Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Agama di Sekolah
Karya Dr.H. Mulyadi, M.Pd.I.
Untuk melaksanakan suatu kegiatan maupun suatu pekerjaan, agar lebih efektif untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kelancaran dibutuhkan evaluasi. Dalam evaluasi ada yang disebut pengukuran dan penilaian.
Dua kalimat tersebut merupakan istilah banyak orang memahami
suatu kesamaan, tetapi pada hakekatnya berbeda. Misalkan, ada dua buah pensil yang perlu diketahui panjang dan pendeknya, terlebih dahulu yang dilakukan adalah mengukur dengan penggaris, setelah melakukan pengukuran adalah melakukan penilaian yaitu membandingkan ukuran antara kedua pensil tersebut, sehingga dapat dinyatakan mana yang panjang dan mana yang pendek.
Permisalan di atas merupakan upaya untuk mengadakan evaluasi, dan kedua istilah tersebut sangat dibutuhkan dalam evaluasi karena merupakan bagian dari evaluasi. Perbedaan mendasar dari istilah pengukuran dan penilaian adalah: pertama, pengukuran ialah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif; kedua, penilaian ialah mengambil suatu keputusan atau nilai terhadap suatu yang telah diukur dengan ukuran tertentu yang bersifat kualitatif. Dan evaluasi sendiri adalah meliputi kedua istilah tersebut.
Dalam istilah bahasa asing, pengukuran adalah measurement. Sedang penilaian adalah evaluation. Dari evaluasi ini diperoleh kata Indonesia yaitu evaluasi yang berarti menilai (yang terlebih dahulu dilakukan dengan mengukur).
Dikaitkan dengan pendidikan, maka evaluasi (penilaian) pendidikan adalah kegiatan menilai dalam kegiatan pendidikan untuk mengetahui usaha yang dilakukan sudah mencapai tujuan atau belum. Pendidikan yang dimaksud disini adalah formal, yaitu sekolah sebagai tempat kegiatan pendidikan. Sekolah diumpamakan sebagai tempat pengolahan sesuatu sedang siswa diumpamakan sebagai barang mentah yang hendak diolah, sehingga lulusan dari sekolah tersebut disamakan dengan hasil olahan yang siap digunakan.
Lulusan tersebut dapat dikatakan output, untuk mengetahui hasil olahan itu baik atau buruk sehingga siap digunakan dan layak pakai tidak mudah melakukan evaluasi, banyak problem-problem tentang evaluasi (penilain) pendidikan, serta tergantung pada pengolahannya.
Membicarakan evaluasi yang biasa disebut dengan penilaian, memberi kesan bahwa sampai saat ini masih sering terdapat kesalahan pendapat mengenai fungsi penilaian hasil belajar tersebut. Bentuk kesalahan atau kekeliruan antara lain: menganggap bahwa fungsi penilaian hasil belajar semata-mata sebagai mekanisme guna menyeleksi calon dalam rangka penerimaan murit baru, menyeleksi murid dalam kenaikan kelas, dan kelulusan murid dalam akhir program pendidikan tertentu.
Fungsi penilaian sebagaimana dikemukakan oleh Hopkins dan Stanley bukan sekedar menyeleksi atau mengklasifikasi, melainkan juga sebagai sarana untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan murid secara maksimal. Dengan kata lain penilaian hasil belajar tidak hanya merupakan suatu proses untuk mengklasifikasikan keberhasilan dan kegagalan murid dalam proses belajar mengajar melainkan juga untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi program pengajaran.
Sebab kekeliruan pendapat yang merugikan fungsi penilaian, yaitu: pertama, anggapan untuk melaksanakan kegiatan penilaian itu tidak perlu adanya persiapan (perencanaan) yang matang dan latihan secara eksplisit. Kedua, anggapan penilaian hasil belajar merupakan kegiatan lepas atau kegiatan penutup dari proses pembelajaran. Dalam peningkatan mutu penilaian hasil belajar Pendidikan Agama Islam, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menata dan membenahi kembali sistem prosedur dan tata cara penilaian hasil belajar Pendidikan Agama Islam di sekolah. Pembenahan dan penataan kembali itu misalnya dituangkan dalam bentuk penyusunan rencana penilaian secara lebih matang dan matang.
Menurut Sudijono (2003), untuk alternatif penyusunan rencana dan penilaian evaluasi yang lebih matang, antara lain: ada mementum penilaian, sasaran penilaian, model penilaian, tolak ukur, instrumen penilaian, tekhnik pelaksanaan penilaian, tekhnik pengolahan, dan tindak lanjut. Hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam rencana dan penilaian evaluasi karena karakter anak berbeda-beda, ada yang tanggap dan ada pula yang tidak, hasil belajar murid ada yang muncul saat pembelajaran itu berlangsung misalkan di PAI dan ada yang muncul setelah pembelajaran itu selesai, maka perlu ditanamkan nilai mendasar yaitu nilai kebenaran yang dapat mempengaruhi murid sesuai dengan rana kognitif, afektif, dan psikomotorik anak. Ranah tersebut perlu dirumuskan dengan mencari model penilaian mana yang akan diukur atau dinilai kemudian diterapkan modelnya. Semua tergantung pada pengolahannya dan tindak lanjut seterusnya untuk kedepan.
Dalam dunia pendidikan dikenal dengan empat model penilaian yaitu: (1) model pengukuran; (2) model kesesuaian atau kecocokan; (3) model penilaian sistem pendidikan; dsn (4) model illuminatif (seperti pernyataan sudijono di atas).
Ciri tekhnik evaluasi yang baik adalah memiliki alat-alat untuk mengukur kesesuaian dan efisiensi yang digunakan, anara lain: validitas, keandalan, obyektifitas, dan kepraktisan. Tekhnik evaluasi pendidikan meliputi: Tekhnik Tes dan non-Tes. Tekhnik Tes adalah suatu tekhnik untuk mkengetahui hasil belajar dengan menggunakan alat dalam evaluasi. Tes dapat dilakukan dengan memberikan tugas-tugas baik secara lisan, tulisan, maupun praktek sesuai dengan obyeknya serta pembagian menurut sifat, tujuan dan isi, pembuatannya, dan soalnya. Tekhnik non-Tes adalah tekhnik penilaian tanpa tes yang dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, angket, problem cheklist, dan sosiometris (gram).
Mengetahui tes yang baik dapat dilihat dari penyusunan soal-soalnya, antara lain: (1) Tes Esai (subyektif), menurut purwanto (2008) mula-mula adalah dengan memikirkan terlebih dahulu tentang soal yang akan dijawab oleh murid, selanjutnya menghimpun bahan-bahan dan menyusun kata pertanyaan, misalkan: bandingkan, jelaskan, berikan alasan, beri contoh, dan pendapat. Soal-soal bentuk esai kurang lebih berjumlah 5-10 soal dalam durasi waktu 90-120 menit yang disesuaikan dengan kemampuan murid dan menuntut murid lebih kreatif serta melatih daya ingat dari pembelajaran yang diberikan; (2) Tes Obyektif, dimaksudkan untuk melengkapi sekaligus mengatsi kelemahan dari tes esai. Jumlah soal 30-40 buah soal durasi waktu 60 menit. Macam tes ini meliputi: tes benar-salah, pilihan ganda, isian, dan penjodohan.
Cara menyusun soal Benar-Salah secara spesifik dengan menulis S-B sebagai jawaban serta dalam soal tidak ada item yang perlu diperdebatkan, tidak boleh persis dengan apa yang ada dalam buku, dan tidak boleh memberi saran. Pilian Ganda adalah soal yang belum lengkap, adapun kelengkapannya sebagai jawaban dengan cara memberi beberapa pilian misalkan (a, b, c) yang hanya salah satu yang paling benar sekaligus jawaban dari kelengkapan soal. Isian merupakan soal bukan pertanyaan yang belum lengkap yang berbentuk pernyataan sebagian dihilangkan sebagai jawaban, tetapi tidak boleh ambigu misalkan: malaikat....... bertugas bagi rizki. Terakhir adalah Menjodohkan, yaitu mencocokkan atau membandingkan soal dengan jawaban yang paling benar sesuai soalnya yang diacak dengan jawaban soal lain. Biasanya jawaban terletak di samping, atas, maupun bagian bawah soal.
Dari berbagai macam tes diatas, dapat diberikan kepada siswa sesuai kemampuan dan tingkatan kecerdasan peserta didik untuk mengukur serta memberi penilaian atas hasil yang dicapainya dalam rangka mengevaluasi pendidikan yang diberikan maupun tingkat perkembangan peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan tersebut terutama dalam aspek psikomotoriknya disediakan portofolio sebagai bukti peserta didik telah melakukan praktek atau menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara mandiri. Portofolio ini melibatkan guru dan orang tua karena disediakan paraf guru dan orang tua untuk menilai anak terhadap keberhasilan atau tidaknya. Jadi portofolio adalah bukti kemampuan peserta didik dalam kemajuan belajar secara mandiri sebagai aplikasi dari pembelajaran yang diterima yang dapat dinilai oleh guru dan orang tua.
Adapun dalam evaluasi Pendidikan Islam penilaian lebih ditekankan pada aspek afektif (sifat) dan psikomotorik (perilku) dari pada kognitif peserta didik. Penekanan ini bertujuan mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar meliputi: sikap dan pengalaman pribadi dengan Tuhannya dan masyarakat, lingkungan sekitar, dan sikap pandangan diri sendiri sebagai hamba Allah, anggota masyarakat, dan khalifah dibumi (Jalaluddin & Usman Said, 2006). Sebab kepribadian seorang muslim sebagai manusia paripurna adalah merupakan aktualisasi dari kualitas keimanan, keilmuan, dan amal soleh. Dan untuk mengetahui aspek tersebut perlu melakukan evaluasi pada diri sendiri.
Kesimpulan review penulis dari buku yang ditulis Dr. H. Mulyadi, M. Pd.I. bahwa untuk mengatasi problem pendidikan serta menghasilkan output yang berkualitas, tergantung pada pengelolanya, sarana dan prasara yang mendukung, dan evaluasi pemgembangan pendidikannya. Semakin baik pengolahannya semakin baik pula uotput yang dihasilkan, semakin baik evaluasi pendidikan semakin baik pula mutu pendidikannya. Adanya anggapan fungsi penilaian (evaluasi) sebagai mekanisme mencari murid baru, menyeleksi murid dalam kenaikan dan kelulusan murid, melainkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program pengajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata