Oleh Rosihan Anwar
Jasa Hamka dengan peneebitan “Gema Islam” itu menurut hemat saya, ialah mengumandangkan dengan santer dakwah Islamiyah. Ia melihat kedudukan Ummat Islam di masa itu terjepit dan terdesak. Secara politis Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat angin, dan
mereka tidak mengabaikan kesempatan buat mengucilkan golongan Islam dari gelanggang politik. Di pihak lain tampak pula usaha – usaha pihak Kristen untuk mencari pengikut di kalangan orang yang sudah beragama Islam dan pekerjaan Missi dan Zending, upaya Kristenisasi ini menimbukan rasa prihatin besar dikalangan ummat Islam beserta pemimpinnya.
Dalam keadaan demikianlah “Gema Islam” berusaha memanggil ummat Islam untuk merapatkan barisannya. Dan para pengarang serta penulis Islam mengangkat pena mereka menyumbangkan tulisan untuk “Gema Islam” dengan tujuan memelihara dan mempertahankan identitas ummat Islam. Di samping itu, pengajian dan kuliah Subuh yang paling mendapat minat adalah yang dipimpin oleh Buya Hamka di Masjid Al – Azhar di Kebayoran Baru. Tafsiran Qur’an yang diberikannya di kuliah Subuhitu memperoleh pendengar yang banyak dan berterima kasih Tafsiran Quran yang diberikannya dikuliah Subuh itu dimuat pula dalam “Gema Islam” sehingga menambah daya penarik majalah itu di mata pembacanya.
Hamka menulis dalam memperingati “Gema Islam” berusia setahun, antara lain:
“sudahlah sama- sama kita ketahui bahwasanya dalam ajaran agama Islam amat banyak soal – soal yang meminta pemikiran kita, lebih – lebih di zaman kemajuan seperti zaman kita sekarang. Berbagai persolan telah timbul dan semua meminta pemikiran kita. Oleh sebab itu benarlah ucapan yang sering kita dengar sekarang bahwasanya ummat Islam sekarang tengah menghadapi tantangan, yaitu tantangan kemajuan ilmu modern, akan membekukah kita ummat Islam menghadapi serba macam tantangan – tantangan yang berada dihadapan kita atau bagaimana sikap kita?”
Sahutan ummat Islam terhadap tantangan tadi tidaklah mengecilkan hati. Dakwah Islamiyah bergaung bertalu – talu di kalbu ummat Islam.
Apabila di tahun 1997 yaitu 15 tahun sesudah “Gema Islam” mengumandangkan Dakwah Islamiyah di mana – mana di tanah air kita kelihatan suatu kebangkitan dan meningkatkannya secara intensif orang Islam beragama dan beribadat, Masjid penuh sesak dikunjungi para jama’ah. Pengajian dan kuliah Subuh memperoleh minat ramai, sembahyang Idul Fitri dan Idul Adha merupakan peristiwa yang semarak. Maka sudah barang tentu Hamka dan Gema Islam sama sekali tidak boleh mengklaim bagi dirinya semua itu adalah hasil pekerjaan mereka. Hal itu tidak benar, sebab meningkatnya orang mengamalkan ibadat agama Islam dewasa ini niscaya disebabkan usaha bersama Ulam dan Muballighin di seluruh tanah air.
Akan tetapi kadang – kadang saya terpikir bahwa betapun kecilnya, namun dalam usaha Da’wah Islamiyah ini Hamka mempunyai saham. Mudah – mudahan sejarah akan cukup ramah – tamah kelak terhadap dirinya untuk mencatat hal ini.
Jasa Hamka dengan peneebitan “Gema Islam” itu menurut hemat saya, ialah mengumandangkan dengan santer dakwah Islamiyah. Ia melihat kedudukan Ummat Islam di masa itu terjepit dan terdesak. Secara politis Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat angin, dan
mereka tidak mengabaikan kesempatan buat mengucilkan golongan Islam dari gelanggang politik. Di pihak lain tampak pula usaha – usaha pihak Kristen untuk mencari pengikut di kalangan orang yang sudah beragama Islam dan pekerjaan Missi dan Zending, upaya Kristenisasi ini menimbukan rasa prihatin besar dikalangan ummat Islam beserta pemimpinnya.
Dalam keadaan demikianlah “Gema Islam” berusaha memanggil ummat Islam untuk merapatkan barisannya. Dan para pengarang serta penulis Islam mengangkat pena mereka menyumbangkan tulisan untuk “Gema Islam” dengan tujuan memelihara dan mempertahankan identitas ummat Islam. Di samping itu, pengajian dan kuliah Subuh yang paling mendapat minat adalah yang dipimpin oleh Buya Hamka di Masjid Al – Azhar di Kebayoran Baru. Tafsiran Qur’an yang diberikannya di kuliah Subuhitu memperoleh pendengar yang banyak dan berterima kasih Tafsiran Quran yang diberikannya dikuliah Subuh itu dimuat pula dalam “Gema Islam” sehingga menambah daya penarik majalah itu di mata pembacanya.
Hamka menulis dalam memperingati “Gema Islam” berusia setahun, antara lain:
“sudahlah sama- sama kita ketahui bahwasanya dalam ajaran agama Islam amat banyak soal – soal yang meminta pemikiran kita, lebih – lebih di zaman kemajuan seperti zaman kita sekarang. Berbagai persolan telah timbul dan semua meminta pemikiran kita. Oleh sebab itu benarlah ucapan yang sering kita dengar sekarang bahwasanya ummat Islam sekarang tengah menghadapi tantangan, yaitu tantangan kemajuan ilmu modern, akan membekukah kita ummat Islam menghadapi serba macam tantangan – tantangan yang berada dihadapan kita atau bagaimana sikap kita?”
Sahutan ummat Islam terhadap tantangan tadi tidaklah mengecilkan hati. Dakwah Islamiyah bergaung bertalu – talu di kalbu ummat Islam.
Apabila di tahun 1997 yaitu 15 tahun sesudah “Gema Islam” mengumandangkan Dakwah Islamiyah di mana – mana di tanah air kita kelihatan suatu kebangkitan dan meningkatkannya secara intensif orang Islam beragama dan beribadat, Masjid penuh sesak dikunjungi para jama’ah. Pengajian dan kuliah Subuh memperoleh minat ramai, sembahyang Idul Fitri dan Idul Adha merupakan peristiwa yang semarak. Maka sudah barang tentu Hamka dan Gema Islam sama sekali tidak boleh mengklaim bagi dirinya semua itu adalah hasil pekerjaan mereka. Hal itu tidak benar, sebab meningkatnya orang mengamalkan ibadat agama Islam dewasa ini niscaya disebabkan usaha bersama Ulam dan Muballighin di seluruh tanah air.
Akan tetapi kadang – kadang saya terpikir bahwa betapun kecilnya, namun dalam usaha Da’wah Islamiyah ini Hamka mempunyai saham. Mudah – mudahan sejarah akan cukup ramah – tamah kelak terhadap dirinya untuk mencatat hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata