20 Feb 2012

Mengembangkan Pendidikan Indonesia dengan Entrepeurship


Ini dimuat di Malang Post tanggal 19 Februari 2012

    Persaiangan di dunia sekarang ini semakin kompetitif. Peluang yang ditawarkan oleh dunia kerja, dunia usaha dan industri sudah sangat sempit. Jumlah lulusan setiap tahunnya tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia, sehingga banyak lulusan yang tidak terserap di dunia kerja. Akibatnya angka pengangguran semakin bertambah dari tahun ke tahun. Kondisi ini juga perparah dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh beberapa industri besar karena terpengaruh krisis global beberapa tahun yang lalu.
    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai angka Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36 persen), turun 0,13 juta orang (0,13 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran berdasarkan data di atas, adalah dengan menciptakan wirausahawan-wirausahawan baru melalui suatu gerakan yang disebut dengan Gerakan Kewirausaahaan Nasional (GKN). Harapannya, melalui GKN ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah wirusahawan minimal 2 persen dari total populasi penduduk Indonesia.
    Gerakan ini mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan. Pemerintah menyadari betul bahwa dunia usaha merupakan tulang punggung perekonomian nasional, sehingga diupayakan untuk ditingkatkan secara terus menerus. Mulai dari gerakan ini diharapkan karakter wirausaha akan menjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri serta bermoral.
    Hakikat dari wirausaha atau entreprenurship adalah menciptakan lapangan kerja dan bermanfaat bagi orang lain. Selain itu para entrepreneur (wirausahawan) itu berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan menyenangkan bagi orang lain.
   
Relasi Entrepreneurship dengan Pendidikan
Bertambahnya pengangguran intelektual yang dilahirkan oleh universitas yang ada di Indonesia sudah tentu menambah derita bangsa Ini. Maka wirausaha berperan vital dalam hal ini yakni, mengurangi pengangguran di Indonesia.
Paradigma entrepreneurship (kewirausahaan) itu  berbeda dengan komersialiasisasi. Jika karakter kewirausahaan menyuburkan pola pikir kreatif, menciptakan gagasan. Sedangkan komersialisai merupakan kegiatan “menghalalkan” segala cara melanggar rambu etika dengan memanfaatkan wewenang serta peluang yang dimilikinya. Seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah dengan memanfaatkan peserta didik sebagai sumber penghasilan utama yakni dengan cara menguras uang peserta didik, baik melalui uang DPP yang cukup mahal, uang gelap atas nama kegiatan sekolah dan masih banyak lagi.
Wirausaha (entrepreneurship) merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, terdapat keselarasan nilai antara keduanya yakni kemerdekaan lahir batin untuk sebuah perubahan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Memang dalam mentransfer nilai dan ilmu (knowledge) dari entrepreneurship itu tidak mudah. Dibutuhkan wawasan fundamental dan keterampilan seorang pendidik untuk memadukan pengetahuan (konwladge), pengalaman (experiment) dan keterampilan (skill) untuk menularkan kepada peserta didik. Pengusaha (entrepreneur) sekalipun mungkin akan kesulitan menanamkan pengalaman mereka kepada orang lain, karena kapasitas pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengajar sangat berbeda dengan pendidik (guru). Mungkin seorang entrepreneur bias menanamkan bagaimana cara berwirausaha yang baik dan membaca harga pasar. Tetapi konsep dasar serta pengetahuan seputar dunia bisnis mungkin masih kurang. Sedangkan konsep dasar itu sangat dibutuhkan oleh peserta didik.
Dalam menanamkan nilai entrepreneurship itu sendiri dibutuhkan metode pembelajaran yang berwawasan masa depan artinya menanmkan kepada peserta didik bagaimana berpola pikir seperti para pengusaha yang sukses yang tidak takut akan segala rintangan yang ada. Menurut penulis metode pembelajaran yang tepat untuk menanamkan nilai entrepreneurship ialah berani membuat sesuatu yang berbeda dari yang ada disamping penanaman nilai yang harus diikuti (tutwuri handayani). Karena peserta didik itu sangat tergantung dari penanaman nilai yang telah ditanamkan oleh pendidik itu sendiri.
Untuk itu dua faktor yang dibutuhkan untuk mencetak entrepreneur-entrepreneur baru yang handal, tangguh dan mandiri serta mempunyai skill dalam mengajar dan mindset entrepreneur. Selain itu, perlu juga penciptaan “iklim yang mendukung, dimana dapat ditumbuhkan melalui pengetahuan, pengalaman kewirausahaan dan tingkat dukungan dari lingkungan”.
Namun, kecenderungan dari sistem dan pola pembelajaran di sekolah ataupun lembaga pendidikan yang lain masih mencetak mindset peserta didik untuk menjadi pencari kerja bukan menjadi penyedia lapangan kerja.
Iklim yang mendukung bagi lahirnya wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri belum juga diciptakan. Untuk itu, dengan model kelas kewirausahaan ini diharapkan dapat membantu sekolah ataupun lembaga pendidikan yang lainnya dan pemerintah dalam upaya melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri melalui pembentukan mindset entrepreneur melalui penciptaan “iklim” berwirausaha di sekolah ataupun di lingkungan Universitas (kampus).
    Pertanyaannya, bagaimana cara menciptakan “iklim” kewirausahaan itu sendiri?. Menurut penulis hendaknya suatu lembaga pendidikan melakukan pendekatan dalam menerapkan kurikulum entrepreneurship yakni dengan melakukan pendekatan ala entrepreneur. Artinya seorang pebisnis (entrepreneur) mampu mendmukan jalan yang lebih baik untuk memanfaatkan sumber-sumber daya, mengurangi pemborosan dan menghasilkan lapangan pekerjaan baru bagi orang lain yang dengan senang hati untuk menjalankannya atau bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, lembaga pendidikan juga membuat suasana lembaganya seperti suasana bisnis di samping akademik.



Biodata Penulis
Nama: M. Feri Firmansyah
Tanggal lahir: Bageloka, 2 Desember 1989. Kabupaten Sumbawa, propinsi Nusa Tenggara Barat
Pendidikan:
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bageloka
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Sumbawa Besar
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN 1) Sumbawa Besar
Sekarang lagi menempuh studi di Universitas Muhammadiyah Malang
Jurusan: Tarbiyah, Fakultas Agama Islam

Alamat yang bias dihubungi
Email: feri.firmansyah60@yahoo.com
No.handphone: 087863995848

Semoga tulisan saya ini bermanfaat untuk pendidikan Indonesia, ini saya dedikasikan untuk Pendidikan bangsa ini. Terima kasih telah dibaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata