Oleh MuFe El-Bageloka
MBS merupakan kepanjangan dari Manajemen Berbasis Sekolah.Manajemen itu sendiri adalah pengelolaan, dan ini berasal dari kata to manage yang artinya menpendidiks, mengatur, melaksanakan, memperlakukan dan mengelolah.
MBS adalah bentuk alternatif sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan. Sebagai wujud dari reformasi pendidikan, MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi pendidik, pemerataan efesiensi serta manjemen yang bertumpu ditingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, dan dipihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi.
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 32/ 2004, tentang pemerintah daerah, berikut penyempurnaannya, urusan pemerintahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat) dan urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten /Kota). Urusan pendidikan sesuai dengan pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 32/2004, merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Artinya, urusan pendidikan bersifat desentralistik. Kendati demikan, kebijakan pendidikan tidak secara otomatis bersifat desentralistik, ada kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik, adapula yang bersifat desentralistik, terutama jika dilihat dari level kebijakan tersebut dirumuskan dan dilaksanakan.
Berdasarkan Undang-Undang di atas yang telah dipaparkan oleh peneliti, terlihat jelas pemerintah pusat ingin menyerahkan urusan kebijakan pendidikan kepada pemerintah daerah yang sesuai dengan maksud dan tujuan dari lembaga pendidikan tersebut. Dan ini terlihat dalam MBS, delegasi tanggung jawab dan wewenang akan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya. Alasannya adalah MBS menawarkan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk menentukan programnya sendiri, namun hal itu tetap disertai seperangkat tanggung jawab yang harus dipikul oleh sekolah. Tanggung jawab tersebut adalah terjaminnya partisipasi pendidik, pemerataan, efektivitas, serta manajemen yang bertumpu ditingkat sekolah. Oleh karena itu, tidak dapat dihindarkan perlunya ada perangkat peraturan yang memberikan peran tertentu kepada pemerintah pusat dan daerah dalam pelakasanaan model ini .
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat .
Dengan adanya desentralisasi dalam kependidikan di Indonesia pemerintah haruslah mempertahankan serta memperluas inovasi MBS(Manajemen Berbasis Sekolah) ke seluruh pelosok daerah agar anak bangsa dalam mengenyam pendidikan secara merata. Disini terlihat jelas harus adanya kemauan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk memaksimalkan dana yang ada untuk digunakan seefektif mungkin dalam mengelola pendidikan. Dengan ada banyaknya negara donor yang melakukan riset dan percontohan tentang MBS di Negara kita, angin yang baik untuk sistem pendidikan kita untuk mengimplementasikannya sebaik mungkin.
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari School BasedManagement. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat .
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.
Dalam MBS, kepala sekolah dan pendidik memilik kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan prioritas pemerintah, lingkup strategi yang dapat ditawarkan adalah: a). Kurikulum yang bersifat inkulusif, b). Proses belajar mengajar yang efektif, (c). Lingkungan sekolah yang mendukung, (d). Sumber daya yang berasas pemerataan, (e) Standardisasi dalam hal-hal tertentu, monitoring, evaluasi dan tes. Kelima strategi tersebut harus menyentuh ke dalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah, yaitu: 1) Manajemen/ organisasi/ kepemimpinan, 2) Proses belajar-mengajar, 3) Sumber Daya Manusia, 4). Administrasi sekolah .
MBS merupakan kepanjangan dari Manajemen Berbasis Sekolah.Manajemen itu sendiri adalah pengelolaan, dan ini berasal dari kata to manage yang artinya menpendidiks, mengatur, melaksanakan, memperlakukan dan mengelolah.
MBS adalah bentuk alternatif sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan. Sebagai wujud dari reformasi pendidikan, MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi pendidik, pemerataan efesiensi serta manjemen yang bertumpu ditingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, dan dipihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi.
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 32/ 2004, tentang pemerintah daerah, berikut penyempurnaannya, urusan pemerintahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat) dan urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten /Kota). Urusan pendidikan sesuai dengan pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 32/2004, merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Artinya, urusan pendidikan bersifat desentralistik. Kendati demikan, kebijakan pendidikan tidak secara otomatis bersifat desentralistik, ada kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik, adapula yang bersifat desentralistik, terutama jika dilihat dari level kebijakan tersebut dirumuskan dan dilaksanakan.
Berdasarkan Undang-Undang di atas yang telah dipaparkan oleh peneliti, terlihat jelas pemerintah pusat ingin menyerahkan urusan kebijakan pendidikan kepada pemerintah daerah yang sesuai dengan maksud dan tujuan dari lembaga pendidikan tersebut. Dan ini terlihat dalam MBS, delegasi tanggung jawab dan wewenang akan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya. Alasannya adalah MBS menawarkan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk menentukan programnya sendiri, namun hal itu tetap disertai seperangkat tanggung jawab yang harus dipikul oleh sekolah. Tanggung jawab tersebut adalah terjaminnya partisipasi pendidik, pemerataan, efektivitas, serta manajemen yang bertumpu ditingkat sekolah. Oleh karena itu, tidak dapat dihindarkan perlunya ada perangkat peraturan yang memberikan peran tertentu kepada pemerintah pusat dan daerah dalam pelakasanaan model ini .
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada saat ini. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan faktor penting dalam reformasi sekolah di Indonesia terhadap sekolah-sekolah yang mampu bekerja secara independen dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder serta masyarakat setempat .
Dengan adanya desentralisasi dalam kependidikan di Indonesia pemerintah haruslah mempertahankan serta memperluas inovasi MBS(Manajemen Berbasis Sekolah) ke seluruh pelosok daerah agar anak bangsa dalam mengenyam pendidikan secara merata. Disini terlihat jelas harus adanya kemauan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk memaksimalkan dana yang ada untuk digunakan seefektif mungkin dalam mengelola pendidikan. Dengan ada banyaknya negara donor yang melakukan riset dan percontohan tentang MBS di Negara kita, angin yang baik untuk sistem pendidikan kita untuk mengimplementasikannya sebaik mungkin.
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari School BasedManagement. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat .
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi melibatkan semua stakeholder sekolah.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) juga dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Secara operasional MPMBS dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan mutu pendidikan.
Dalam MBS, kepala sekolah dan pendidik memilik kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan prioritas pemerintah, lingkup strategi yang dapat ditawarkan adalah: a). Kurikulum yang bersifat inkulusif, b). Proses belajar mengajar yang efektif, (c). Lingkungan sekolah yang mendukung, (d). Sumber daya yang berasas pemerataan, (e) Standardisasi dalam hal-hal tertentu, monitoring, evaluasi dan tes. Kelima strategi tersebut harus menyentuh ke dalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah, yaitu: 1) Manajemen/ organisasi/ kepemimpinan, 2) Proses belajar-mengajar, 3) Sumber Daya Manusia, 4). Administrasi sekolah .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata