Oleh M. Feri El-Bageloka
Pendidikan yang berkualitas manakala pendidikan itu memiliki tujuan yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Jika pendidikan itu tidak memiliki tujuan yang jelas maka sudah dapat dipastikan bahwa pendidikan itu hanya akan menghasilkan out put yang tidak berkualitas. Secara umum pendidikan itu sudah pasti bertujuan untuk mencetak generasi yang bermoral dan berintelektual.
Demikian halnya dengan pendidikan Islam, yang mana pendidikan Islam mengemban misi yakni membangun akhlak, karena ini telah tertera dalam al-Qur’an : “Dan tidaklah aku mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam (Q.S 21: 107). “Dan diantara mereka ada orang yang berdoa, ya tuhan berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan perihalarah kami dari siksa apa neraka”.
Ayat di atas secara gamblang menjelaskan kepada kita bahwa pendidikan Islam itu memiliki peranan yang penting dalam kemajuan pendidikan untuk mencapai tujuan yang hakiki, karena tujuan dari pendidikan Islam itu antara lain;
a. Tercapainya sasaran kualitas pribadi, baik sebagai muslim maupun manusia Indonesia yang memiliki akhlak al-karimah
b. Pembentukan wawasan ijtihadiyah (keterbukaan dan kedinamisan) di samping penyerapan ajaran agama secara aktif
Secara garis besar pendidikan islam memiliki peranan yang penting demi kemajuan pendidikan secara umum. Pendidikan Islam itu adalah tonggak dari pendidikan nasional sebab yang pertama kali disorot ketika terjadinya degradasi moral anak bangsa.
Rumusan tujuan pendidikan Islam
Di Indonesia tujuan pendidikan dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN Tahun 2003) Bab II pasal 3 sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dilihat dari sudut pandang Islam, formulasi tujuan pendidikan nasional di atas dapat dikatakan sebagai penjabaran cerdas dari ajaran Islam yang universal dalam konteks keindonesian, dirumuskan oleh para wakil rakyat, cendikiawan yang memiliki komitmen pada pendidikan. Tujuan pendidikan nasional di atas merupakan tujuan yang bersifat umum dalam arti seluruh aktivitas pendidikan diarahkan dalam rangka mencapai tujuan hidup pendididkan nasional. Pendidikan agama sebagai sub sistem dari sistem pendidikan nasional juga mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan nasional di atas dengan mengambil segmen tertentu sesuai dengan ciri khas pendidikan agama.
Untuk menghasilkan tujuan pendidikan Islam diperlukan formula atau rumusan yang sesuai. Karena dalam aktivitas pendidikan, tujuan atau cita-cita itu dirumuskan dalam tujuan akhir (the ultimate aims of education). Rumusan tujuan pendidikan Islam biasanya digambarkan dalam dua perspektif, yaitu perspektif manusia (pribadi) ideal dan perspektif masyarakat (mahluk sosial) ideal.
Perspektif manusia ideal digambarkan seperti: “Insan kamil,” Muslim Paripurna”, yakni yang selalu ikhlas kepada Allah dan selalu bertindak proposional ataus sesuai pada tempatnya. Manusia yang ikhlas adalah manusia yang selalu melakukan apapun hanya demi mengharapkan petunjuk dari Allah swt. Menurut Al-Harits Al-Muhasibi dalam kitab Ar-Ri’ayah mengatakan “Ikhlas adalah hanya bertujuan meraih ridha Allah semata di dalam melakukan amalan dan tidak menginginkan yang lain”.
Sedang dalam perspektif manusia sebagai mahluk sosial, tujuan pendidikan Islam dirumuskan dalam bentuk citra masyarakat ideal seperti “warga masyarakat, warga Negara atau warga dunia yang lain”, terciptanya masyarakat madani”.
Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya diantaranya; Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia dan tujuan diciptakannya manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah swt. Kedua, memperhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia, yaitu konsep dasar tentang manusia sebagai mahluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat dan karakter yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu pada kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam. Ketiga,tuntutan masyarakat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan masyarakat maupun pemenuhan terhadap terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai-nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan sebagai bekal diakhirat.
Strategi merumuskan tujuan pendidikan Islam
Ketika merumuskan tujuan pendidikan Islam, yang pertama yang harus diketahui adalah prinsip-prinsip dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, prinsip itu antara lain;
a) Prinsip universal (syumuliyah), prinsip yang memandang keseluruhan aspek agama (akidah, ibadah, dan akhlak serta muamalah dan lain sebagainya. Prinsip ini menimbulkan formulasi tujuan pendidikan dengan membuka, mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dan kesedian-kesedian segala dayanya, dan meningkat keadaan kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik untuk menyelesaikan semua masalah
b) Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qa iqtishadiyah). Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan.
c) Prinsip kejelasan (tabayun). Dan prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia (qalb, akan dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud, kurikulum dan metode pendidikan.
Agar fungsi tujuan tetap berhasil guna sebagai self realization maupun pemberi jawaban terhadap hidup dan kehidupan masaa depan, maka penetapannya diperlukan pendekatan yang terpadu. Yang dimaksud dengan pendekatan terpadu ialah yang mencakup:
a) Pendekatan melalui normatif filosofis ialah bagian terpenting dari diskursus tentang filsafat pendidikan Islam. Tujuannya adalah sesuatu yang dicari atau sesuatu yang ingin diperoleh. Nilai-nilai yang paling berharga yang harus dijadikan paradigm dalam merumus tujuan pendidikan Islam, secara singkat terdiri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusian dan kealaman.
b) Pendekatan melalui analisa historis lembaga-lembaga sosial, artinya disini pengelolah lembaga pendidikan Islam harus belajar dari tapak tilas atau perjalanan dari lembaga pendidikan Islam itu sendiri supaya untuk kedepannya lebih baik.
c) Pendekatan melalui analisa ilmiah tentang realita kehidupan yang aktual, maksudnya agar lulusan pendidikan senantiasa kontekstual dengan dinamika tuntuan masyarakat. Strategi ini meliputi dua strategi: Pertama, strategi investasi sumber daya manusia (manpower approach), dimana lulusan pendidikan harus mampu memenuhi tuntutan ketenagakerjaan yang diperlukan masyarakat. Kedua, Teori ekonomi neoklasik. Pendidikan adalah investasi, tak ubahnya dengan investasi modal fisik, karena itu pendidikan tak harus menghasilkan manusia-manusia produktif yang mampu menghasilkan nilai bagi pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan melalui tiga aspek (filsafat, historic dan scientific) itu secara terpadu diperlukan untuk memperoleh penetapan tujuan yang lebih realistis. Karena kalau dipakai salah satunya tanpa ada yang lain maka sudah tentu berjalan maksimal.
Setting sosial dalam merumuskan tujuan pendidikan
Kontekstualisasi pendidikan dengan persoalan hidup adalah niscaya, sebagaimana keniscayaan kontekstualisasi pemahaman dan pengalaman ajaran sosial. Kontekstualisasi pendidikan dengan persoalan zaman berarti melakukan pilihan-pilihan rasional (rational choice) terhadap berbagai aspek kehidupan yang paling strategis terutama yang belum tergarap oleh yang lain.
Artinya dalam merumuskan tujuan pendidikan harus sesuai dengan tuntuan masyarakat sehingga masyarakat disekitarnya dapat diterima dengan baik. Seperti apa yang dilakukan oleh Kyai Dahlan, yang mana saat itu parap pengelolah lembaga pendidikan atau pesantren mengembangkan pesantren dengan orientasi-orientasi perjuangan politik non kooperatif atau perjuangan fisik. Kyai Dahlan justru mengembangkan sekolah modern dengan orientasi budaya. Karena bagi dia, persoalan bangsa tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan politik dengan kader-kader politik, tetapi juga dengan pendekatan kebudayaan melalui kader-kader profesional.
Apa yang dilakukan Kyai Dahlan barangkali didasarkan teguran dari Allah dalam surat At-Taubah ayat 122 sebagai berikut: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semua ke medan pertempuran. Mengapa tidak pergi dari tiap gologan diantara mereka beberapa orang untuk ikut memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan untuk memberi peringatan kepada kaum apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga diri”.
Hambatan dalam mencapai tujuan,
Menurut Muhaimin (2009), saat ini pendidikan Indonesia menghadapi tantangan yang berat, antara lain;
a) Globalisasi di bidang budaya, etika dan moral sebagai akibat dari kemajuan teknologi di baidang transformasi dan informasi
b) Rendahnya tingkat social-capita, inti dari social-capita adalah trust (sikap amanah).
c) Hasil-hasil survey internasional menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah di bandingkan dengan negara-negara tetangga
d) Disparitas kualitas pendidikan antar daerah di Indonesia masih tinggi
e) Angka pengangguran lulusan sekolah/madrasah dan perguruan tinggi semakin meningkat
Pendidikan Islam mau tidak mau harus terlibat dalam mengatasi dan menyelesaikan berbagai tantangan tersebut dan menyelesaikan berbagai tantangan tersebut di atas bersama dengan kekuatan-kekuatan pendidikan nasional yang lain atau dengan kata lain bersama satuan pendidikan.
Fenomena-fenomena sosial selanjutnya menjadikan tantangan lemabaga pendidikan Islam, terutama pendidikan formal. Bentuk tantangan yang dihadapi dalam pendidikan adalah masalah politik, kebudayaan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan perubahan sosial. Tantangan-tantangan lembaga pendidikan tersebut mengandung implikasi bahwa lembaga pendidikan Islam mempunyai peran ganda yakni sebagai pewarisan budaya (agent of conservative) berperan sebagai pewaris budaya melalui pendidikan sistem nilai dan kepercayaan, pengetahuan dan norma-norma serta adat kebiasaan dan berbagai perilaku tradisional yang telah membudaya diwariskan pada suatu generasi ke generasi berikutnya. Dipihak lain pendidikan menjadi agent of change, yaitu adanya upaya untuk membuang unsur budaya lama yang dipandang tidak cocok dan diperlunya memasukkan unsur budaya baru. Tegasnya, lembaga pendidikan merupakan tempat sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang telah membudaya. Dengan begitu, implikasi transformasi sosial-budaya menuntut institusi lembaga pendidikan agar lebih berkualitas dalam mencetak out-putnya.
Daftar Pustaka
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Muhyidin, dkk. Syarah Hadist Arba’in. Solo: Pustaka Arafah. Terj
Tobroni. 2008. Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM Press
___. 2010. Rekonstruksi Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: UMM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata