11 Apr 2012

Novel Ulama Sastrawan

Triller Novel Ulama Sastrawan

Namun sayang kekompakan itu berhenti tatkala saya ditanfkap pada tahun 1964 dan disayangkan pula sesudah bebas dari tahanan, organisasi Masjid yang sudah rapi telah merubah sifat kekeluargaan antara jama’ahnya menjadi suasana kantor dan birokratis.


Semenjak meletusnya pemberontakan PRRI tahun 1958 kemudian disusul Dekrit Presiden tahun 1959, dengan pembubaran Dewan Konstituante dan penunjukan pribadi Sukarno oleh Beliau sendiri sebagai formatur kabinet, nasib pemimpin partai Masyumi yang turut hijrah semakin terjepit dan setiap hari selalu dicekam oleh perasaan was-was kalau didatangi oleh alat-alat Negara untuk dimasukkan ke dalam tahanan.
Tahun 1960, tepatnya tanggal 17 Agustus, seperti biasanya Sukarno yang menganggap dirinya sebagai penyambung lidah rakyat mengucapkan pidato ditangga istana Merdeka dihadapan puluhan ribu rakyat yang dikerahkan untuk mendengarkannya. Pidato beliau berjudul “Laksana Malaikat Turun dari Langit Jalannya Revolusi kita”  yang dibahas dalam pidato itu dinamakan sebagai Manisfesto Politik  kemudian setelah diperas lebih kencang lagi bernamalah pidato itu USDEK singkatan dari Undang-undang Dasar ’45, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia.
Di zaman Manipol banyak ujian dari Allah pada saya yakni dilarangnya penerbitan Majalah Panji Masyarakat yang terbit sejak setahun sebelumnya, Presiden Sukarno sangat marah pada Bung Hatta yang mengkritiknya dalam karangan yang terkenal “Demokrasi Kita” yang disiarkan oleh Majalah Panji Masyarakat. Selain Panji Masyarakat, yang terkena larangan lagi antara lain; Indonesia Raya yang dipimpin oleh Mochtar Lubis,Pedoman, yang dipimpin oleh Rosihan Anwar, Abadi, media resmi partai Masyumi. Adapun yang menyangkut Masyumi dan PSI dinyatakan sebagai Partai Terlarang karena tersangkut pemberontakan PRRI.

Mulailah dengan Manipol dan Usdek itu mengadakan Indoktrinasi yang menyeluruh kepada rakyat, melalui juru bicaranya yang terkenal, Ruslan Abdulghani. Dia terkenal dengan sebutan Jubir . Tapi disamping itu, Dia juga sering menjadi juru bicara lain, terutama para pemimpin pemimpin partai yang dianggap sebagai penyokong Konsep Sukarno.
Sukarno menamakan partai-partai yang menyokong konsepnya sebagai poros NASAKOM . Setiap pidato partai-partai yang menyokong Presiden Sukarno selalu menjadi Partai Masyumi sebagai bulan-bulanan. Setiap pidato mereka selalu diberitakan oleh terompet mereka Harian Rakyat  dan Bintang Timur dan lambat laun bukan hanya koran-koran itu saja bahkan juga kantor berita resmi pemerintah seperti RRI tampaknya sudah mulai terpengaruh atau kasarnya dikuasai oleh PKI.
Dalam keadaan seperti itu, para pemimpin Partai Masyumi yang tidak turut dalam pemberontakan dan hijrah tidak lagi bisa mengeluarkan suaranya, Ketua Umum partai Masyumi Prawoto Mangkussasmito, dengan gagah berani menunntut Presiden Sukarno ke pengadilan, karena sebgai presiden dia telah melanggar Undang-Undang Dasar. Tapi sudah tentu Prowoto lah yang kalah dan dia ditahan tanpa pernah diadili.


Syukur bagi saya di depan rumah saya sendiri berdiri Masjid yang mulai mendapat kunjungan dari orang – orang sekitar Masjid itu. Dan Masjid itulah tempat hijrah dari keributan – keributan yang ciptakan oleh para Komunis itu. Sudah tentu secara berangsur-angsur saya mengumpulkan jama’ah yang sebgaian besar terdiri dari tukang-tukang becak dan kuli bangunan masjid itu sendiri.


***

Dakwah yang saya kembangkan membuat PKI dengan organisasi kebudayaan LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) menyerang budaya Islam, terutama pribadi saya.  serangan mereka kian hari kian gencar apalagi mereka selalu dilindungi oleh Presiden Sukarno dan bekerja sama dengan PNI yang saat itu disingkat dengan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional).
Situasi ini semakin hangat, dengan adanya serangan gencar terhadap Islam di sector kebudayaan, aksi-aksi mahasiswa PKI dengan gencar menuntut pembubaran HMI. Ketika melihat hal itu, saya langsung memanggil tokoh-tokoh HMI, antaranya Sulastomo, Ekki Sahruddin dan Mar’i Muhammad. Kami mengadakan rapat di Aula Masjid Al-Azhar.
    “kita harus mencari cara untuk membendung para komunis itu” ujar saya kepada para Mahasiswa HMI
    “tapi, bagaimana caranya Buya?” Tanya Ekki Sahruddin
    “kalian harus ada konsep yang jelas untuk membendung setiap pergerakan mereka, setiap langkah yang kalian tempuh itu harus kalian perhitungkan dengan matang” ujar saya
    “Insya Allah Buya” jawab mereka serempak
Lalu mereka pamit satu persatu.
Namun apa boleh dikata, para Komunis itu sulit kita tandingi karena penguasa berpihak kepada mereka. Mereka semakin berani beraksi, sehingga dimana-dimana timbul aksi sepihak dari mereka yakni dengan tujuan mendeskreditkan Angkatan Darat.
Nampaknya usaha PKI menampakkan hasil, yakni dengan disekolahkan Muchlas Rowi yang menjadi Penanggung Jawab Gema Islam, di sekolah kan ke Amerika sehingga Majalah Gema Islam tidak lagi mendapatkan bantuan dengan sangat terpaksa harus hidup sendiri. Jadilah beberapa tahun Islam selalu dipinggirkan oleh pemerintah.


Kebetulan di depan rumah saya waktu itu ada dua batang pohon mangga, dan sebatang pohon Jambu. Pohon buah-buahan itu pada musimnya berbuah lebat. Melihat Mangga dan Jambu yang bergantungan ummi yang selalu memelihara pohon-pohon itu menjadi sangat hati-hati, yang ditakutkan bukan anak yang  mau mencuri, tapi anak-anak saya sendiri yang kemungkinan mengambil,
    “hei jangan diambil. Kalau sudah matang mau dibawa ke Tebet  dank e Jalan Mangunsarkoro . Cucu di sana senang dengan Mangga” kata saya.
Saya sering menjenguk dan bermain dengan cucu saya, terutama jika menjelang bulan Ramadhan.

Ketahanan Nasional itu adalah ketahanan ideologi rakyat menghadapi bahaya Komunis yang mengandalkan ideologi yang Atheis

‘menghadapi ideologi Komunis haruslah dengan ideologi yang bisa mengatasi mereka. Dalam hal ini Islamlah senjata kita, sebab mayoritas rakyat Indonesia menganut agama itu. Taph kita harus bekerja sama dengan pemerintah yang anti Komunis’
“yang kedua” saya melanjutkan “kita umat Islam ini sudah didendami oleh pihak yang berkuasa. Ini adalah sisa-sisa indoktrinasi yang ditanamkan oleh PKI dan Orde Lama. Akibatnya apapun yang baik hendak kita lakukan, selalu dicurigai. Begitupun kita sendiri secara apriori menganggap segala upaya dan peraturan yang datang dari pemerintah untuk mengatur dan membangun Negara, semuanya salah. Kita kehilangan pertimbangan pada setiap apapun yang datang dari pemerintah” jelas saya
“kalau begitu alasan ayah menerima kehadiran Majelis Ulama dan mungkin kesediaan ayah menerima jabatan Ketua Umumnya adalah alasan politis. Bukankah ayah selalu mengatakan ayah bukan orang politik?

Saya mengambil air wudhu sebelum shalat, kemudian shalat istikharah dan menengadahkan tangan saya kemudian berdo’a
“ya Allah, saya memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, saya memohon kepada-Mu dan saya memohon kepada-Mu keutamaan-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa. Sementara diri saya tidaklah kuasa. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui, sementara diri saya tidak mengetahui. Karena Engkau mengetahui perkara yang ghaib. Ya Allah, sungguh Engkau mengetahui perkara yang hamba hadapi yaitu pantaskah hamba menjadi ketua MUI, apakah lebih baik dalam agama hamba, hidup hamba diakhir urusan kelak dalam jangka panjang ataupun jangka pendek. Maka takdirkanlah itu bagi hamba dan mudahkanlah hamba untuk mendapatkannya. Kemudian berkahilah hamba dalam hal itu. Dan sungguh Engkau mengetahui bahwa perkara ini tidak baik, dalam agama hamba, hidup dan urusan hamba dalam jangka panjang maupun jangka pendek, maka jauhkanlah perkara tersebut dari hamba, lalu takdirkanlah yang baik buat hamba, bagaimanapun adanya, kemudian buatlah hamba ridho dengannya”

Tanggal 27 Juli 1975
Tanggal ini merupakan tanggal yang bersejarah bagi saya. Tanggal ini adalah tonggak berdirinya Majelis Ulama Indonesia. Tepat jam delapan saya bersiap-siap pergi ke tempat pelantikan Majelis Ulama Indonesia tepatnya di Gedung Sasono Langen Budoyo Timur Taman Mini Indonesia Indah. Di tengah perjalanan saya selalu berdoa supaya Allah menguatkan hati saya untuk menerima jabatan untuk membina umat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata