satu itu. Dan pada saat itu dia merupakan gadis yang pertama kali memikat hatiku. Membuat aku lupa kalau aku tinggal di dunia seolah – olah aku tinggal di surga. Aku selalu berkhayal seandainya dia bisa jadi pacarku dengan otomatis hidupku akan lebih berwarna.
Pada siang hari itu, aku dan Syamsuddin pulang ke panti, sampainya di panti tidak banyak aktivitas yang kita lakukan kalau siang hari. Karena siang diperuntukkan oleh pengurus untuk istirahat. Akan tetapi, banyak teman - teman yang memilih bermain PS (plays station) dan ngegosip. Herannya sehabis main ps pada malam harinya tepatnya waktu istirahat mereka sering mengulang atau mereplay dengan cerita – cerita selama mereka bermain PS, bagaimana tendangannya dan tekhniknya.
Setelah istiraht atau tidur siang, aktivitas yag kita lakukan tiada lain ialah Shalat Ashar. Biasanya kalau lima menit sebelum shalat ustadz sudah membanguni kita untuk sholat. Dan salah satu kebiasaan ustadz ketika membangunkan yakni dengan teriakan
“ anaaaaaaaaaaaaaaaak, koaaaaaaaaaaaaaaaat” yang biasanya disertai dengan pukulan cambuk di dinding. Terkadang kalau ustadz sudah jengkel mulailah beliau menghitung dari angka sepuluh hingga satu, kalau sudah selesai berhitung beliau masuk dan teman – teman yang sedang bermimpi di atas ranjang dengan terburu – buru mereka bangun. Selain itu, ustadz biasanya melakukan ini ketika mau maghrib dimana para santri suka menunda – nunda waktu untuk mandi. Lucunya ketika teman – teman ada yang tidak mandi mereka langsung masuk ke dalam masjid yang hanya ganti pakaian tanpa menghiraukan keringat yang melekat keringatnya. Lebih parahnya lagi pakaian yang mereka ambil itu pakaian yang ada dijamuran tanpa melihat apakah pakaian itu kotor atau bersih yang penting ada langsung dipakai.
Biasanya sehabis main bola aku dan teman – teman langsung lari ke masjid apabila mendengar ultimatum dari ustadz, ketika aku masuk ke dalam kamar tidak ada handuk yang kutemukan, gusar rasanya hatiku, lalu aku pergi ke kamar mandi. Tetapi di kamar mandi antriannya begitu panjang, dan karena ketakutan teman – teman ada yang mandi bersama entah telanjang atau pakai basahan, bahkan saking gilanya Andhika masuk ke dalam kamar dengan telanjang bulat. Seperti yang sering ku katakan selesai maghrib aktivitasku yaitu muraja’ah, menambah dan belajar. Hal ini menjadi kewajiban anak panti yaitu harus menghafal minimal juz ‘amma.
Cinta pertamaku
Pada pagi harinya, seperti biasanya sehabis sholat subuh para santri melakukan tugas mereka masing – masing atau lebih tepatnya tugas hariannya, mulai dari sapu halaman hingga cuci piring dan semua tugas itu harus kita kerjakan dengan tuntas kalau tidak pasti akan ditanyakan oleh ustadz.
Setalah bersih – bersih, mandi, sarapan dan lain sebagainya. Aku dan teman – teman berangkat ke sekolah dengan bermacam – macam ulah. Aku yang sehari sebelumnya sedang kasmaran, tentu saja aku teringat dengan tambatan hatiku. Mulai dari senyumnya, tatapan matanya hingga warna sepatunya. Dalam hati dan anganku sungguh sangat berwarna hidupku apabila dia bisa kugandeng tangannya dan mengam bil hatinya.
Setibanya di MTs, suara bell langsung menyambut kita untuk segera masuk kelas. Tanpa basa – basi Jumhan dan Daeng berlari langsung masuk kelas, aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua
“Boooos, kita masuk dulu yaaa” teriak Jumhan sambil balik ke belakang
“siip boss” teriak andhika sambil mengangkat tangannya.
Setelah istirahat aku keluar dari kelas, enah bagaimana dia ada dalam pikiranku, khayalanku. Aku seolah – olah sibuk dengan kesibukanku sendiri.
Tidak kusadari Jumhan menepuk bahuku
“anna menna lagi nagapain” tanya Jumhan
“aiidah tidak apa – apa” jawabku
“eh, kok melamun ?” tanya Jumhan heran
“tadi malam kamu kan bilang sama aku, kalau kamu suka sama aku sama eka, bagaimana sekarang?” tanya jumhan sambil meminta solusi.
“yaa, terserah kamu dah” jawabku sambil mengangkat bahu.
“gini aja, kamu harus nembak sekarang. Mumpung lagi Istirahat” kata Jumhan
Sebelum aku menanggapi solusi yang diberikan olehnya, tanpa basa – basi Jumhan langsung menarik lenganku dan membawaku ke depan kelasnya Eka. Sebelum sampi di depan kelasnyanya Eka. Aku minta pada Jumhan agar lewat belakang kelas, karena waktu itu aku sangat grogi dan rasanya tubuh ini seperti panas demam
“sitt, tunggu sini dulu, aku lihat kondisi” kata Jumhan
“sipp” kataku
Tidak berapa lama kemudian Jumhan muncul, tanpa basa – basi dia langsung menarik lenganku dan menarik lenganku, menyuruh untuk mengungkapkan perasaanku. Pada Eka, setelah sampai di depan Eka, tubuhku panas dingin darahku rasanya, mulutku seakan terjahit oleh tukang jahit karena tidak bisa bicara. Ketika aku mau mengungkapkan perasaanku aku seolah – olah ditodong oleh perampok.
“E e eka, aku cinta padamu” aku mengungkapkan perasaanku dengan terbata – bata, entah kenapa aku bisa bicara gagap ketika berhadapan dengan dia. Sebelum dia menjawab pertanyaanku, tiba – tiba dua teman laki – lakinya berdiri di depanku. Berdirinya mereka di depanku tentu saja hatiku kesal dan bercampur marah, darahku langsung mendidih karena marah. Karena rona muka yang marah langsung saja Jumhan bertindak mendorong mereka untuk menjauhi kita berdua
“e boss jangan begitu dong ini orang mau pacaran” perintah Jumha
“waa enak dikit dong” kata salah satu dari mereka
“siapa yang duluan, kamu yang cari gara – garakan” kata Jumhan
“duel kalau berani” gertak salah satu dari mereka
“oke, kutunggu di belakang sekolah” jawab Jumhan
Aku hanya diam karena marahku sudah mencapai klimaks, dan jumhan langsung menarikku menunggu di depan gerbang. Setelah kejadian itu,suasana dalam MTs sedikit ribut. Dan teman – teman langsung mengililingiku dengan berbagai pertanyaan dan pendapat.
Arianto dan Bambang langsung mengambil pedang dan benda tajam lainnya di panti untuk mengantisipasi kecurangan yang mereka lakukan.
Tawuranpun tidak dapat dielakkan, sehabis belajar kita langsung menunggu Alek dan gengnya di depan pintu gerbang. Kulihat wajah Jumhan tidak sabar ingin menghajar mereka, inilah momen yang sangat suram bagiku, ini merupakan kasus pertama dan terakhirku berkelahi untuk memperebut perempuan. Aku hanya menjadi penonton terbaik saat itu, aku hanya berdiri seperti patung yang hanya bisa menahan amarah. Di arena perkelahian itu kita ditonton oleh orang sma islam, dalam perkelahian itu, Jumhan langsung mengunci gerakan lawannya sehingga lawan tidak bisa bergerak. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya mereka berbuat curang dengan menarik Jumhan hingga terjatuh, atas kelakuan ini membuat Syamsuddin marah dan langsung mengambil batu untuk menantang mereka berduel
“siapa yang berani, ayo maju kelahi dengan saya” tantang Syamsuddin
Sungguh diluar dugaan tidak ada temanya Alek yang berani untuk berkelahi, karena tidak ada yang berani maka dia langsung gabung dengan kita. Setelah selesai berkelahi, yang mengherankan ternyata kita jalan berbarengan dengan lawan kita. Yang membuat aku kagum pada Jumhan yang begitu gentleman minta maaf karena telah melukai lawannya, sambil memeluk dia mengatakan
“boss, maafin aku ya aku sangat menyesal”
Kulihat raut muka sahabatku yang satu ini begitu tulus minta maaf dan menyesali perbuatannya. Tetapi kulihat Alek begitu marah atas kekalahnya dan berjanji akan membalasnya dengan mengancam
“tunggu saja, akan kupanggil preman kampung” ancam alek
Berjalan dikerumunan orang, sepanjang jalan aku hanya melamun yang walaupun jalan dipenuhi oleh rombongan orang sekolahan. Maka sudah otomatis orang – orang melihat kita dengan heran. Sampainya di panti aku langsung masuk ke dapur untuk makan. Tengah asyiknya menikmati lezatnya makanan, tiba – tiba terdengar teriakan
“ hoy hooy ada perkelahian, ada perkelahian”
Mendengar teriakan itu, aku kaget setengah mati, makanan yang aku makan seperti obat yang sering diberikan oleh dokter pada pasiennya, air yang kuminum seperti menendang tenggorokanku dengan segera aku pergi keluar dimana teman – teman berkumpul.
“Sandi siapa yang berkelahi?” tanyaku pada Sandi
“Metrik dengan Ramon, di sana juga ada bambang” jawab sandi
Tidak lama kemudian muncul roy dari dalam kamar dan bertanya “mana metrik?”
“itu” kata sandi dambil menunjuk metrik dan beberapa teman yang lain masuk ke dalam panti. Berbagaimacam ekspresi yang kulihat saat itu, ada yang bangga menceritakan saat mereka berkelahi, ada juga yang geram atas ketidakpuasan mereka dalam menghajar lawan.
Selang satu jam kulihat sekelompok orang yang berwajah sangar, galak dan berteriak “hoooy banggsat” sambil mengangkat kayu, besi dan segala apa yang menjadi senjata mereka untuk menyerang asramaku. Melihat preman yang datang, sandi langsung berteriak “ itu mereka datang, itu mereka”.
“Dugh” jantungku berdetak dengan kencang, karena panik bercampur takut dan kaget. Tanpa pikir panjang aku dan teman – teman langsung lari tunggangg langgang, ada yang bersembunyi di kamar mandi, ada yang lari entah kemana. Sedangkan aku bersama yang lain lari lewat belakang panti dan loncat pagar. Entah aku lari kemana, keluar gang masuk gang sampai di gang sempit aku berhenti tarik nafas yang sudah naik turun dari tenggorokan ke perut, dengan begitu nafasku minta untuk ditenangkan.
Pada saat itu aku dan dua teman yang lain sedikit merasa aman dari orang yang berwajah sangar itu. Namun sedikit panik karena mau tidak mau harus cari jalan keluar untuk mendapat jaminan keamanan. Kitapun menyusuri jalan sempit tersebut menuju jalan raya, entah apa yang mau kita perbuat kita tidak tahu.
Namun di perjalanan kita ditegur oleh dua siswi SMA katoli
“Dik, kenapa kok panik begitu?” tanya salah seorang diantara mereka
“gini ka, kita habis dikejar oleh preman, dan preman itu masih ada di panti Asuhan Muhammadiyah sekarang” jelasku sedikit panik
“terus” tanyanya sedikit panik
“gak tahu apa yang harus kita lakukan sekarang” jawabku sambil melirik kedua temanku itu
Tanpa pikir panjang salah satu dari mereka langsung menelpon kantor polisi
“hallo pak, ini ada anak panti asuihan Muhammdiyah yang sedang dikejar oleh preman, bagaimana ini pak” tanya seorang siswi sma katolik tersebut
Kamipun menunggu dengan cemas, apakah polisi itu akan menjemput kami atau tidak. Dan yang paling cemas antara kita berdua adalah aku. Bagaimana tidak baru pertama kali aku menikmati indahnya nyantri di Panti Asuhan, sudah buat kasus, itupun kasus kali keduanya di Asrama yang hamipir digebukim oleh preman.
Dalam benakku selalu berfikir apakah ustadz akan marah atau bagaimana reaksi beliau ketika melihatku nantinya, tidak bisa kubayangkan. Yang kau bayangkan ketika emosi beliau meledak maka akan seperti bom – bomnya Amreika yang meledaki dua negara yaitu Afghanistan dan Irak, dan raut muka beliau seperti si jago merah yang melahap hutannya Kalimantan. Jika seandainya itu terjadi maka tidak ada jalan lain bagiku kecuali tawakkal kepada –Nya.
Tetapi tidak kusadari salah satu siswi tersebut menegurku
“dik, polisi itu menyruh kalian untuk datang ke kantornya, tahukan jalannya”
“ya ya tahu mbak” jawabku dengan semangat 45
Sesuai dengan petunjuk dan saran kedua siswi tersebut kamipun menyusuri jalan sambil berlari dan tidak memakai sandal, semua kita lakukan karena kita kaget. Sesampainya di Resort kantor polisi Sumbawa tanpa ragu akupun masuik masuk dan segera melaporkan kejadian – kejadian yang aku alami. Dan kedua temanku menungguku di luar karena takut dengan wajh polisi yang sangar dan emosi tempramental.
Akupun masuk ke dalam kantor polisi, ya maklumlah karena aku adalah biang masalahnya. Di dalam kantor aku di introgasi dengan berbagai pertanyaan, mulai dari pertanyaan yang serius sampai pertanyaan yang bernada mengejek. Sungguh wahai saudaraku, pernyaan mereka kerap kali membuat amarahku naik 180 derajat, ingin sekali rasanya tanganku ini menonjok muka para polisi tersebut. Bahkan lebih para lagi, salah satu diantara mereka hampir menempelkan kenang – kenagan untukku dengan sebatang rokok baru yang dihisabnya. Oh sungguh tragis apa yang kualami, sudah jatuh ketiban tangga lagi mungkin itulah masalah yang kualami saat itu. Belum selesai masalahku dengan para preman aku sudah dapat kado spesial dari Ustadz yang tercinta.
Saat itu, aku bali ke asrama kulihat orang – orang masih ramai di sana. Teman – temanku semua kaget melihatku di atas mobil tahanan polisi. Kondisipu mulai reda ketika polisi itu datang. Amboy, kulihat Arianto tiba di panti dengan nafas yang ngos – ngosan. Kadang naik kadang turun dan nafasnya seperti dicabut oleh malaikat maut. Sekan – akan setengah nafasnya naik ke tenggorokannya. Dengan serta merta ia langsung dipeluk oleh ibu Zubaidah, agar dia bisa tenang dan nafasnya kembali seperti sedia kala.
***
Pasca pengrebekan dan pengepungan itu, kita disuruh oleh Ustadz istirahat untuk persiapan sholat Ashar. Akupun istirahat dan merebahkan tubuhku sejenak untuk menenangkan fikiran dari masalah yang aku hadapi. Tetapi aku tidak bisa tenang karena yang terbayang dalam fikiranku adalah kado spesial dari Ustadz kepadaku, kado yang aku maksud adalah hukuman dan celaan dari ustadzku yang tercinta.
Ternyata dugaanku tidak salah setelah sholat Ashar aku diintrogasi oleh Ustadz dengan pertnayan yang bertubi – tubi, tetapi masih sempat guyon sama kita, dan salah satu celaan ustadzku yang paling mutakhir membuat kita tertawa adalah
“coba kalian lihat Bonang ta, hampir mati karena nafasnya sudah naik semua ke atas, ah ah ah gitu saking capeknya”
Mendengar pernyataan ustadz kami hanya senyam senyum dan tidak berani menampakkan suasana gembira, takutnya marah ustadz meledak seperti bom, itu yang paling aku takuti selama aku masih tinggal di PAM.
Kita hanya mendengar nasehat – nasehat ustadz yang sangat mendidik. Tetapi disela beliau memberi nasehat terkadang juga beliau mencela kita dengan celaan yang khas, seperti menyebut nama desa, warna kulit dan pokoknya apa apa yang menjadi ciri khas para santri. Diakhir nassehat beliau kita diberikan perintah untuk selalu berssama ketika pergi ke sekolah
“okelah kalau begitu, jika kalian pergi ke sekolah harus kompak, tidak boleh ada yang sendirian, ingat yaa”
“yaa ustadz” jawab para santri dengan kompak
Para santripun berhamburan keluar dari masjid dan herannya mereka tidak pernah sedih atau cemas malahan mereka mengejek satu sama lainnya atau mereview kejadian yang mereka alami. Aku diantara santri yang menjadi sasaran ejekan dan godaan oleh santri yang lain bahkan ustadz sering menggodaku dengan batuk yang dibuat – buat atau menyebut nama wanita yang menjadi primadonaku. Mendengar ejekan dan godaan dari ustadz dan teman – teman tentu saja aku malunya setengah mati, bagaimana tidak? Dengan kejadian itu seolah – olah dunia telah khatam bagiku. Dan salah satu teman yang tidak pernah berhenti menggodaku adalah Rusling dengan sindiran “ Eka e, eka e” kata – kata Rusling membuat aku gemas dan ingin menendang pantatnya, aku mengejarnya diapun berlari masuk kamar lalu pintu kamar dikunci seraya berteriak dengan sekeras – kerasnya “ekaaaaaaaaaa”
Sungguh mati
Aku jadi penasaran
Sampai matipun
akanku perjaungkan
memang dia yang paling manis
diantara siswi MTs hahaha
“oke oke oke, kau menang sekarang, tapi ingat nanti” ancamku padanya
“oke siapa takut ha ha ha”
Akupun masuk kamar dan mengganti pakaian sholat dengan pakaian sehari – hari dan beraktivitas sebagaimana biasanya.
Tradisi balas dendam
Pada malam harinya, kita mendengar kajian Ustadz jama’an tentang Fiqih Jihad, yang mana belaiu mengupas tentang aksi para terorisme yang melanggar syari’at Islam beliau berkata jika terorisme itu bukan syari’at Islam itu sebuah kemunkaran yang mengatasnamakan islam
Salah seorang santri bertanya kepada beliau “ustadz bagaimana dengan aksi pengeboman yang dilakukan oleh para terorisme yang mengatasnamakan jihad fi sabilillah?”
“sebellum kita berbicara masalah jihad fi sabilillah kita harus bisa membedakan antara jihad dan teror. Secara etimologis jihad adalah kesulitan dan kemampuan. Sedangkan secara istilah jihad berarti mengerahkan segenap kemampuan dijalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat – kalimatnya, membela agamanya, memerangi musuh – musuhnya dan juga dalam rangkan mencegah kedzliman, pelanggaran dan kejahatan seseorang. Sedangkan teror adalah taku atau ancam dan pengeboman yang dilakukan oleh Amrozi dan teman – temannya adalah tindakan teror yang bermotif meneror pemerintah atau bisa jadi memberantas maksiat. Teror itu sendiri merupakan upaya menempuh cara – cara kekerasan untuk mencapai target atau cita – cita yang mereka idamkan yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai kekuasaan. Ini biasanya dilakukan sebagai ungkapan kemarahan dan penentangan terhadap pemerintah resmi karena mereka tidak memenuhi tuntutannsya. Namun jihad sering disalah artikan oleh kaum muslimin, yang mana jihad diidentikkan dengan segala tindakan teror dan anarkis untuk membunuh orang kafir tanpa kecuali dan memrangi penguasa yang berbuat dzalim, sebagaimana yang diyakini oleh orang yang berpaham sesat khawarij dan takfiri. Inilah penyebab kian rancu nya makna jihad yang syar’i, padahal jihad itu merupakan amalan yang agung, mulia dan suci. Jihad dalam Islam bersih dari tindakan anarkis dan melampui batas. Ajaran Islam melarang membunuh kafir mau’ahd, kafir msta’min serta para wanita kecuali mereka terbukti berpartisipasi memerangi kaum Muslimin” kata beliau menjelaskan tentang jihad
“kalau begitu golongan kafir mana yang wajib kita perangi?” tanya Jumhan
“adapun golongan kafir yang boleh kita perangi, ehem ehem” jawab beliau sejenak untuk menghilangkan suara serak beliau “sampai mana tadi?” tanya Ustadz
“golongan kafir yang boleh kita perangi ustadz” jawabku pada beliau
“baik dalam Islam kafir dibagi atas tiga golongan pertama kafir harbi mereka adalah orang yang tidak mau menerima dakwah islam dan tidak mau membuat perjanjian kepada pemerintah Muslimin. Ringkasnya orang kafir yang menentang dan memrangi Islam. Kafir golongan ini tidak ada hak untuk dilindungi. Bahkan apabila mereka memerangi orang Islam, wajib hukumnya orang Islam membela diri, sekaligus menegakkan syiar Islam di bumi Allah swt. Golongan kedua yaitu kafir Musta’min, golongan kafir ini adalah kafir yang masuk ke negeri Islam dengan aman misalnya kafir harbi yang datang ke negeri islam untuk berdagang, berpariwisata atau menjalin kerjasama antar dua negara. Golongan kafir ini mempunayi hak untuk dilindungi pada waktu dan tempat terbatas karena mereka meminta keamanan.
‘golongan ketiga adalah kafir Mu’ahad, kafir ini merupakan orang kafir yang tinggal di negerinya tetapi antara kita dengan mereka terikat perjanjian untuk tidak saling memerangi, dengan catatan selama orang kafir tidak melanggar perjanjian maka wajib bagi orang Islam untuk tudak melanggarnya’
‘adapun golongan terakhir kafir dzimmi atau yang disebut dengan ahlus dzimmah yakni kafir yang tinggal di negeri Islam dan mereka hidup aman di bawah penguasa Islam. Tetapi dengan syarat mereka membayar Jizyah (sejenis pajak)harta yang dibayar oleh ahli kitab sebagai jaminan kemanannya, dan golonga kafir yang terkahir inilah yang banyak hak dan kewajiban kita penuhi terhadap mereka’
‘untuk itu, anak – anakku sekalian, kuatkanlah aqidah kalian karena sesungguhnya Allah swt berfirman dalam surat Al – Ahqaf ayat 13 “innalzhi naqaluu rabbunallahu tsum mastaqamu fala khaufun ‘alaihim walahum yahzanuum yang artinya sesungguhnyda orang – orang yang yang menyatakan tuhan kami Allah” kemudian mereka beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak pula berduka cita”
“nah, anak – anakku, mulai sekarang mantapkan aqidah kalian supaya tidak terjebak dengan pemikiran dan aqidah sesat khawarij, jangan sampai kalian terjebak dengan aliran – aliran sesat itu, yang mana aliran itu cenderuing mengafirkan pemerintah muslim atas dosa besar yang mereka lakukan. Sudah banyak pemuda atau generasi muslim yang terjebak dengan aliran – aliran semacam ini. Untuk itu, mantapkanlah hati dan aqidah kalian, mungkin ini saja yang dapat saya sampaikan, WASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH”
Pidatonya Ustadz Ahmad Jama’an membangkitkan semangatnya para santri, menggelorakan semangatnya para santri yang sudah kendur kemudian disirami dcngan motivasi semacam itu, saking asyiknya mendengar dan menyimak setiap untaian kata dari ustadz tidak terasa adzan sudah menggelgar di masjid yang lain. Kitapun sholat berjama’ah yang dipimpin oleh ustadz ahmad jama’an. Setiap beliau melantunkan ayat – ayat suci Al – Quran, terasa begitu menyentuh. Karena suara beliau yang begitu sendu dan menghayati setiap makna surat yang dibaca oleh beliau.
Selesai sholat aku dan teman – teman langsung berhamburan keluar dari masjid, berbagai macam aktivitas yang kita lakukan sehabis sholat. Tiba – tiba kudengar suara teriakan “ada Anjing masuk ke dalam halaman panti”. Teriakan itu langsung disambut oleh para santri panti yang lain, untuk mengepung anjing yang masuk itu, masing – masing dari mereka langsung mengambil peralatan untuk menghuikum tahanan yang masuk.
“tutup semua pintu gerbang” Andhika memberi komando
Kulihat teman – teman begitu semangat dalam menjarah anjing yan masuk itu, seolah – olah mereka sedang berperang menghadapi musuh dalam perang Badar. Disamping itu, taktik jugapun diatur ketika mengepung anjing itu, ada yang mengejek, ada yang menghadang dan ada pula yang menjaga area yang genting seperti serambi masjid yang mana jika Anjing itu naik ke emper masjid maka kita akan kena sangsi oleh ustadz yang tercinta.
Dalam pengejaran itu, semangat membara tampak disitu, saking semangatnya kita lupa dengan nasi yang kita tinggalkan di dapur, karena kita fokus pada Anjing yang lari dari pengejaran kita.
“itu dia, itu dia” kata Abdurrahman menujuk kearah Anjing yang berlari itu.
“me asu nan Daeng?” tanyaku sambil menoleh ke samping kiri dan kanan.
“itu masuk kamar mandi mungkin dia mau mandi junub kali, hahaha”
Aduh, canda temanku yang satu ini membuat tawaku meledak tak tertahankan, perutku bergoyang – goyang seperti goyangnya Inul Daratista. Aku terus mencari dan mencari tapi tak ketemu juga, kemana larinya buronanku yang satu ini
“Daeng, mana Anjingnya?” tanyaku pada Abdurrahman
“Anjingnya tidak ada yaa, berarti sudah mandi junub dia itu” ujar daeng padaku
“junub, junub junub apanya Daeng, Anjingnya saja tidak ada” kataku sambil menahan tawa
“waah, perlu detektif kalau sudah gini” katanya sambil tersenyum
“oke” kitapun melanjutkan melanjutkan pencarian buronan kita, kira – kira berapa jam kita tidak melihat sang buronan, suasana hatiku sudah membara. Namun suasana hatiku cair ketika kudengar guyonannya Daeng
“ayo bro, keluarlah entar kau ku sate nanti”
Setelah berapa lama kita mencari ternyata.....
“Daeng mana Anjingnya?” teriak Rusling
“ini dalam pencarian” jawab Daeng
Tidak sengaja aku menginjak ekor anjing itu, diapun berteriak....
“ini di dalam got, dalam got bro” teriakku
“mana mana?” tanya Daeng
“itu, na na na ketakutan dia” jawabku sambil menujukkan Anjing yang sembunyi dalam got tersebut
“bangsat, kurang ajar, mati kau sekarang” kata Daeng sambil mengeruk Anjing dengan gala yang dia miliki. Sekian jam, sekian menit akhirnya Anjing itu keluar juga dengan lolongan sedihnya. Kitapun menghajar dan memukul anjing itu tanpa ampun, entah rasa prihatin kita sudah mati atau tidak, mungkin hati kita sudah dirasuki oleh dendam yang tersumbat.
Anjing itu melolong...
Kita terus memukulnya tanpa ampun dan tanpa hati, sampai Anjing itu tewas ditempatnya. Setelah Anjing itu tewas... kita pun bersuka cita menyambut keberhasilan kita, seolah – olah anjing itu seperti lawan perang yang menyerang.
Ahhhhhh.......
Kitapun melepas kelelahan setelah menyerang anjing itu hingga tewas. Di dalam ruang istirahat seperti biasanya langsung bertabur dengan gosip yang bergentayangan. Masing – masing dari kita menceritakan kembali bagaiman cara kita membunuh sang penyelundup.
Dugem ala santri
Lelah, keringat mengalir, udara pada malam hari serasa membelai seluruh tubuh kita. Ruangan seakan – akan seperti orang jual sate madura yang sedang mengipas satenya agar cepat matang. Keringat mengalir seluruh badan diirngi dengan kipas yang membelai badan kita dan menambah ramainya suasan itu. Namun dari dalam kamar terdengar suara musik yang menggelora. Sehingga mengundang kita untuk menikmati alunan yang diiringi dengan goyangan.
Lalu kamipun masuk ke dalam kamar itu.....
“fer, gak masuk” tanya Andhika
“nanti aja, puanaass benarrr deta rua” jawabku sambil mengipas badanku yang keringatan
“oke bozzz” katanya
Tidak berapa lama kemudian, kudengar suara teman – teman yang ramai, dengan teriakan entah apa artinya. Tapi kata – kata yang paling sering kudengar siirrrr, hiyaaa, lanjuuuut. Hatiku penasaran, lalu akupun masuk. Aku kaget dan tersenyum melihat mereka menari dengan berbagai gaya mulai dari hip hop, keroncong, gaya bencong hingga tarian ngebor yang membuatku terbengong – bengong
“fer. Gak ikut” tanya Rusling
Pertanyaan itu membuatku tersenyum dan menggelengkan kepala
“masya Allah, awas ketahuan oleh Ustadz” kataku mengingatkan mereka
“aahh... gak apa – apa, gak usah dipikirin Bro, nyantai kayak di pantai” jawab Rusling sekenanya
“fer, ayo” ajak Jumhan
Akhirnya aku tergoda dengan ajakan mereka untuk nari yang tidak karu – karuan itu. Dalam ruangan banyak kejadian yang seronok bahkan boleh dikatakan dugem ala santri panti asuhan Muhammadiyah, musik yang adapun beraneka ragam mulai dari keroncong hingga disco. Namun tiba – tiba suara musik dimatikan
“teman – teman”teriak Rusling sambil melambaikan kedua tangannya “dengarlah jeritan hatiku yang aku persembahkan lewat puisi yang judulnya aku tak tahu”
Kita semua terbengong dengan, teriakan itu seperti orasi bung karno ketika menyemangati rakyat Indoonesia ketika berperang. Pada awalnya menengadahkan kepalanya keatas, hening seketika..
“dengarkan” kata Rusling
Kupandangi wajah jelita
Kian menarik tapi aku tak tertarik
Hati bergetar tapi aku tak gentar
Gentar karena apa? Aku tak tahu
Sayang, seandainya kau tahu
Ingin kucium keningmu
Tapi.. kau belum keramas
Malas, karena perut ini mulas
Tentu saja karena aku pemalas
Hpku berdering dering –dering
Sms datang aku pusing
Masya Allah pusing karena apa?
Aku tak tahu
Dari tadi pusing
Obat tak dapat
Dikasih pracetamol
Eh... ternyata adikku ngompol
Oh tuhan tolonglah hambamu ini
Yang lagi kasmaran dan penasaran
Makanya jangan heran, jika wajahku sangat rupawan
Beli mentimun sama Aurah kasih
Matur nuwun
Terima kasih hahaha
Akhirnya Rusling mengakhiri puisinya dengan diplomatis
”haram jadah benar kau Rusling, saya kira puisi apa yang kau pamerkan pada kita” maki Andhika dengan senyum
“ekspresi bro, ekspresi” kata Rusling
Kitapun melanjutkan dugem yang tertunda karena puisi yang dipersembahkan. Bosan dugem kita lanjutkan dengan ekspresi yang lain yaitu dengan karate dan lain – lain
Semua kegiatan itu, kita kerjakan dengan hati – hati agar tidak ketahuan oleh Ustadz, sebab kalau ketahuan maka celaka dua belas yang kita dapat dan sudah tentu kita menerima ganjaran dari Ustadz.
Main Kartu
“bro, kita remi yuk mumpung ustadz lagi tidur” usul Jumhan
“oke, tapi kalau minum air lima gelas ya” tantang Andhika
“oke, siapa takut” jawab jumhan “kalian gimana
Tidak ada yang menjawab akhirnya terjadilah kesepakatan
“sediakan gelas dan ember di dapur” perintah Andhika
“nggak apa – apa” jawab mereka
Pada malam itu, akhirnya terjadilah permainan remi, entah sampai jam berapa selesainya. Di tengah asyiknya mereka main remi tanpa mereka sadari tiba – tiba ada yang ngetuk pintu, tuk tuk tuk
“siapa?” tanya Jumhan
Tapi diluar tak ada jawabannya, dan jumhan mengira itu salah satu santri dari panti asuhan
“dayat, jangan main – main kau” ancam Jumhan
Karena marah jumhan langsung mengetuk pintu. Namun “dugh” mukanya langsung pucat
“ustadz ada apa?” tanyanya sambil menyembunyikan rasa ke khawatiran dan memberikan komando pada teman – teman yang lain agar menyembunyikan kartu yang mereka pakai
“nggak ada apa – apa, apa yang sedang kalian kerjakan
“nggak ada Ustadz, kita nggak ngapa – ngapain” jawab Jumhan dengan ekspresi tanpa dosa
“o o o” kata Ustadz mengangguk
Lalu ustadz masuk kamar dan mengecek kebenaran kata – kata Jumhan. Selain itu, ustadz juga bercanda dengan kita
“aidah, lenge rusling pee” kata ustadz sambil tersenyum
“astaghfirullah ustadz orang seganteng ini dikatakan jelek, apa kata dunia” kata Rusling dengan ekspresi yang memelas
“tutu dean ustadz, nan tai mata masih peno” kataku sambil terkikik
“fer, jangan gitu dong” bisik Rusling sambil menyenggol pundakku dan berharap Ustadz masuk kamarnya, teman – teman yang tergabung dalam permainan harap – harap cemas akan tindakan Ustadz yang selanjutnya, karena jika ketahuan maka sandiwara teman – teman berubah total. Dan akhirnya perbuatan teman – teman tidak ketahuan juga. Karena ustadz masuk kamar tidur untuk istirahat. Kegiatan itu dilanjutkan setelah bosan baru teman – teman lanjutkan dengan PS. Inilah yang membuat anak panti begitu malas ketika bangun dan shalat subuh, dan tak heran jika ustadz terus menassehati agar tidak ngantukan di waktu subuh.
Pengumuman hasil ujian
Pagi menyambut, ayam dan katak berdzikir di waktu subuh, kitapun bangun menunaikan shalat subuh. Pada waktu itu merupakan waktu yang paling bersejarah dalam hidup kita yaitu pengumuman hasil kelulusan. Kelulusan meruapakan sesuatu yang paling berharga bagi kita siswa MTs Negeri Sumbawa, semua siswa tertuju pada satu titik yaitu kelulusan, saking lamanya penantian itu seakan – akan kita dihimpit oleh gunung.
Dugh dugh dugh itulah bunnyi suara jantung kita saat menanti hasil kelulusan dengan harap – harap cemas. Dan Alhamdulillah kita siswa MTs Negeri Sumbawa lulus seratus persen.
Begitu kita tahu bahwa kita lulus seratus persen langsung saja teman – teman berpesta ala mereka. Dan aku lebih memilih pulang dan ngobrol dengan miftahul Jannah pacar pertamaku, ketika dia mengajakku ke kostnya untuk merayakan kelulusan tersebut. Aku dan dia menikmati obrolan dengan suasana indah, canda, tawa terkadang juga ia mencubitku dan terkadang juga ia iseng mengambil rumput lalu dimasukkan ke telingaku. Setelah itu ia lari dengan manjanya. Lalu kukejar dan kutangkap ia. Karena sama – sama kelelahan aku memandangi wajahnya yang begitu indah dan bisa kurasakan deru nafasnya di hidungku. Akan tetapi Astagfirullah hampir saja aku terjebak dalam lembah kemaksiatan, karena sama malu kita menundukkan kepala dan melanjutkan obrolan yang sempat kita tunda. Sungguh indah suasana hatiku saat itu. Entah syaitan apa yang merasuki hatiku ingin sekali aku menciumnya dan terkadang juga ingin memeluknya.
Sampainya di panti, aku seperti orang yang berlumuran dengan sejuta cinta yang ada dalam hatiku. Semua santri panti heran melihat tingkahku yang terkadang senyum sendiri tanpa sebab terkadang juga seperti orang autis yang sudah ada dalam dunia mereka sendiri.
“Fer, kamu kenapa kok kayak orang gila gitu?” tanya Daeng
“no problem bro” jawabku sekenanya
“ah yang benaaar, jangan bo’ong fer” kata Daeng
“biasalah orang lagi kasmaran” jawabku dengan diplomatis
“o o o o” kata Daeng sambil mengangguk dengan penuh makna
Ketika aku sedang asyik ngobrol satu sama lain. Tiba – tiba dari dalam kamar kudengar suara orang memanggilku
“Fer, bagaimana lulus ke?” tanya Rusling padaku
“Alhamdulillah lulus kamu gimana?”
“lulus sob e lulus” jawabku dengan kegirangan
Kamipun bersuka ria menyambut kelulusan kami, berbagaimacam seremoni yang dilakukan oleh teman – teman. Ada yang pergi ke PS, ada yang pergi seliper ate, batu gong kesemuanya perayaan itu terkendali dengan sendirinya, ketika waktu ashar menyambut semusa santri pulang ke asrama untuk sholat.
***
Setelah shalat ashar seperti biasanya ustadz faisal bercanda dengan kita. Namun kali ini ustadz sangat gembira menyambut kesuksesan dari hasil belajar kami. Terkadang juga ustadz guyonan mengenai setiap kelakuan kita selama di panti
“Marok dimana kau lanjut sekarang?” tanya ustadz pada Rusling
“di MAN 1 sumbawa besar ustadz” jawab Rusling
“Andhika?”
“tidak tahu ustadz” jawab Andhika
“untuk anak – anakku sekalian yang saya cintai. Sonsonglah masa depan. Karena perjalanan kalian masih panjang inniam’al ‘isriyusraa artinya sesungguhnya setelah kesusahan pasti ada kemudahan”
Kata – kata itu selalu terngiang dan tertanam dalam hati kita. Seperti biasanya, para santri melakukan tugas harian seperti biasanya, terkadang ceria terkadang juga sedih yangsedihnya entah kenapa?.
Sementara aku.......
Fikiranku melayang entah kemana, aku tak habis pikir kenapa aku selalu memikirkan cinta pertamaku, dalam khayalanku aku seolah – olah bermain dengan dia ndah sekali ceritanya seperti cerita Romeo dan Juliet
Namun tiba – tiba........
Plak.. tangan Jumhan menepuk pundaku, sentak saja aku kaget setengah hidup, aku menoleh padanya.
“kenapa?” tanyaku
“nggak apa – apa, kok ngelamun?” daeng balik bertanya
“ ya beginilah aku” jawabku sekenanya
“oooooooo aku mengerti” kata daeng tersenyum padaku mengungkapkan suatu yang misterius
“Ngerti apa boss?” tanyaku penasaran
“hahaha nagku aja boss, kalau kamu lagi kasmaran dengan si Miftahkan” Daeng
Aku hanya diam seribu bahasa, karena saat itu otakku benar – benar telah diracuni olehnya mulai dari senyumnya, warna pipih yang kemerah – merahan. Seolah – olah dunia ini nan indah, yang mana cinta menurut pujangga Cerita Indah Nan Tetap Abadi, itulah yang rasakan.
Tidak terasa, waktu Maghrib datang dan tersenyum menyambut kita, para santri yang lainpun pulang dan siap – siap untuk sholat Maghrib. Seperti biasanya sehabis shalat kita disuruh oleh ustadz oleh ustadz muraja’ah dan menambah hafalan. Akan tetapi, seperti biasanya ada, ada saja ulah para temanku. Ada yang bermain ada ada yang bahkan ada pula yang tidur bahkan ada pula yang beli makan di rumahnya Bu Kessi.
***
Setelah shalat Isya, para santripun makan makan kemudian sehabis belajar menjelang jam sembilan kita disuruh istirahar oleh ustadz. Dan bukannya istirahat yang kita kerjakan malah kita dugem ala santri panti asuhan muhammadiyah, ada yang joged jaipongan, ada yang joged ala inul daratista dan lain – lain. Yang paling mencengangkan yakni dengan teriakan
“tangan diatas, goyangkan badan, semua teriak yo yo yo” kitapun mengikuti komandonya Andhika. Suasana di dalam kamar melebur menjadi satu, seakan – akan dunia telah menjadi tawanan kita. Sampai kegiatan itu berhenti ketika mendengar teriakan Rusling
“sish.... ei ada ustadz bro”
“cepat, cepat sembunyikan MP3 dan sound speakernya boss” jumhan memberi perintah pada salah seorang santri
Dengan penuh semangat kita semua bekerja sama untuk menyembunyikan semua benda – benda yang kita gunakan, ada – ada saja ulah teman – temanku. Dengan ekspresi tanpa dosa mereka akting tidur.
“hey, kok nggak tidur?” tanya ustadz
“ooh itu ustadz, ini kita lagi diskusi” jawab Andhika tersenyum
“oh ya lanjutkan diskusi kalian” kata ustadz pada kita
Setelah ustadz faisal, pergi tidur kita semua berjoget, gembira karena perbuatan kita tidak ketahuan. Ada yang berteriak dengan kegirangan “hore ustadz tidur” setelah puas dugem ala santri,kitapun tidur untuk persiapan daftar SMA atau sekolah yang ingini kita masuki.
Mendaftar sma
Menjelang subuh, seperti biasanya kita sholat berjama’ah dengan ustadz. Setelah shalat subuh ustadzpun menasehati kita dengan penuh kebijaksanaan, dengan motivasikan yang tidak pernah kulupakan
“anak – anak yang saya cintai, ingat firman Allah swt, dalam surah al – insyirah ayat lima sampai ayat delapan yaitu fainnama’al usriyusraa, innama’al ‘usriyusraa, faidza faraghtafansab, waila rabbika farghab, di dalam ayat ini mengandung hikmah yang begitu mendalam yang artinya maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila telah selesai suatu urusan tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, hanya kepada tuhanmulah kamu berharap”
“ingatlah, anak – anakku berusahalah untuk mencapai cita – cita kalian, sakitlah dahulu karena menjadi orang sukses pasti dibarengi denga rintangan maka untuk itu, setelah selesai suatu urusan kerjakanlah urusan yang lain. Karena itu lebih berfaedah”
Itulah kata – kata yang sangat indah dan sering disampaikann oleh ustadz setiap selesai shalat, sampai sekarang kata – kata itu masih terpatri dalam hatiku. Setiap kali ustadz menasehati kita pasti terselip tiga ayat surah al – insyirah dalam setiap pembicaraan beliau.
Kata – kata itu menjadi cambuk bagi kita untuk terus berprestasi. Akan tetapi, karena sudah menjadi tradisi sebagian besar nilai anak panti selalu di bawah rata – rata, entah mungkin karena malas atau karena apa?. Kitapun disuruh bubar oeh ustadz. Karena saat itu bertepatan dengan hari libur, jadi para santri tidak perlu untuk siap – siap pergi ke sekolah, bahkan tidak tanggung – tanggung mereka langsung tidur sehabis dinasehati oleh ustadz. Adapun aku, rusling, andhika, daeng, syamsuddin dan jumhan memilih siap – siap untuk mendaftar ke SMA.
Masing – masing dari temanku memilh sma yang menjadi pilihan mereka, ada yang mendaftar ke sman 2 sumbawa besar, sman 3 sumbawa besar dan man 1 sumbawa besar. Sedangkan aku sendiri mendaftar di SMAN 1 sumabwa yang menjadi favoritku, aku sangat antusias. Dan pada saat itu, aku saja yang berani mendaftar di SMA tersebut, karena nilaiku di atas nilai teman – teman atau santri yang lain. Waktu pertama kali mendaftar, masya Allah begitu banyak siswa yang ingin lanjut di sekolah itu. Sementara aku sendiri hampir tidak diterima karena nilaiku menjadi nilai perbatasan.
Sampainya di SMAN 1, saya lupa bawa salah satu perlengkapan dengan terpaksa aku balik ke panti dan mengambil foto di EKA JAYA, dan itupun aku harus bolak balik dari toko ke sman 1 sumbawa yang jaraknya sekitar 1 kiometer. Aku berjalan bolak balik dari panti, sekoloah dan toko, dalam perjalanan saking cepatnya, aku berjalan dengan gigi tiga tidak peduli dengaan orang yang melihatku entah heran atau mencelaku karena cepat aku berjalan. Kebanyakan orang sumbawa memiliki gengsi yang mencapai seratus delapan puluh derajat yang mana terkadang orang luar sumbawa apabila datang ke Sumbawa maka ia akan kesulitan membedakan mana yang kaya dan mana yang miskin, ini disebabkan karena gaya pakaian mereka hampir sama tapi tak serupa.
Ketika aku berjalan dengan gigi tiga, aku melewati gang – gang sempit dan tibanya di gang mangga 2 tepatnya di depan toko buku intan pariwara, aku langsung diserbu oleh segerombolan anjing, tentu saja aku kaget setengah mati dan hampir saja aku koma delapan detik saking kagetnya. Anjing – anjing itu berteriak menyerangku dengan pasukannya, tentu saja aku lari sebentar, kemudian aku putar badanku dan kusuruh mereka berhenti baru kemudian aku ambil batu dan lansung saja aku bilang ke pemiliknya
“pak anjingnya tolong dikurung kalau tidak maka anjing ini akan mati semua” kataku dengan mata melotot diiringi dengan senyum
“ya nak, ya nak” jawab pemilik Anjing itu
Baru kemudian hati dan fikiranku tenang setelah Anjing itu dipanggil oleh tuannya. Dan akupun meneruskan untuk mendaftar ke SMA 1, setibanya di sana aku lihat para calon siswa begitu antusias agar bisa menjadi murid sekolah pavorit itu. Aku masuk ke dalam stand staf pendataran siswa baru SMA 1 Sumbawa, dengan penuh tergesa – gesa aku memberikan semua berkas – berkasku semua diperiksa, dan Alhamdulillah itupun dimasukkan. Namun ketika aku berikan uang administrasi ternyata ada yang kurang yang berkisar lima ratus ribu rupiah
“Nak, uangmu masih kurang sekitar lima ratus ribu rupiah” kata salah satu guru SMA 1 yang kalau tidak salah itu guru matematika.
“terus bagaimana, bu” tanyaku dengan wajah cemas
“kamu harus melunasi sampai besok, kalau tidak kamu akan gugur” kata pak herman
“ya ya ya pak, insya Allah, saya akan melunasi sekarang”
Sehabis itu aku, langsung aku keluar cari ustadz faisal dan pak haji taher untuk meminta uang tambahan. Karena kalau tidak percuma lulus diperbatasan akhirnya harus tersingkir juga. Aku lari dengan gigi dua untuk pergi ke rumah pak haji taher dan ternyata beliau tidak ada di rumah, lalu akupun pergi ke kantor beliau dan akhirnya aku bertemu di tengah jalan
“pak ini uang ssaya kurang lima ratus ribu rupiah” kataku
“maaf nak saya tidak punya uang sebanyak itu” kata beliau dengan penuh ke khawatiran
Aku diam sejenak, berfikir, bagaimana cara aku dapat uang dan..............
“pak bagaimana, jika bapak tanggung sebagian dan saya tanggung sebagian dan Insya Allah hari ini saya akan pulang ke desa saya” saranku pada beliau
“ia nak , ini saya kasih uang hanya pas untuk pulang saja” kata beliau menyodorkan uang selembar sepuluh ribu rupiah
Akupun segera minta diri, untuk pulang ke kampungku, setelah itu aku langssung pergi ke kantor ustadz untuk pamit pulang. Sampainya di kantor ustadz, tanpa basa basi aku langsung masuk ke kantor beliau
“assalamu’alaikum, ustadz” kataku sambil mengetuk pintu
“wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, ada apa bagepolak” jawab ustadz
“anu ustadz uang registrasi saya kurang dan besok batas terakhirnya dan saya mau pamit pulang” jelasku pada beliau
“kurang berapa?”
“lima ratus ribu rupiah” jawabku
“kapan pulang?”
“insya Allah besok ustadz” jawabku dengan senyum yang terindah saat itu
Tanpa basa basi aku langsung menuju Blok M, untuk menunggu bus, dan ternyata bus yang pergi ke desaku sudah berangkat. Maka dengan terpaksa aku naik angkot yang hanya sampai desa Sela dan Melung. Sesampainya di Sela aku lihat orang – orang desaku sedang membongkar rumah yang baru dibeli oleh salah satu keluargaku. Aku turun disitu dan aku melihat kakak sepupuku jalan ke arahku
“kak ada bapak di situ?” tanyaku pada kak Yon
“ada si”jawab kak yon
Dengan segera kak yon memanggil bapakku..
“pamaaan, aman ini ada Feri” teriak kakakku yang satu ini
Tidak lama kemudian datanglah bapakku, raut muka yang cerah dengan senyuman yang terindah diberikan padaku
“ada apa, Lam?” tanya beliau
“anu pak uang registrasi saya masih kurang lima ratus ribu rupiah” jelasku pada beliau
“nanti bapak cari” jawab bapakku
Kata singkat itu sangat berarti bagiku, yang mana kulihat guratan wajah ketabahan yang ada pada beliau. Bapakku tersenyum kemudian membelai kepalaku dan mencium keningku, alangkah bahagianya hatiku saat itu.
Setelah selesai gotong royong,kitapun pulang kampung, sesampainya di rumah aku dan bapakku istirahat melepas lelah sambil berbincang – bincang seputar sekolah baruku. Dan bapakku memanggil ibuku
“Nii, ada makanan?” teriak bapakku dari bawah rumah
“ada di atas meja”jawab ibuku yang tercinta
“lam ayo makan” ajak bapakku
Kitapun makan dengan lahap dan menikmati makanan yang telah dihidangkan di atas meja. Aku sangat bersyukur,karena aku masih dikasih makan oleh Tuhan yang maha kuasa. Walaupun aku makan dengan Sepat campur Aru tetapi rasanya seperti di restoran. Oh tuhan betapa nikmatnya kehidupan yang telah engkau berikan padaku. Semua nikat yang telah engkau berikan tidak dapat aku hitung
Dan tiba – tiba bapakku yang menegur
“Lam, terus apa kata ustadz faisal padamu?”
“ya nggak tahu, saya pak. Ustadz langsung menyuruh saya pulang”
Bapakku diam seribu bahasa, entah apa yang beliau pikirkan. Kulihat wajahnya yang begitu tabah dan tidak pernah menyerah yang walaupun sering diremehkan oleh orang kampungku sendiri.
“bapak, tres me luk?” tanyaku pada beliau
“Insya Allah, bapak akan pergi ke Lito untuk pinjam uang pada Haji Man” jawab beliau
“berarti bapak ngenap di sana ya?”
“ya, harus begitu”
Maghrib pun datang menyambut kita, suara adzan datang mengalun – alun dengan syahdunya memanggilku dengan suara yang sangat romantis. Aku bergegas pergi ke masjid untuk shalat berjama’ah.
“bapak tidak shalat di masjid?” tanyaku
“nanti aja Lam, saya belum mandi. Kamu aja dulu” kata Bapakku
Akupun pergi ke masjid untuk shalat Magrib, dalam do’aku sambil berjalan berharap agar bapakku dapat pinjaman uang dari Haji Abdurrahman (Haji Man), dan aku yakin pada saat itu Allah sswt pasti menolong hambanya apabila mengalami kesulitan. Aku berjalan dengan langkah yang sangat pusing sangat pusing. Karena harus memikirkan sekolahku. Yang membuat aku sedih ketika kulihat wajah ayahku yang begitu susah memikirkan uang sekolahku.
Pernah beliau bercerita padaku yang ceritanya begini teman “Lam, ada seorang anak berkata pada bapaknya bahwa ia ingin naik pesawat, lalau bapaknya berkata kalau kamu ingin naik pesawat maka dari sekarang kamu harus tekun belajar dan sekolah. Lam, bapak harapkan pada kalian semua bisa sekolah sebab tidak ada lagi yang bisa bapak banggkan”
Air mataku menetes jika aku ingat harapan beliau padaku, beliau ingin sekali anak – anaknya bisa lanjut sekolah setinggi –tingginya. Sampainya di Masjid Bageloka aku langsung ambil air wudhu. Dan dari belakang ada yang menegurku
“feri, kapan pulang?” tanya Ea Empeng
“barusan Ea e” jawabku “pa rungan sia to” tanyaku pada beliau
“Alhamdulillah, rungan balong si”
Kemudian kitapun masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat magrib berjama’ah, biasanya selesai shalat berjama’ah orang – orang kampungku langsung zikir berjama’ah dengan suara keras bahkan mereka memakai pengeras suara. Yang paling lucu, kalau sudah lelah mengucapkan kalimat La ilaha ill Alla biasanya mereka mengucapkan kalimat itu sepotong – potong. Barisan yang satu mengucapkan La ilah La ilah dan barisan yang lain mengucapkan Allah Allah. Bahkan kalau sudah mencapai klimaks semuanya mengucapkan Allah Allah sambil menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.
Sehabis shalat aku biasanya langsung pulang, karena aku ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku jalan sambil menikmati kampung Bageloka yang sangat aku cintai ini. Oh tuhan betapa indahnya kampungku ini walaupun banyak kotoran binatang di sana di sini. Tetapi aku tetap bahagia dengan desa kelahiranku ini. Sesampainya di rumah, aku masuk dan di sana tidak kulihat bapakku yang tercinta. Maka aku segera bertanya pada ibuku
“emak, mana bapak?”
“pergi ke Lito ke rumah haji Man pinjam uang” jawab ibuku
“emak, ada nasi. Saya lapar, mak?” tanyaku dengan suara sangat manja pada ibuku yang tercinta
“ada si, bao meja makan”
Akupun segera mengisi perutku yang sudah meminta bernyanyi agar segera ditenangkan. Aku menikmati masakan spesial dari ibu yang tercinta, sungguh sangat enak.
Tiba – tiba...
“kak Feri, pidan ka sia mole?” tanya Fauzan padaku
“beru po adi e” jawabku lalu aku cium kening adikku yang imut ini
Akupun makan bersama dengan adikku yang satu ini, sambil makan dia selalu bertanya kepadaku, entah apa yang dia tanyakan padaku. Dan yang paling mengasyikkan dia selalu bisa membuat aku tertawa walaupun umurnya baru empat tahun. Banyak orang yang berkata jika aku dengan dia seperti bukan adik kakak karena tidak ada kesamaan sedikit. Sambil makan adikku selalu minta dimanja entah itu disuap atau dia mengambil setiap lauk yang aku makan.. dan yang paling membuat aku berkesan ketika dia minta saya untuk mendengarkan lagu yang ia nyanyikan
“kak Feri, dengarkan saya nyanyi” pintanya padaku
“iya dik, iya dik. Iya nyanyi cepat” suruhku padanya
Adikku nyanyi dengan suara lancar tanpa ada salah sedikitpun, yang lebih gilanya dia nyanyi sambil goyang geleng kepala atau badan, ibuku hanya tersenyum ruangan tamu dan nyeletuk
“Lam, coba gita adimu kadu, pintar nyanyi ne”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum melihat aksi lucunya adikku yang satu ini. Setelah selesai makan kitapun keluar dari ruang makan dan duduk di samping ibuku, kulihat beliau begitu konsentrasi nonton sinetron Cinta Fitri, ya maklumlah sinetron ini menjadi favorit ibuku. Setelah acara yang beliau tonton diselingi dengan pariwara, beliau menoleh padaku dan bertanya
“Lam, sudah kamu beresin bekas makananmu, nak?”
“belum, bu” jawabku
“ya udah, sana beresin semua bekas makanmu, nak”
“ ya bu” jawabku
Kemudian akupun masuk ke dalam ruang makan untuk membersihkan sisa makananku. Sambil membersihkan bekas makananku, kulihat bekas adikku paling berantakan. Aku hanya menggeleng kepala dan tersenyum dengan ulah adikku yang satu ini. Sambil membereskan sisa makanan, aku bertanya pada ibuku
“emaak, kapan bapak pulang?” teriakku dari dalam ruang makan
“gak nak, insya Allah bapakmu pulang besok pagi”
Masya Allah itulah perjuangan ayahku, yang rela berutang dan nginap di rumah orang hanya untuk melihat anaknya bisa sekolah. Tidak aku rasa air mataku menetes karena begitu besarnya usaha beliau untuk kita, sementara aku dan adik – adikku telah banyak melakukan hal – hal yang tidak berkenan di hatinya. Oh tuhan, ampunilah hambamu ini yang telah membuat orang tuaku murka dan marah padaku.
Setelah selesai membereskan bekas – bekas semua sisa ku makan. Aku langsung bergegas tidur. Aku lelah dan ngantuk karena mengurusi pendaftaran siswa baru di SMA 1, aku pergi ruang tamu dan masih kulihat ibuku nonton dengan asyiknya. Tanpa berkata aku langsung berbaring di ranjang, tetapi aku rasa ada sesuatu yang kurang. Aku bertanya pada ibuku
“emak, mana selimut?”
“di kamar nak” jawab ibuku
“mak, saya mau tidur dengan kak Feri” kata Fauzan
“ya” jawab ibuku
Akupun ke kamar ibuku, dan mencari selimut yang aku perlukan. Karena tidak menemukan lalu aku bertanya lagi
“emaak, tidak ada”
Tanpa menjawab beliau lalu masuk dan mencari selimut yang aku maksud
“kamu ini, kalau nyari jangan pakai mulut tapi pakai mata” tegur beliau padaku
“hehehe” kataku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal
Setelah ditemukan selimut yang dimaksud oleh ibuku, lalu beliau memberikan selimut padaku. Dan beliau keluar dan pergi ke ruang tamu, sedangkan aku hanya mengikuti dari belakang. Sampinya di ruang tamu aku langsung menyerbu kasur dan tidur. Namun tiba – tiba Fauzan datang dan menyelinap ke dalam selimutku
“kak Feri, kak Feri, saya mau tidur”
Lalu aku cium dan kupeluk adikku yang lugu ini, aku tidur dengan sejuta pikiran dalam otakku. Aku tidur dengan mimpi dan harapan semoga aku dapat diterima di sekolah favorit itu, agar tidurku nyenyak dan dapat mimpi yang baik maka aku berdo’a sebelum tidur.
***
Setelah pagi datang menjemput, aku bangun dengan semangat dan sudah kulihat ayahku tiba di rumah kira – kira jam tujuh. Aku sambut beliau dengan senyum dan kucium tangannya walaupun belum mandi
“bapak bagaimana?”tanyaku dengan penuh harap
“ada nak, haji man minjami kita uang sebanyak lima ratus ribu rupiah” jawab beliau denga senyuman
“lalu, kapan saya bisa balik ke sumbawa, bis sudah berangkat dari tadi pagi?”
“nanti kamu pergi bersama dengan kak Yon mu, sudah saya bilang tadi di Lito”
“alhamdulillah” jawabku
Kemudian aku, bergegas mandi ke sungai, dan kulihat orang – orang ramai di sungai. Sampainya di sungai, aku langsung mencebur diri. Dan kulihat teman – teman bercanda satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata