22 Nov 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang:
a. bahwa lembaga wakaf sebagai pramata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efesien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum
b. bahwa  wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundangan-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang wakaf.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), pasal 20, pasal 29 dan pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF





BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini dimaksud dengan:
1. wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaat selamanya atau untuk jangka panjang waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2.  Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelolah dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.



BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum


Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah


Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak  dibatalkan

Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf

Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda sesuai dengan fungsinya.

Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejateraan umum

Bagian Ketiga
Umur Wakaf

Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif
b. Nazhir
c. Harta Benda Wakaf
d. Ikrar Wakaf
e. Peruntukan harta benda wakaf
f. Jangka Wakaf

Bagian Keempat
Wakif

Pasal 7
a. Perseorangan
b. Organisasi
c. Badan hukum

Pasal 8
1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum,
d. Pemilik sah harta benda wakaf.
2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud Pasal huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan. Wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan  harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran badan hukum yang bersangkutan.


Bagian Kelima
Nazhir

Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. Perseorangan
b. Organisasi; atau
c. Badan hukum

Pasal 10
1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum,
2) Organisasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidkan, kemansyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.


Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas:
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;
c. Mengawasi dan melindungi hati benda wakaf
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia

Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melibihi 10 % (sepuluh persen).

Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

Pasal 14
1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13, diatur dengan peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf

Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.

Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari:
a. Benda tidak bergerak; dan
b. Benda bergerak
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan dengan tanah;
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
e. Benda yang tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a. Uang;
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa; dan
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf

Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.

Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/ atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.

Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. Dewasa;
b. Beragam Islam;
c. Berakal sehat;
d. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. Nama dan identitas Wakif;
b. Nama dan identitas Nazhir;
c. Data dan keterangan harta benda wakaf;
d. Peruntukan harta benda wakaf;
e. Jangka waktu wakaf;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf

Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah;
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. Bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.





Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat

Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persujuan seluruh ahli waris.

Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah yang bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada (1) bertindak sebagai kuasa wakif. Sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.





Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berapa Uang

Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakn oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.

Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai  wakaf harta benda bergerak berupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.





BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF

Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Intansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.

Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:
a. Salinan akta ikrar wakaf;
b. Surat-Surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.

Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

Pasal 36
Dalam hal benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.

Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA

Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
a. Dijadikan jaminan;
b. Disita;
c. Dihibahkan;
d. Dijual;
e. Diwariskan;
f. Ditukar; atau
g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f kecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
HARTA BENDA WAKAF

Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.

Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.

Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas izin tertulis dari Badan Wakaf Indoensia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan;
a. Meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan
b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau nazhir badan hukum;
c. Atas permintaan sendiri;
d. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.

Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas

Pasal 47
(1) Dalam rangka memujukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.

Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/ atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. Memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan  Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak lain yabg dipandang perlu.

Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.

Bagian Kedua
Organisasi

Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.



Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh satu (1) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para anggota.

Bagian Ketiga
Anggota

Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan:
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 55
(1) Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkata dan diberhentikan oleh Presiden
(2) Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh badan Wakaf Indonesia.


Pasal 56
Keanggotaan Badan Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keangotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelumnya berakhirnya masa jabatan diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah Wajib membantu biaya operasional.






Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan

Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata cara kerja Badan Wakaf Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
(1) Pertanggungjawaban pelakasanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan tahunannya yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.

Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak lain yang dipandang perlu.

Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akutan publik.

Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64 dan Pasal 65 diatur dengan Peraturan Pemerintah.







BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana

Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau pidana denda paling banyak Rp 500. 000. 000, 00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400. 000. 000, 00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300. 000. 000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Bagian Kedua
Sanksi Administratif

Pasal  68
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

















BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDTRA

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 159





PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Umum mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan eknomoi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efesien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administra wakaf guna melindungi harta benda wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengeloaan dana pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-Undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta bedan wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal ini memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan professional Nazhir.
5. Undang-Undang ini mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan warga Negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan warga Negara Indonesia, oraganisasi Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang sudah ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud benda bergerak lain sesuai dengan syariah dan peraturan yang berlaku, antara lain mushaf, buku dan kitab.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda wakaf dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi dan pihak penerima peruntukan wakaf.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syariah.
Pasal 29
Ayat (1) pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah dimaksud

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertambahan Nasional, Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya, instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered good) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered good) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada Negara dengan status sebagai harta benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Yang dimaksud dengan mengumumkan harta benda wakaf adalah dengan memasukan data tentang harta benda wakaf dalam register umum. Dengan dimasukannya data tentang harta beda wakaf dalam register umum, maka terpenuhi asas publisitas dari wakaf sehingga masyarakat dapat mengakses data tersebut.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun saranan kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim yang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam ha mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah.
Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4459



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66 dan Pasal 68 Undang-Undanag Nomor Tahun 2004 Tentang Wakaf, perlu menetapkan Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4459)

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal  1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk memanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembang sesuai dengan peruntukannya.
5. Mauquf adalah pihak yang ditunjukkan untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6. Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat ATW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
7. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
8. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW, adalah penjabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
9. Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya disingkat LKS adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syariah.
10. Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dari Bank Umum Konvensional serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
11. Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat BWI, adalah lembaga independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
12. Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan Kepala KUA adalah pejabat Departemen Agama membidangi urusan agama Islam di tingkat kecamatan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.





BAB II
NAZHIR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Nazhir meliputi:
a. Perseorangan;
b. Organisasi;
c. Badan Hukum.

Pasal 3
(1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.
(2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.
(3) Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf.

Bagian Kedua
Nazhir Perseorangan
Pasal 4
(1) Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang.
(2) Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Menteri dan PWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia di provinsi/kabupaten/kota.
(4) BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.
(5) Nazhir persoerangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.
(6) Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus bertempat tinggal di kecamatan tempat benda wakaf berada.
Pasal 5
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila:
a. Meninggal dunia;
b. Berhalangan tetap;
c. Mengundurkan diri; atau
d. Diberhentikan oleh BWI.
(2) Berhentinya salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan berhentinya Nazhir perseorangan lainnya.
Pasal 6
(1) Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Nazhir yang ada harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berhentinya Nazhir perseorangan, yang kemudian pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.
(2) Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak terbatas, maka Nazhir yang ada memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif sudah meninggal dunia.
(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Nazhir melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(4) Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ATW dibuat tidak melaksanakan tugasnya maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berinisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Bagian Ketiga
Nazhir Organisasi
Pasal 7
(1) Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3) Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf I dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penandatanganan AIW.
Pasal 8
(1) Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi bersangkutan.
(2) Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundur diri, berhalangan tetap dan atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir, maka Nazhir yang bersangkutan harus diganti.

Pasal 9
(1) nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang tidak melaksanakan tugas dan/ atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat organisasi bersangkutan wajib menyelesaikan baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2) Dalam hal pengurus pusat organisais tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3) Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakil atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada AWL untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Pasal 10
Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang bersangkutan harus melaporkan kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.

Bagian Keempat
Nazhir Badan Hukum
Pasal 11
(1) Nazhir badan hukum wajib didaftar Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. Badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendikikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam;
b. Pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
c. Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada;
d. Memiliki:
1. Salinan akta notaries tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh Instansi berwenang;
2. Daftar susunan pengurus;
3. Anggaran rumah tangga;
4. Program kerja dalam pengembangan wakaf;
5. Daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum; dan
6. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12
(1) Nazhir perwakilan daerah dari sautu badan hukum yang tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat badan hukum bersangkutan wajib menyelesaikannya, baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2) Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3) Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baiknya atasnya inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Bagian Kelima
Tugas dan Masa Bakti Nazhir
Pasal 13
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 11 wajib mengadministrasikan, mengelola mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
(2) Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai kegiatan perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 14
(1) Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(2) Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BWI, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelum sesuai ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-Undangan.

BAB III
JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA IKRAR WAKAF DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF
Bagian Kesatu
Jenis Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Jenis harta benda wakaf meliputi:
a. Benda tidak bergerak;
b. Benda bergerak selain uang; dan
c. Benda bergerak berupa.

Paragraf 1
Benda Tidak Bergerak
Pasal 16
Benda tidak bergeral. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan baik yang sudah maupun yang sudah terdaftar;
b. Bangunan atau bangunan bangunan sebagaimana dimaksud huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak milik atas satuan rumah susunan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-Udangan; dan
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundangan-Undangan.

Pasal 17
(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari;
a. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara;
c. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d. Hak milik atas satuan rumah susun.
(2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
(3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara sengketa dan tidak dijaminkan.

Pasal 18
(1) Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selamanya kecuali wakaf atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.
(2) Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwakafkan beserta bangunan dan atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
(3) BUMN/BUMD, dan pemerintah desa atau sebuatan lain yang setingkat dengan itu wajib mendapat izin dan pejabat yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

Paragraf 2
Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 19
(1) Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan Undang-Undang.
(2) Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
(3) Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.
(4) Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan memperhatikan ketentuan prinsip syariah.

Pasal 20
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi:
a. Kapal;
b. Pesawat terbang;
c. Kendaraan bermotor;
d. Mesin atau peralatan industry yang tidak tertancap pada bangunan;
e. Logam dan batu mulia; dan/atau
f. Benda lainnya yang tergolong sebagai bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.

Pasal 21
Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundangan-Undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
a. Surat berharga yang berupa;
1. Saham;
2. Surat Utang Negara;
3. Obligasi pada umumnya; dan atau
4. Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa;
1. Hak cipta;
2. Hak merk;
3. Hak paten;
4. Hak desain industri;
5. Hak rahasia dagang;
6. Hak sirkuit terpadu;
7. Hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8. Hak lainnya.
c. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:
1. Hak sewa, bak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau
2. Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.

Paragraph 3
Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 22
(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
(3) Wakif yang mewakafkan uangnya diwajib untuk:
a. Hadir di Lembaga Syariah Penerima Wakaf uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya,
b. Menjelaskan kepemilikaan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;
c. Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU.
d. Mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
(4) Dalam hak Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.

Pasal 23
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).

Pasal 24
(1) LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan pertimbangan dari BWI.
(2) BWI memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mempertimbangkan saran instansi terkait.
(3) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan berikut:
(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah LKS memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan dimaksud.

Pasal 25
LKS-PWU bertugas:
a. Mengumumkan kepada publik atas keberadaanya sebagai LKS penerima Wakaf Uang;
b. Menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;
c. Menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir;
d. Menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titpan (wadi’ah) atas nama Nazhir yang tunjuk Wakif;
e. Menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif;
f. Menerbitkan sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan
g. Mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.



Pasal 26
Sertifikat Wakaf uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
a. Nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b. Nama Wakif
c. Alamat Wakif;
d. Jumlah wakaf uang;
e. Peruntukan wakaf;
f. Jangka waktu wakaf;
g. Nama Nazhir yang dipilih
h. Alamat Nazhir yang dipilih; dan
i. Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.

Pasal 27
Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.

Bagian Kedua
Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APAIW)
Paragraf 1

Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 28
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib menemui persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.

Pasal 29
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang.


Pasal 30
(1) Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(2) Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih.
(3) Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas (publik) maka kehadiran Mauquf alaih  dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.
(4) Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dalam bentuk wakaf-khairi atau wakaf-ahli.
(5) Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat diperuntukkan bagi kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.
(6) Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih statusnya menjadi wakaf-khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.

Pasal 32
(1) Wakaf menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir dihadapan PPAIW dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf Alaih dan harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
(3) Ikrar Wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh Nazhir dituangkan dalam AIW oleh PPAIW.
(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
(5) Dalam hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum maka nama dan identitas Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasaar masing-masing.
(6) Dalam hal Nazhir adalah organisasi atau badan hukum maka nama dan identitas Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah nama yang ditetapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutaan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dari tata cara pengisian AIW atau APIW untuk benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan Peraturan Menteri.


Paragraf 2
Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 34
Tata cara pembuatan AIW benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dilaksanakan sebagai berikut:
a. Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan;
b. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf;
c. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan AIW dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
d. AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, dua (2) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih disahkan oleh PPAIW.
e. Salinan AIW disampaikan kepada:
1. Wakif
2. Nazhir;
3. Mauquf alaih;
4. Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan
5. Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.

Pasal 35
(1) Tata cara Pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.
(2) Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah) tentang keberadaan benda wakaf.
(3) Apabila tidak ada orang yang memohonan APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat.
(4) PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW.



Pasal 36
(1) Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir dengan membuat berita acara serah terima paling lambat pada saat penandatanganan AIW yang diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2) Di dalam berita serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir.
(3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal serah terima benda wakaf telah dinyatakan dalam AIW.

Bagian Ketiga
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pasal 37
(1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat AIW dihadapan Notaris.
(5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh Menteri.

BAB IV
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Bagian Kesatu
Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Paragraf 1
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Pasal 38
(1) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau APAIW.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. Sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b. Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tananhnya tidak dalam sangketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;
c. Izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari Instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat itu;
d. Izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dari sertifikat dan keputusan pemberian haknya hanya diperlukan izin pelepasan/peralihan.
e. Izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau milik.

Pasal 39
(1) Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara sebagai berikut:
a. Terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
c. Terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai atas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
e. Terhadap tanah Negara yang di atasnya berdiri bangunan Masjid, Mushalla, makam, didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
f. Pejabat yang berwenang di bidang pertanahan kabupaten kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.

Paragraf 2
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari:
a. Benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang berwenang;
b. Benda yang bergerak selain uang yang tidak terdaftar dari yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan selama daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pendaftaran tersebut dilakukan di Kantor Departeman Agraria setemapat.

Pasal 41
(1) Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.
(2) Untuk benda bergerak yang tidak bergerak, Wakif menyerahkan tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa factor, kwitansi atau bukti lainnya.
(3) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.

Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengean Peraturan Menteri berdasarkan usul BWI.
Paragraf 3
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Pasal 43
(1) LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
(2) Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembutskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pengemuman Harta Benda Wakaf
Pasal 44
(1) PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BWI untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada kantor Depertemen Agama dan BWI.
(2) Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda berperak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama BWI.

BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 45
(1) Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam BIW.
(2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 46
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga Negara, organisasi asing dan badan hukum asing yang skala nasional atau internasional serta harta benda wakaf terlantar dapat dilakukan oleh BWI.

Pasal 47
Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-Undangan dan Nazhir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya perbuatan wakaf.

Pasal 48
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan BWI.
(2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrument keuangan syariah.
(3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud.
(4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Perundangan-Undangan.
(5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
BAB VI
PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 49
(1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbagan BWI.
(2) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf; atau
c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.
(3) Selain dari pertimbagan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika:
a. Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan; dan
b. Nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan oleh Bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggtanya terdiri dari unsur:
a. Pemerintah daerah kabupaten/kota;
b. Kantor perancahan Kabupaten/kota;
c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/ kota;
d. Kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan
e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.


Pasal 50
Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung sebagai berikut:
a. Harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b. Harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah dikembangkan.


Pasal 51
Penukaran terhadap harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:
a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;
b. Kepala KUA kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
c. Kepala Kantor Depertemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan selanjutnya bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;
d. Kepala Kantor Depertemen Agama  kabupaten/kota meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
e. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya hasil dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.

BAB VII
BANTUAN PEMBIAYAAN BADAN WAKAF INDONESIA

Pasal 52
(1) Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10 (sepuluh) tahun pertama melalui anggaran Depertemen Agama dan dapat diperpanjang;
(2) BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada Menteri.
 BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 53
(1) Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum;
b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap benda wakaf;
c. Penyedian fasilitas proses sertifikasi wakaf;
d. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak;
e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan
f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Pasal 54
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 55
(1) Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
(2) Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan terhadap kegiatan perwakafan di Indonesia dapat dilakkan dalam bentuk penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan lainya.
(3) Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.

Pasal 56
(1) Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.
(2) Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
(3) Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik independen.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 57
(1) Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan kewajiban dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang berbeda.
(3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
(4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum belum terdaftar sebagai benda wakaf menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan:
a. Dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik dan sudah ada AIW;
b. Dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai secara fisik sebagian atau seluruhnya, sepanjang Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup menyelesaikan penguasaan fisik dan dapat membuktikan penguasaan harta benda wakaf tersebut adalah tanpa alas hak yang sah; atau
c. Dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli waris Wakif atau Nazhir, dapat didaftarkan menjadikan menjadi wakaf sepenjang terdapat kesaksian dari pihak yang mengetahui wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan penetapan pengadilan.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a. Lembaga non keuangan atau perseorangan yang menerima wakaf uang wajib untuk mengalihkan penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi’ah pada LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri.
b. Lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib mengajukan permohonan kepada Menteri sebagai LKS-PWU.
(3) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perseorangan, organisasi atau badan hukum yang mengelola wakaf uang wajib mendaftarkan pada Menteri dan BWI melalui KUA setempaat untuk menjadi Nazhir.
Sebelum BWI terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) diterbitkan oleh Menteri.





BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan ketentuan Peraturan Perundangan-Undangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 61
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                            Ditetapkan di Jakarta
                            Pada tanggal 15 Desember 2006
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                                    ttd.
                            Dr.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Desember 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HAMID AWALUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105


PENJELESAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
UMUM
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf memuat beberapa ketentuan dalam Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66 dan Pasal 68 yang perlu diatur lebih lanjut dengna Peraturan Pemerintah. Keseluruhan peraturan pelaksanaan tersebut diintegrasikan ke dalam satu peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Hal itu dimaksudkan untuk menyederhanakan pengaturan yang mudah dipahami masyarakat, organisasi dan badan hukum, serta pejabat pemerintahan yang mengurus perwakafan, BNI dan LKS sekaligus menghindari berbagai kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap ketentuan yang berlaku.
Beberapa hal yang penting diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai berikut:
1. Nazhir merupakan salah satu unsur wakaf dan memegang peran penting dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat merupakan perseorangan, organisasi atau badan hukum yang diwajib didaftarkan pada Menteri melalui Kantor Urusan Agama atau perwakilan BWI yang ada di provinsi atau kabupaten/kota, guna memperoleh tanda bukti pendaftaran Nazhir. Ketentuan mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh Nazhir dan tata cara pendaftaran, pemberhentian dan pencabutan status Nazhir serta tugas dan masa bakti Nazhir dimaksud untuk memastikan keberadaan Nazhir serta pengawasan terhadap kinerja Nazhir dalam memelihara dan mengembangkan potensi harta benda wakaf.
2. Ketentuan mengenai ikrar wakaf baik secara lisan maupun tertulis yang berisi pernyataan kehendak Wakif untuk berwakaf kepada Nazhir memerlukan pengaturan rinci tentang tata cara pelaksanaannya dan harta benda wakaf yang akan diwakafkan. Ikrar wakaf diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh wakif, Nazhir, dua orang saksi serta wakil dari Mauquf alaih apabila ditunjuk secara khusus sebagai pihak yang akan memperoleh manfaat dari harta benda wakaf berdasarkan kehendak wakif.
Kehadiran mauquf alaih dianggap perlu agar pihak yang akan memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf menurut kehendak Wakif dapat mengetauhi penyerahan harta benda wakaf oleh Wakif kepada Nazhir untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan prinsip ekonomi syariah.
3. Sesuai dengan prinsip Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf, maka pernyataan kehendak Wakif dalam Majelis Ikrar Wakaf harus dijelaskan maksudnya, apakah Mauquf alaih adalah masyarakat umum atau untuk karib kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan wakif. Ini berarti bahwa pengaturan mengenai wakaf berlaku baik untuk wakaf khairi maupun wakaf ahli. Peruntukan wakaf untuk Mauquf alaih tidak dimaksudkan untuk pemanfaatan pribadi melain utnuk kesejahteraan umum sesama kerabat secara turun temurun. Dengan demikan berbagai keterangan dalam pengelolaan wakaf dapat menjadi acuan penting bagi semua pihak.
4. Berdasarkan pertimbangan tentang diperlukannya harta benda wakaf diatur secara rinci, maka Peraturan Pemerinta ini mencantumkan ketentuan mengenai wakaf benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang tidak terkait dengan tanah, wakaf benda bergerak berupa uang dan benda bergerak selain uang, yang sejauh mungkin diselaraskan dengan konsepsi hukum dalam keperdataan dan Peraturan Perundang-Undangan lain yang terkait.
Benda bergerak selain uang diatur berdasarkan kategori yang lazim dikenal dalam hukum perdata, yaitu benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpinda atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang. Mengingat jenis harta benda wakaf memiliki karakteristik yang berbeda, maka tata cara ikrar wakaf bergerak berupa uang yang melibatkan peran institusi LKS diatur secara khusus. Dengan demikian pengaturan wakaf uang harus mempertimbangkan keberadaan LKS yang memiliki produk-produk dan/atau instrument keuangan syariah.
5.  Berdasarkan pertimbangan adanya perbedaan karakteristik harta benda wakaf tersebut, maka di samping kewenangan PPAIW yaitu Kepala Kantor Urusan Agama atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf, maka LKS yang ditunjuk Menteri berdasarkan saran dan pertimbangan BWI diberi kewenangan menerima wakaf uang dan menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang yang selanjutnya menyerahkan wakaf uang tersebut kepada Nazhir yang tunjuk oleh Wakif.
6. Sebagai konsekuensi kategori benda wakaf tersebut, pengaturan mengenai tata cara pendaftaran harta benda wakaf dibedakan antara:
7. PPAIW berkewajiban menyampaikan AIW kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama dan Perwakilan BWI agar dimuat dalam register umum wakaf yang diselenggarakan oleh Menteri. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas hukum benda sehingga masyarakat dapat mengakses informasi tentang wakaf.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir dimaksudkan sebagai bukti bahwa Nazhir hanya pihak yang mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan undang-undang pada ayat ini adalah Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Tempat pendaftaran pada ayat ini sesuai dengan tertib urutan .
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksud agar pengelolaan hartaa benda wakaf dapat berlangsung secara berkesinambungan dan menjaga harta benda wakaf tidak masuk ke dalam harta pribadi dan/atau masuk ke dalam harta waris. Tiga Nazhir perseorangan yang ditunjuk wakif dapat mengatur pembagian tugas dan wewenang untuk mewujudkan peruntukan harta benda sesuai dengan pernyataan kehendak Wakif.
Ayat (6)
Cukup jelas.


Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
    Cukup jelas
Huruf d
Dalam memberhentikan Nazhir, BWI harus memberikan alasan-alasan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-Undangan. Alasan BWI memberhentikan Nazhir antar lain adalah Nazhir tidak dapat menjalankan amanah/tugas dengan baik. Pemberhentian Nazhir yang belum terjangkau oleh BWI akan dilakukan oleh KUA
Ayat (2)
    Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
    Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Wakif atau ahli warisnya untuk mengganti sendiri Nazhir tanpa melalui KUA dan keputusan BWI.
Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
    Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud “Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi” dalam ayat ini adalah pelaksana dari Nazhir organisasi yang bersangkutan.
Pasal 9
Ayat (1)
    Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam memberhentikan atau mengganti Nazhir organisasi, BWI harus memperhatikan Ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Ayat (3)
    Cukup jelas
Pasal 10
    Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
    Cukup jelas
Pasal 13
    Cukup jelas
Pasal 14
    Cukup jelas
Pasal 15
    Cukup jelas


Pasal 16
Huruf a
    Cukup jelas
Huruf b
    Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “yang berkaitan dengan tanah” adalah segala sesuatu yang dibangun, ditanam dan tertancap serta menjadi satu kesatuan dengan tanah.
Huruf d
    Cukup jelas
Huruf e
    Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
        Cukup jelas
    Huruf b
Nazhir berkewajiban untuk mengurus pelepasan hak pengelolaan atau hak milik dari pemegang hak yang bersangkutan. Dalam hal Nazhir tidak berhasil memperoleh pelepasan hak pengelolaan atau hak milik yang bersangkutan maka Wakaf atas tanah tersebut tetap berlaku sampai hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah Negara berakhir.
    Huruf d
Hak milik atas satuan rumah susun yang dapat diwakafkan adalah satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah bersama yang berstatus hak milik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan mengenai rumah susun.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepemilikan bahwa pemilikan atau penguasaan secara yuridis dan secara fisik atas tanah ada pada Wakif, atau penguasaan fisik tersebut ada pada pihak lain atas dasar pemberian wewenang dari Wakif.
Ayat (3)
    Cukup jelas

Pasal 18
    Cukup jelas

Pasal 19
    Ayat (1)
        Cukup jelas
    Ayat (2)
        Cukup jelas
    Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “air dan bahan bakar minyak yang persediannya berkelanjutan” dalam ayat ini tidak termasuk sumber daya air dan sumber minyak.
Ayat (4)
        Cukup jelas
Pasal 20
    Huruf a
Kapal dengan bobot di bawah 20 ton termasuk dalam kategori benda bergerak, sedangkan kapal dengan bobot di atas 20 ton termasuk dalam benda tidak pernah bergerak.
    Huruf b
Yang dimaksud dengan “pesawat terbang” termasuk helicopter dan jenis pesawat terbang lainnya.
    Huruf c
        Cukup jelas
    Huruf d
        Cukup jelas
    Huruf e
        Cukup jelas
 Pasal 21
    Cukup jelas
Pasal 22
    Ayat (1)
        Cukup jelas
    Ayat (2)
         Cukup jelas
    Ayat (3)
        Huruf a
            Cukup jelas
        Huruf b
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin benda wakaf berasal dari sumber halal. Tidak bertentangan dengan syariah dan Peraturan Perundang-Undangan. Misalnya menghindari kemungkinan praktik pencucian uang (money laundring) melalui wakaf.
    Ayat (4)
        Cukup jelas
     Ayat (5)
        Cukup jelas
 Ayat 23
Wakif mewakafkan uang melalui LKS-PWU yang dilakukan secara tertulis, selanjutnya LKS-PWU yang dilakukan secara tertulis, selanjutnya LKS-PWU menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang. Penempatan uang wakaf melalui LKS-PWU dimaksudkan sebagai titpan (wadi’ah). Selanjutnya Nazhir dapat mengelolanya dengan memperhatikan kehendak wakif serta rekomendasi manajer investasi (jika ada).
    Ayat (1)
        Cukup jelas
   

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “saran instansi terkait” dalam ayat ini adalah saran yang diberikan oleh Bank Indonesia untuk lembaga keuangan bank dan Departemen Keuangan untuk lembaga keuangan non bank.
    Ayat (3)
        Huruf a
            Cukup jelas
        Huruf  b
            Cukup jelas
        Huruf c
            Cukup jelas
        Huruf d
            Cukup jelas
         Huruf e
Yang dimaksud memiliki fungsi menerima titipan (wadi’ah) adalah LKS-PWU produk penerimaan dana dengan berdasarkan akad titipan dengan ketentuan bahwa pihak penerima dana titpan dapat mengelola dana titpan dimaksud sampai Nazhir menentukan lain.
    Ayat (4)
        Cukup jelas
    Ayat (5)
        Cukup jelas
 Pasal 25
    Huruf a
Pengumuman yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara apapun agar masyarakat mengetahuinya.
    Huruf b
        Cukup jelas
    Huruf c
        Cukup jelas
    Huruf d
        Cukup jelas
    Huruf e
        Cukup jelas
     Huruf f
        Cukup jelas
     Huruf g
        Cukup jelas
 Pasal 26
    Huruf a
        Cukup jelas
    Huruf b
        Cukup jelas
    Huruf c
        Cukup jelas
    Huruf d
    Huruf e
        Cukup jelas
    Huruf f
Yang dimaksud dengan “jumlah wakaf uang” adalah nilai nominal wakaf uang yang harus dicantumkan dalam sertifikat wakaf uang dan disesuaikan dengan jumlah minimum yang berlaku pada LKS-PWU bersangkutan.
    Huruf g
        Cukup jelas
    Huruf h
        Cukup jelas
    Huruf i
        Cukup jelas
 Pasal 27
    Cukup jelas
Pasal 28
    Cukup jelas
Pasal 28
    Cukup jelas
Pasal 29
    Cukup jelas
 Pasal 30
    Ayat (1)
        Cukup jelas
    Ayat (2)
        Cukup jelas
    Ayat (3)
Tidak disyaratkannya kehadiran mauquf alaih karena sulitnya menentukan wakil dari masyarakat luas sebagai mauquf alaih.
    Ayat (4)
        Cukup jelas
    Ayat (5)
        Cukup jelas
     Ayat (6)
        Cukup jelas
 Pasal 31
    Cukup jelas
Pasal 32
    Ayat (1)
        Cukup jelas
    
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “harta benda wakaf diterima oleh Nazhir” pada ayat ini adalah bukan untuk dimiliki oleh Nazhir tapi untuk dikelola dan dikembangkan oleh Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf.
    Ayat (3)
        Cukup jelas
    Ayat (4)
        Cukup jelas
    Ayat (5)
        Cukup jelas
     Ayat (6)
        Cukup jelas
 Pasal  33
    Cukup jelas
 Pasal 34
    Huruf a
        Cukup jelas
    Huruf b
Yang dimaksud penelitian persyaratan administrasi perwakafan pada huruf b meliputi penelitian:
a. Status benda wakaf serta kelengkapan dokumen kepemilikan benda wakaf oleh wakif;
b. Syarat wakif, Nazhir dan saksi.
Penelitian administrasi benda wakaf dimaksudkan untuk memastikan bahwa benda wakaf dikuasai oleh wakif. Persyaratan wakif yang dimaksud adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
    Huruf c
        Cukup jelas
   

Huruf d
Tanda tangan mauquf alaih dicantumkan dalam AIW dalam hal Wakif menentukan secara khusus mauquf alaih.
    Huruf e
        Angka 1
            Cukup jelas
        Angka 2
            Cukup jelas
        Angka 3
            Cukup jelas
         Angka 4
            Cukup jelas
         Angka 5
Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah instansi yang menyelenggarakan pendaftaran harta benda wakaf, misalnya kendaraan bermotor oleh Polisi Daerah setempat, kapal oleh Syahbandar/Dirjen Perla, saham untuk perusahaan terbuka oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, saham untuk perusahaan tertutup pada direksi perusahaan tersebut. Proses tersebut untuk pencatatan balik nama pada sertifikat/tanda bukti hak.
Pasal 35
    Cukup jelas
Pasal 36
    Cukup jelas
Pasal 37
    Ayat (1)
Yang dimaksud “pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf” dalam ayaat ini adalah pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.


    Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pejabat lain yang tunjuk oleh Menteri” adalah pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf atau notaries yang ditunjuk oleh menteri.
Pasal 38
    Cukup jelas
 Pasal 39
    Cukup jelas

Pasal 40
    Cukup jelas
 Pasal 41
    Ayat (1)
“Surat Keterangan Pendaftaran” dimaksud untuk menegaskan kepemilikan benda bergerak yang bersangkutan benar tercatat tentang adanya sangketa atau jaminan pada pihak lain.
    Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanda bukti pembelian lainnya” misalnya berita acara lelang seandainya barang bergerak diperoleh dari pelelangan umum.
    Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah setempat” adalah lurah/kepala desa dan camat dari tempat dimana barang bergerak tersebut berada.
 Pasal 42
    Cukup jelas
Pasal 43
    Cukup jelas
Pasal 44
    Cukup jelas


Pasal 45
    Ayat (1)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dapat dilakukan dengan cara membangun perkantoran, pertokoan swalayan, hotel, rumah sakit, apartemen, rumah sewaan, tempat wisata, dan/atau usaha lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan Peraturan Perundangan-Undangan.
    Ayat (2)
        Cukup jelas
Pasal 46
Yang dimaksud dengan “harta benda wakaf terlantar” dalam pasal ini adalah harta benda wakaf dalam waktu yang cukup lama tidak dikelola secara produktif oleh Nazhir yang bersangkutan, walaupun telah dilakukan beberapa kali penggantian Nazhir.
Pasal 47
Yang dimaksud “lembaga terkait” dalam pasal ini adalah instansi pemerintah yang kewenangannya meliputi urusan peruntukan harta benda wakaf, BWI dan wakil dari Mauquf alaih.
Pasal 48
    Ayat (1)
Peraturan BWI dimaksud antara lain mengatur persyaratan studi kelayakan pengembangan harta benda wakaf.
    Ayat (2)
        Cukup jelas
     Ayat (3)
        Cukup jelas
    Ayat (4)
        Cukup jelas
    Ayat (5)
        Cukup jelas
 

3 komentar:

  1. ko gabisa di copy? padahal perlu banget!

    BalasHapus
  2. Apakah Anda memerlukan pinjaman secara nyata? Pernahkah Anda ditolak oleh organisasi keuangan, bank dan perusahaan keuangan lainnya? Jika ya, jangan khawatir lagi karena @ ROSSA STANLEY perusahaan pinjaman, kami adalah perusahaan pembiayaan berpengalaman yang memberikan pinjaman korporasi, badan usaha dan masyarakat umum dengan tingkat bunga 2%. Kami memiliki akses ke kumpulan uang tunai untuk diberikan kepada perusahaan dan mereka yang memiliki rencana untuk memulai bisnis tidak peduli seberapa kecilnya. Percaya dan yakin bahwa kesejahteraan dan kenyamanan Anda adalah prioritas utama kami, mengapa kami berada di sini untuk mengurus pemrosesan pinjaman Anda. . Hubungi layanan pelanggan kami

      Email: Rossastanleyloancompany @ gmail .com
      Viber: +15186756750
      Instagram: Rossamikefavor
      Twitter: Rossastanlyloan

      Untuk respon cepat dan cepat ....
     


    Mohon mengisi formulir aplikasi di bawah ini:,
    DATA PEMOHON:
    1. Nama
    2. negara
    3. Alamat
    4. Jenis kelamin
    5. Bekerja
    6. Posisi di tempat kerja
    7. Pendapatan bulanan
    8. Jumlah pinjaman dibutuhkan
    9. Durasi pinjaman
    10. Agama
    11. Sudahkah anda mengajukan permohonan sebelumnya dan telah ditolak? Jika ya
    12. jika Anda telah menolak memberikan alasan .............................. .......... ..
         ............................. ..................... .......
         ............................. ..................... .......
         ............................. ..................... ..........
         ............................. ..................... .......
     
     
     
                                         Kami hadir untuk memenuhi kebutuhan finansial anda

    BalasHapus

Mari kita membaca dengan hati plus mata