26 Des 2012

Sepenggal Kata untuk Pak Susilo Bambang Yudhoyono

Oleh M. Feri Firmansyah

Seorang anak berambut kriting, kulit sawo matang dan berbibir tipis, sedang duduk melamun di teras Gapura Desa Landungsari mengingat kenangan masa lalu, bagaimana ia mengenyam pendidikan di SD Muhammadiyah 1 Malang, bermain dan tertawa gembira bersama teman-temannya. Khayalan itu langsung buyar ketika pukulan mendarat di bahunya,

    “Tem, ayo kita ngemis lagi, masih ada lima belas ribu lagi yang harus kita setor ke Pak Handoko” Ucap seorang anak dengan ekspresi cemas, muka pucat dengan pakaian lusuhnya.
“Boy, sekarang kita mau kemana?” Tanya Temmy cemas, gundah gulana menggerogoti hatinya
    “Entahlah” Jawab Boy tanpa ekspresi apapun
    “Oke sekarang kita beroperasi tempat biasa sebelum matahari terbenam” Ungkap Temmy dengan semangat menggebu-gebu
Tempat biasa yang mereka maksud adalah semua warung, tempat fotocopy ataupun tempat lainnya yang berada di desa Landungsari ataupun depan Kampus Tiga Universitas Muhammadiyah Malang. Mendapat suntikan semangat seperti itu, raut muka bahagia nan semangat langsung terlihat di wajah Boy. Mereka berjalan beriringan menuju warung satu ke tempat yang mereka datangi seperti biasanya. Tujuan mereka cuma satu yakni mencari sekeping dan selembar uang untuk disetor pada Pak Handoko, boss mereka.
Begitu matahari tenggelam di ufuk Barat, mereka langsung berhenti mengemis kemudian menuju tempat mereka istirahat. Ketika waktu menunjukkan jam 01.00 WIB truk warna hijau bermuat beberapa pengemis dan anak yang tertidur pulas datang menjemput dua anak yang malang itu. Temmy dan Boy langsung naik ke truk dan mencari tempat istirahat yang enak untuk merebahkan tubuh mereka. Sementara truk menuju tempat penampungan mereka. Khayalan Temmy langsung menyeruak dalam benak dan fikirannya yang mana hari itu dia bertemu dengan Pak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai anak berprestasi dalam lomba baca puisi tingkat nasional kategori anak-anak,
    “Marilah kita sambut para juara lomba baca puisi tingkat anak-anak” Ucap si wanita pembawa acara itu “Untuk juara ketiga, Khairunnisa” Tepuk tangan langsung bergemuruh dalam ruangan itu,
    “Juara kedua..... Achmad Ferry Wahyudi” Tepuk tangan tambah ramai ketika disebutkan nama peserta juara yang kedua
    “Lalu siapakah juara pertama” Hening dalam waktu dua menit ketika si pembawa acara itu berhenti membaca peserta juara pertama “Juara pertama kita sambut Temmy Jufri Ahmad”.
Tepuk tangan langsung membahana dalam ruangan itu,
    “Untuk para juara silahkan maju ke depan, karena Pak Susilo Bambang Yudhoyon akan menyerahkann hadiahnya” Ucap si wanita pembawa acara tersenyum
Temmy dan dua peserta yang juara itu naik ke panggung untuk menerima penghargaan dari Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Betapa bahagia hati Temmy ketika melihat idolanya datang ke arahnya. Dia tidak bisa berkata apa-apa begitu Pak Presiden mendekat kepadanya, Temmy kagum akan kharima dan wibawa Pak Presiden. Tanpa dia sadari Pak Presiden menegurnya “Nak”. Temmy sangat terkejut ketika mendengar suara itu dan langsung memperbaiki cara berdirinya lalu menerima penghargaan dari Pak Presiden. Tidak hanya itu dia juga mendapat suntikan motivasi yang sangat dahsyat,
    “Nak, semangat ya, ukirlah prestasimu”
Lamunannya buyar bertebrangan entah kemana ketika Truk yang ditumpanginya tiba di lokasi yang bertempat di Lawang, di sebuah gedung yang separuh atapnya rusak, gedung itu berwarna hitam karena asap api. Anak-anak terlantar dan pengemis itu langsung istirahat menikmati indahnya selimut di malam hari, semua orang yang ada di sana diam karena kelelahan. Namun tidak demikian dengan Temmy yang sibuk dengan khayalan dan cita-citanya, tanpa dia sadari ia berucap “Pak Susilo, aku ingin sekolah. Kapan aku bisa bertemu denganmu”. Teriakan itu langsung menyadarkan Boy dan bangun setengah sadar,
    “Tem, ada apa?” Boy keheranan mengucek matanya
    “Aku ingin bertemu Pak SBY” Kata Temmy mantap
    “Terus gue harus bilang wow gitu” Ejek Boy sambil mengangkat bahunya
    “Boy, suatu saat kamu pasti akan bilang wow, karena saya akan bertemu dengan Pak SBY dan saya akan masuk TV” Kilah Temmy dengan ekspresi semangat
    “Wow, silahkan dibuktikan” Ujar Boy menampakkan ekspresi kesal
    “Oke, besok saya akan berangkat menemui Pak Susilo” Jawan Temmy penuh keyakinan
Mereka langsung istirahat menikmati sajian hangatnya malam diiringi dendangan alunan syahdu serasa menyejukkan telinga.

***
Pagi indah tersenyum menyambut setiap aktivitas, dengungan iringan suara-suara mobil, kareta dan sepeda motor saling bersahut-sahutan. Para anak jalanan dan pengemis itu masih istirahat di tempat penampungannya. Tidak demikian dengan Temmy, dia sudah memantapkan niat dan tekadnya untuk menemui Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelum berangkat Temmy menulis surat untuk Pak Presiden,

Kepada Pak Susilo
Terus terang Pak saya ingin sekolah tolong bantu saya. Terima kasih ya Pak
Aku cinta bapak

Kertas itu dia bungkus dengan rapi dan dimasukkan dalam amplop lalu dilapisi dalam plastik kecil. Berbekal dengan tas bekas yang berisi pakaian yang terdiri tiga pasang dan surat itu, Temmy berjalan menyusuri tumpukan sampah yang baunya menyengat hidung. Temmy tetap memacu semangatnya menuju stasiun Kareta Api menuju Jakarta. Tatkala di jalan raya, Temmy melihat truk pengangkut sapi berhenti lalu dia melangkah ke truk itu, dia bertanya pada orang berkumis, bertubuh gendut yang lagi duduk di kursi truk itu,
    “Pak, truk ini mau kemana?” Tanya Temmy
    “Ke Bandung, ada apa dik?” Tanya Si Sopir itu
    “Pak, saya mau ke Jakarta, saya boleh numpang tidak?” Temmy tersenyum lugu
    “Boleh, ini hanya sampai Bandung” Jawab Si Sopir itu
    “Tidak apa-apa pak” Temmy berlari naik ke atas truk itu
Truk itu berjalan, Temmy mengambil posisi enak dan tidak menyatu dengan sapi-sapi itu. Ibarat kata, dia tidak ingin tidur satu tempat dengan sapi-sapi itu. Untuk itu Temmy mengambil tempat duduk di atas truk itu. Sekitar delapan jam dalam perjalanan dia melihat berbagai pemandangan-pemandangan indah, sawah terhampar luas, Padi-padi mulai menguning semakin melukiskan keelokan kota Malang. Melihat pemandangan seperti itu, tidak henti-hentinya bibir Temmy tersenyum seraya memuji sang khalik.
Truk itu tiba di Bandung kemudian menuju ke markasnya. Tatkala di markasnya, Sopir itu dan kondekturnya istirahat. Setelah itu, mereka menurunkan sapi-sapi itu,
    “Dik, ayo turun” Ucap si kondektur berambut kriting dan bertubuh kurus itu
Temmy tersadar dari lamunannya. Dia langsung bangkit dari truk itu “Kita sudah sampai ya Pak?” Tanyanya keheranan dan masih belum percaya
    “ya, cepat turun” Suruh kondektur itu
Temmy langsung turun dari truk itu, tetapi badannya lemas di sertai lapar yang mendera perutnya itu,
    “Pak, ada nasi ta, saya belum makan dari tadi pagi” Temmy menunduk sambil memegang perutnya
    “Ada dik” Jawab si Sopir itu “ Sekarang kamu ikut saya ke dapur”
Tanpa banyak kata, Temmy menurut saja apa kata si Sopir itu menuju dapur yang ada di markas truk itu. Begitu tiba di dapur, terpampanglah ruangan setengah bersih dan setengah kotor. Piring dan alat-alat dapur berserakan dimana-mana. Tempat kompor gas yang diperuntukkan untuk memasak berwarna hitam dan dipenuhi oleh bekas mereka memasak.
    “Silahkan ambil nasinya di sana” si Sopir itu menunjukkan bakul nasi yang berukuran besar “ Kalau ingin menggoreng telor itu ada di sana, selamat menikmati”
Hore, suara hati Temmy bersorak gembira akan pelayanan seperti itu. Setelah menerangkan apa yang harus dilakukan di dapur, apa yang harus dimasak. Si Sopir itu langsung meninggalkan Temmy sendirian di dapur. Dia langsung menggoreng telor lalu makan dengan penuh khidmat.
Sehabis makan, Temmy langsung membersihkan dapur yang amburadul itu, sebagai bentuk terima kasih kepada si Sopir yang telah banyak membantunya. Setelah itu dia langsung keluar untuk berpamitan kepada pegawai itu.
Di luar, terlihat para pegawai itu sedang bersantai menikmati syahdunya iringan musik alam dan belaian angin yang begitu menghangatkan tubuh. Temmy langsung melangkah ke tempat mereka berkumpul.
    “Pak, terima kasih atas bantuan anda semua, saya akan melanjutkan perjalanan” Temmy tersenyum
    “Loh emangnya kamu mau kemana?” Tanya salah satu dari mereka yang giginya cukup maju ke depan
    “Mau bertemu Pak SBY” Temmy tersenyum
Mereka langsung tertawa lepas mendengar pernyataan anak polos ini, mereka seakan disambar petir di siang bolong karena  tidak percaya akan mimpi Temmy
    “Dik” si Sopir itu menatapnya santun “Mimpimu terlalu tinggi, tapi sebaiknya kamu di sini bantu-bantu kami
 Temmy terdiam,
    “Tidak Pak, saya ingin bertemu Pak SBY” Ungkap Temmy mantap
    “Untuk apa?” Si Sopir itu menaikkan alisnya keheranan
    “Untuk memberikan ini” Temmy memberikan lipatan kertas
Pak Sopir membaca lipatan kertas. Ia kagum pada isi surat Temmy,
    “Dik, kalau mau sekolah ikut saya aja ya” Ajak si Sopir itu tulus
Temmy menggelengkan kepalanya “Saya ingin bertemu Pak Susilo” Ucapnya mantap
Sekali lagi para pegawai itu terutama si Sopir itu takjub dengan pernyataan polos dari Temmy, mereka mengangguk setuju dan kagum. Si Sopir itu menatap Temmy dengan tulus kemudian ia memegang kedua pundak anak itu,
    “Nak, jika itu mimpimu” Si Sopir itu merenung sejenak “Teruskanlah, saya yakin kamu akan jadi orang besar. Jangan pernah putus asa tetap semangat ya” Si Sopir itu mengelus-elus rambutnya Temmy
Mendengar motivasi dahsyat nan tulus itu, Temmy sangat terharu dan mengangguk. Temmy berpamitan dan bersalaman kepada para pegawai perusahaan itu,
    “Pak, kemana arah menuju stasiun?” Tanya Temmy
    “Kamu tidak usah menuju stasiun tapi ikut truk perusahaan ini saja, kira-kira jam dua akan berangkat ke Jakarta” Kata si Sopir itu.
Temmy tersenyum lalu berkata “Terima kasih Pak” Sungguh bahagia hati Temmy saat ini. Dia langsung membaur dengan para pegawai perusahaan pemasok sapi itu. Namun ketika dia membaur dengan para pegawai itu ternyata mereka sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri dan Temmy tidak tahu apa yang harus dia lakukan, untuk menghilangkan kejenuhannya Temmy duduk manis di depan TV dan menikmati sajian acara tersebut.
Jarum jam menunjukkan angka dua tepat. Temmy dipanggil oleh salah satu kondektur yang akan berangkat ke Jakarta. Temmy langsung menuju ke sana, truk itu pun berangkat menuju Jakarta, kali ini Temmy duduk di depan bersama sopir dan kondekturnya
Truk itu jalan. Kondektur truk itu sudah tertidur pulas. Sementara Temmy masih melihat sekelilingnya, yang mana terlihat hamparan sawah dan padi yang mulai menguning, para petani yang mengelolah sawahnya. Duh Gusti Allah, sungguh indah alam Indonesia yang engkau lukiskan.
Tiba di Jakarta pukul 13.20 WIB, suasana macet, panas disertai kepulan asap. Suara deru mesin menggema menggelegar. Sungguh, membosankan suasa kota Jakarta bagi Temmy. Tatkala sampai tujuan di jalan Sudirman no 50, si Sopir itu langsung memarkirkan truk itu,
    “Nak kita sudah sampai, silahkan kamu melanjutkan perjalananmu” Si Sopir itu menatap Temmy
    “Ya Pak, terima kasih atas bantuan anda” Jawab Temmy
Setelah turun dari truk Temmy tidak tahu arah menuju Cikeas,
    “Pak sekarang kita dimana?” Temmy kebingungan
    “Kita di Kebayoran Lama nak” Jawab si Sopir itu
    “Terus rumah Pak Susilo dimana?” Tanya Temmy
    “mmmm, di Menteng” Si Sopir itu menjelaskan dengan perasaan ragu. Ternyata dia sendiri belum tahu dimana tempatnya,
    “Baik Pak, terima kasih atas informasinya” Ungkap Temmy
Temmy keluar dari tempat itu menuju istana presiden tanpa tahu arah sedikitpun. Dia keluar melangkah ke Jalan Raya yang begitu ramai dengan berbagai aktivitasnya masing-masing. Temmy bingung mau melangkah kemana, dengan tekad yang kuat Temmy tetap melangkah meskipun dia sendiri tidak tahu arah menuju Cikeas.
Di tengah kebingungan melanda benak dan fikiran Temmy, tanpa sengaja dia melihat Truk pengangkut beras, lagi di Parkir di pinggir jalan dekat warung kopi. Tanpa basa-basi dia langsung naik. Tak berapa lama kemudian Truk itupun berjalan menyusuri kota Jakarta yang super macet. Tatkala tiba di Tanah Abang truk yang dia tumpangi berhenti karena hujan deras dan terjadi kemacetan yang sangat panjang. Di atas Truk Temmy menggigil kedinginan dengan begitu tanpa pikir panjang dia langsung turun dari truk dan mencari tempat berteduh, dia berjalan di tengah keramaian kendaraan menuju pinggir jalan.
Terlihat orang-orang pulang dari kantor dan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, Temmy tetap berjalan menuju pinggir jalan. Tatkala di pinggir jalan Temmy melihat dua anak berumur enam tahun berbaju koko sedang berjalan menuju mobil satu ke mobil yang lainnya sambil membawa payung dan sebungkus kotak yang bertuliskan
Amal Usaha untuk pembangunan Panti Asuhan Asma ‘ul Husna
Temmy heran lalu memperhatikan setiap gerak-gerik kedua anak itu. Kedua anak mungil itu melangkah menuju tepi jalan kemudian mereka mencari tempat sepi untuk beristirahat, mereka tidak menyadari kalau Temmy membuntuti mereka dari belakang, begitu mereka sampai di tempat biasa,  tempat itu penuh dengan tumpukan sampah, gubuk-gubuk reot dan dipenuhi bau-bau tidak sedap.
Temmy berusaha setenang mungkin mengikuti mereka. Di samping kirinya terlihat para remaja bermain bola dengan gembiranya, karena kegembiraan mereka tanpa disadari terlalu sering Temmy mendengar sumpah serapah bahkan kata-kata kotor yang keluar dari mulut para remaja itu. Temmy tidak mau ambil pusing akan hal itu karena baginya saat ini adalah  untuk menutupi rasa penasarannya terhadap dua bocah yang berusia enam tahun itu. Begitu melewati lahan kosong itu, dua bocah itu belok kiri ketika di perempatan gang dan mereka berhenti di sebuah gubuk berdinding kadus dan bambu warna hitam dan beratap seng. Kedua bocah itu lalu memberikan kotak itu kepada pria berbadan kurus, berambut gelombang dan memakai baju lusuh bergambar Iwan Fals dan memakai celana pendek yang dipotong asal-asalan.
    “Pak, ini uangnya” Salah satu dari mereka menyerahkan kota itu dan menundukkan kepalanya ketika memberikan kotak
    “Kok cuma segini?” Pria itu menatap kedua bocah lugu nan polos itu
Kedua bocah itu tetap menunduk dan tidak berani melihat pria yang duduk di depannya
    “mmm, udah pergi sana. Besok harus lebih banyak lagi” Pria itu mengusir kedua bocah lugu itu.
Hati Temmy langsung pilu melihat kedua bocah polos itu dibentak kasar oleh pria itu. Maka dengan segala segenap keberaniannya, Temmy mencoba untuk mendekati Pria itu,
    “Maaf pak, saya boleh nginap di sini?” Temmy menampakkan kesopanannya
    “Ya, kamu siapa?” Tanya Si Pria itu tanpa menoleh kepadanya
    “Saya Temmy Pak” Jawab Temmy tersenyum
    “Oh, bagaimana kamu nyampai ke sini?” Pria itu menatap Temmy heran
    “Saya kesasar tadi Pak, tanpa sengaja saya lihat anak tadi kemudian saya ikut mereka” Temmy duduk menatap pria itu.
    “Mmmm” Tampaknya memikirkan permintaan  Temmy “Boleh, asalkan kamu ikut anak dua tadi bekerja” Ungkapnya lagi
    “Baik Pak” Temmy tersenyum bahagia
Matahari menyelimuti diri di ufuk Barat, Temmy duduk  di teras gubuk pria itu ketika pria itu meninggalkan gubuk tersebut. Keasyikan melamun tanpa dia sadari dua bocah polos itu, muka mereka sedikit kehitam-hitaman, kulit sawo Matang, rambut berantakan tersenyum pada Temmy,
    “Bang, abang siapa?” Tanya bocah berambut lurus dan bermuka bundar tersenyum menatapnya
    “Adik dari mana?” Temmy balik bertanya dan tersenyum pula
Kedua bocah itu menunduk dan saling menatap satu sama lainnya dan malu untuk menyebutkan namanya, entah karena apa, hanya Tuhan yang tahu. Temmy tetap menatap mereka dengan senyuman tulus dan ikhlas. Karena dua bocah itu tetap menunduk malu, Temmy langsung melangkah dan duduk di depan mereka.
    “Diik, adik dari mana, kok mukanya jelek seperti ini?” Tanya Temmy halus dan memegang tangan mereka berdua “Sekarang kita bermain tebak-tebakan ya” Temmy tersenyum dan masih memegang tangan mereka
Kedua bocah itu langsung mengangguk tanda setuju dengan ajakan Temmy,
    “Bang, kita mau main apa?” Tanya bocah yang berambut lurus dan bermuka lonjong itu.
    “Kita bermain tebak-tebakkan diik” Ujar bocah kriting dan memukul kepada adiknya
Temmy sangat terkejut mendengar kata dik. Ternyata mereka berdua bersaudara,
    “Kalian adik kakak ya?” Ujar Temmy tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya
    “Ya bang” Jawab mereka serempak
    “Yang mana adik, yang mana kakak” Temmy menatap mereka.
    “Ini bang, namanya Roy” Bocah berambut lurus itu menunjuk bocah berambut kriting,
    “Adik sendiri namanya siapa?” Temmy lagi
    “Ari bang” Bocah itu menunduk
    “Oke sekarang kita bermain tebak-tebakkan yaa” Temmy bangkit dari tempat duduknya dengan ceria
Roy dan Ari langsung mengikuti ajakan Temmy, mereka gembira menerima ajakan Temmy. Awalnya mereka main tebak-tebakan nama hewan, sungguh gembira saat itu,
    “Ayo,, sekarang kita hitung mulai dari A ya” Seru Temmy.
    “A, B, C, D, E, F, G, H, I, J” Temmy menyebut huruf-huruf itu satu persatu
Lama termenung, mereka memikirkan. Namun tiba-tiba terdengar celetukan,
    “Jaran bang” Teriak Roy
    “Jaran itu bahasa Jawa, bukan bahasa Indonesia, yang lain” Seru Temmy
    “Jerapah” Ari teriak menyebutkan salah satu nama hewan dengan senang
    “Bettuuull” Jawab Temmy
Lama dia dan Roy berfikir  “Jangkrik” Ucap Temmy tersenyum
    “Waduh saya kena hukum yaa” Kata Roy menunduk
Permainan itu mereka lakukan hingga menjelang pukul 21.00 WIB kemudian mereka beristirahat setelah rasa capek yang melanda badan mereka bertiga.

***
Ufuk fajar mulai terbit menjelang pagi hari. Mereka masih nyenyak beralas kardus-kardus yang berperan sebagai tempat tidur. Di tengah terbuai mimpi-mimpi indah, tiba-tiba mereka mendengar suara bernada membentuk,
    “Hey, bangun kerja, kapan dapat uang banyak kalau tidur seperti itu, ayo bangun tidur” Pria itu menendang mereka bertiga hingga dan sudah tentu mereka bertiga merasakan sakit tendangan pria itu. Mereka bertiga bangun, baru setengah sadar mereka bangun kepala mereka langsung dipukul satu persatu oleh pria itu.
    “Ayo cepat jangan malas-malasan saja” Bukan hanya pukulan tapi tendangan juga mereka dapat.
Mereka bertiga langsung bangun dan mempersiapkan pakaian dan alat untuk mengemis, menjadi pengemis bagi mereka adalah sebuah keharusan yang harus mereka jalani. Menyusuri jalan, melawan dinginnya pagi hari Jakarta membuat kantuk mereka hilang sedikit demi sedikit, mereka melakukan hal seperti ini hanya untuk mempertahankan hidupnya. Menegakkan tulang rusuknya agar bisa berjalan. Saat tiba di jalan raya yang sedikit sepi dari kendaraan, mereka bertiga duduk di tepi jalan menunggu kendaraan yang melintasi jalan raya tersebut, untuk menghilangkan rasa bosan dan raut muka murung kedua bocah itu, Temmy banyak bercerita tentang apa saja yang penting bisa membuat mereka tertawa. Cerita dari Temmy dapat membuat Roy dan Ari tertawa gembira seakan melupakan segala beban kehidupan yang ada di punda mereka. Asyik bercerita tanpa sengaja Temmy melihat sebuah truk yang bertuliskan MENTENG. Naluri pengembaraannya langsung tertantang untuk menumpang di truk itu.
    “Dik kayaknya saya harus berangkat dulu, selamat bekerja ya” Ucap Temmy mengelus kedua rambut bocah itu
Terlihat di raut mata Roy dan Ari sedih tak terkira, karena ditinggal oleh Temmy walaupun perkenalann baru tadi malam tapi mereka berdua sudah akrab dengan Temmy. Mereka mendapatkan kasih sayang dan didikan yang tidak mereka dapatkan dari pria yang hanya menyuruh mereka untuk mencari uang itu.
    “Ya bang” Jawab mereka serempak sambil menunduk
Temmy langsung berangkat menuju truk itu dan menemui Sopir dan kondektur truk itu,
    “Pak, truk ini mau kemana?” Temmy tersenyum
    “Menteng” Jawab si Sopir sekenanya
    “Kapan mulai berangkat Pak?” Tanya Temmy
    “Sekarang, kalau mau ikut silahkan” Jawab Si Sopir itu
Temmy langsung naik ke atas Truk itu tidak berapa lama kemudian truk itu tiba di Menteng dan langsung parkir di pinggir jalan di bawah pohon rindang lalu si sopir itu turun di samping truknya, Temmy heran melihat kelakuan sopir itu, hatinya bertanya apa yang dia lakukan disamping truk, jawabannya baru dapat ketika dia melihat si sopir itu sedang kencing di samping truk.
    “Pak ini dimana?” Teriak Temmy dari atas
    “Menteng Boss” Jawab si Sopir itu melihat ke arah Temmy
Temmy turun dari truk itu lalu bersalaman dan berterima kasih pada sopir dan kondektur truk itu, mereka tersenyum menyambut Temmy dengan senyuman ikhlas dan tulus. Menteng bagi Temmy merupakan tempat yang asing baginya, di sana tidak ada sanak keluarga lagi pula sekarang perutnya sudah kelaparan, Temmy berjalan di tengah keramaian orang yang sibuk dengan aktivitasnya. Dia tengok kiri tengok kana mencari warung nasi dan Alhamdulillalh dia melihat warung yang lagi ramai kemudian dia masuk ke dalam warung itu berdiri selayaknya orang yang membeli nasi (pembeli), setelah pembeli itu pada sepi, Temmy berkata pada si pemilik warung itu
    “Pak, saya lapar tapi saya tidak punya uang?” Temmy memelas
    “terus apa yang bisa saya bantu?” tanya si pemilik warung itu
    “Saya kerja apa saja yang penting saya bisa makan?” Wajah Temmy pucat
Lama si pemilik warung termenung, namun timbul dalam hatinya rasa kasihan pada Temmy, dia langsung tersenyum mengangguk dan menghidangkan Temmy dengan makanan yang enak. Mendapatkan hidangan lezat sepert itu langsung aja Temmy melahap makanan yang dihidangkan kepadanya. Setelah selesai makan dia langsung membantu pemilik warung itu. Temmy mengerjakannya dengan segenap hati ikhlas entah itu dia membantu untuk mencuci piring ataupun menghidangkan para pelanggan yang datang.
Sore berakhir menjelang petang, mentari mulai tenggelam diselimuti awan berwarna merah. Perlahan para pembeli mulai berkurang dan warung nasi padang itu mulai berkurang dan warung nasi padang itu tetap buka. Temmy duduk termenung, tangannya menjadi penyanggah kepalanya. Sekali lagi dia melamunkan bagaimana dia bertemu dengan sosok idolanya Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Lamunannya buyar ketika mendengar teguran dari pemilik warung nasi padang itu,
    “Dik, ada apa kok melamun?” Si pemilik warung itu menatap Temmy keheranan
    “Tidak apa-apa Pak” Jawab Temmy
    “Terus kamu mau kemana habis ini?” Tanya si Pemilik warung itu
    “Saya mau ketemu dengan Pak presiden” Jawab Temmy lugu
    “Hahahaha, kamu menghayal ya” Ejek si pemilik warung itu “Kamu tahu gak tempatnya?” Tanya si Pemilik warung itu menatap Temmy
    “Gak tahu Pak?” Jawab Temmy polos
Si pemilik warung itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya,
    “Gini aja, kamu kerja di sini aja gimana?” Tawar si pemilik warung itu
    “Terima kasih pak, tapi saya hanya ingin bertemu dengan Pak Susilo” Ungkap Temmy mantap
    “Kamu ini tergolong nekat” Si Pemilik  warung itu mengangguk “Saya doakan semoga impianmu berhasil” Si Pemilik warung itu tersenyum
    “Bapak tahu rumahnya Pak SBY?” Tanya Temmy
    “Maaf nak, saya tidak tahu” Jawab si Pemilik Warung itu
    “Pak” Temmy menatapnya dan melawan rasa malunya “Boleh saya numpang tidur di sini Pak?”
    “Boleh dik, tapi kamu tidur di sini” Si pemilik warung itu menunjukkan ruang makan, “karena ruangannya Cuma tiga yakni dapur, ruang makan dan kamar tidur”
Ruangan warung itu sangat sederhana mendapatkan tawaran seperti itu, hati Temmy sangat bahagia saat itu, “Pak, terima kasih” Itu jawaban yanag mengalir dari mulut Temmy, diapun beristirahat di malam indah itu,

***
Pagi yang indah, Temmy bangun membersihkan warung nasi padang itu. Setelah itu, dia mengambil nasi di atas meja yang telah di sediakan oleh Si pemilik warung itu,
    “Dik, jam berapa kamu ke rumah Pak SBY?” Tanya Istri si Pemilik Warung itu
    “Jam lima bu” Jawab Temmy tanpa ragu
Jarum jam menunjukkan angka lima, Temmy pun berpamitan kepada kedua pemilik warung yang telah berjasa kepadanya
Tiga hari menyusuri kota Jakarta tanpa tahu arah. Akhirnya dia menemukan sebuah rumah megah, cat berwarna putih dengan arsitektur yang sangat sederhana. Di depannya ada dua pohon bonsai berbentuk beringin. Temmy berdiri di depan gerbang itu, lama dia berdiri kira-kira ada satu jam datanglah pria bertubuh tegap berkumis hendak mengusir Temmy. Tapi dia hanya berucap satu kata saya ingin ketemu pak SBY dan memantapkan niatnya. Ketika Temmy mau diusir, dia bersembunyi dan menghindari perintah satpam itu. Dia menunggu dan menunggu hingga enam jam. Setelah itum dia melihat mobil dinas berwarna hitam, maka dengan sigap Temmy berlari dan langsung berdiri di depan mobil itu dan membentangkan tangannya, kemudian berkata
    “Pak saya ingin sekolaaaaaaaaah” Teriak Temmy
Otomatis para pengawal presiden mau meringkus dan menyingkirkan Temmy, tapi dilarang oleh Pak Susilo Bambang Yudhoyono “Biarlah” Itu kata yang keluar dari mulut Pak Presiden. Kemudian dia melangkah ke depan jendela mobil yang dekat dengan Pak Susilo Bambang Yudhoyono, begitu di depannya Pak presiden menurunkan jendela kaca mobil itu dan Temmy langsung mencium tangan Pak Susilo Bambang Yudhoyono lalu dia menyerahkan lipatan kertas itu dan Pak Presiden membaca tanpa dia sadari berlinang air matanya,
    “Nak kamu akan sekolah, sekarang kamu mandi dulu” Pak Susilo Bambang Yudhoyono tersenyum pada Temmy
Temmy bahagia sangat bahagia lalu mengucapkan Alhamdulillah dan dia mengikuti mobil Pak Susilo Bambang Yudhoyono menuju istananya.

Curriculum Vitae
Nama: M. Feri Firmansyah
Nomor HP: 087863995848
Lahir di Bageloka
Pendidikan; Sekarang lagi menempuh Study di Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Tarbiyah
SMAN 1 Sumbawa Besar
Prestasi; Juara dua lomba catur Rektor CUP
INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA
NOMOR REKENING

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata