Tentang Pemikiran Pendidikan Islam
Pendahuluan
Persoalan pendidikan merupakan persoalan kehidupan, karena masalah kehidupan manusia dapat dipecahkan salah satunya pendidikan. Ilmu pengentahuan dan tekhnologi yang semakin berkembang sangat berpengaruh dalam pendidikan serta menambah banyak masalah dalam usaha proses
peningkatan pendidikan baik dalam tataran konsep maupun praktiknya.
Nur Cholis Madjid mengatakan bahwa budaya klasik Islam sangat kaya raya sehingga menjadi sumber pemiskinan intelektual jika diabaikan yang sudah berjalan kurang lebih empat belas abad. Dalam pembahasan buku ini memuat perlunya mengkaji ulang tentang konsep pendidikan sebagai warisan intelektual muslim. Ini mengingat semakin pudarnya nilai-nilai agama dan akhlak bagi pendidik dan peserta didik.
Kitab ini ditulis karena beberapa asumsi oleh penulis; pertama, kitab ini memasyarakat di dunia pendidikan khususnya pesantren; kedua, ajaran-ajarannya secara filosofis bersesuaian dengan pendidikan Islam; ketiga, semakin pudarnya pendidikan Islam terutama nilai-nilai dan akhlak karena tidak ada dominasi Pendidikan Islam, karena hal ini di dominasi oleh pendidikan Barat. Maksud poin yang ketiga ini pada umumnya Pendidikan Barat tidak didasarkan atau dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama yang semata-mata hanya urusan manusia, tidak membahas kehidupan sebelum dan sesudah mati, serta tidak ada kaitannya dengan dosa dan pahala, akan tetapi didasarkan pada pandangan hidup yang sekularistik dan materialistik yang bertujuan hidup di dunia secara maksimal.
Dalam Islam, proses belajar mengajar merupakan amal ibadah yang berkaitan erat dengan Tuhan yaitu Allah, bahwa pendidikan semata tidak hanya urusan manusia atau dunia saja. Akan tetapi, akan dimintai pertanggung jawaban dalam kehidupan kelak (akhirat), sehingga tujuannya adalah dunia dan akhirat.
Tujuan Pendidikan Islam menurut al-Zarmuji
Nama penulis kitab ini adalah al-Zarmuji, nama lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin al-Khalil Zarnuji. Beliau seorang sastrawan dari Bukhara’ termasuk ‘ulama pada abad ketujuh hijriah. Sekitar abad ke-13 M sampai ke-14 M. Kemudian dikenal pada tahun 593 H dengan kitabnya yaitu Ta’lim al-Muta’allim.
Bagi dunia Pendidikan Islam khususnya di Indonesia kitab ini menjadi refrensi utama bagi Pondok Pesantren Salafiah, menurut Mahmud Yunus kitab disimpul banyak pendapat para ahli pendidikan Islam dan pendapat Imam Ghazali. Dan kitab ini pula sangat berpengaruh bagi pendidikan khususnya bagi anak-anak.
Tujuan Pendidikan atau Memperoleh Ilmu
Pendidikan merupakan upaya belajar dengan bantuan orang lain untuk mencapai tujuan, maksud dari pada tujuan itu adalah memperoleh ilmu. Seseorang memperoleh ilmu salah satunya adalah dengan cara pendidikan begitupun sebaliknya.
Tujuan pendidikan menurut al-Zarnuji adalah untuk kehidupan dunia (praktis) dan akhirat (ideal). Maksudnya adalah setelah seorang memperoleh ilmu dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan atau jabatan akan tetapi untuk amar ma’ruf nahi mungkar mengakkan agama Islam. Menurut al-Syaibani tujuan pendidikan adalah untuk perubahan. Ini sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yakni perubahan. Yaitu meliputi tiga hal tujuan individual, sosial dan professional.
Al-Zarnuji menjelaskan dalam konsepnya bahwa menghilangkan kebodohan, mencerdaskan akal dan bersyukur atas kesehatan merupakan tujuan yang sifatnya individual. Dari ketiga hal di atas dapat mempengaruhi perilaku serta aktivitas manusia dalam bermasyarakat. Berbangsa maupun beragama yang merupakan tujuan sosial untuk berinteraksi dengan sesama maupun dengan Tuhan. Kemudian yang berhubungan dengan tujuan professional adalah setelah seseorang memperoleh ilmu berimplikasi untuk mencapai kedudukan (untuk kemashalatan umat).
Dari paparan yang telah dituliskan oleh penulis bahwa tujuan pendidikan Islam menurut perspektif al-Zarnuji adalah memperoleh ilmu dengan berorientasipada tujuan ideal dan tujuan praktis yaitu dunia akhirat. Karena dengan tujuan ideal dapat mewarnai tujuan praktis. Meskipun tujuan-tujuan belum dijelaskan secara terperinci tetapi ada benang merahnya yaitu tujuan-tujuan itu ada yang bersifat individual, sosial dan professional.
Telaah Pemikiran Majid Ihsan al-Kailani dan Wawasan Epistemologisnya
Harus diakui Pendidikan Islam hingga sekarang masih dalam posisi problematika antara “diterminisme historik” dan “realisme Praktis”. Yaitu pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisasi dan hegemonik dalam satu sisi, terhadap kejayaan pemikiran Islam masa lampau. Di sisi lain, pendidikan Islam “dipaksa” untuk menerima preskripsi masa kini, khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi yang praktis.
Kajian-kajian akademik tentang pendidikan Islam masih jauh dari idealitas yang diharapkan. Dalam analisis Majid Ihsan al-Kailani, kajian-kajian akademik pendidikan hingga saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua macam. Yaitu: pertama, kajian akademik yang memfokus pada pengungkapan mutiara-mutiara pendidikan Islam masa lampau dan bernuansa glorifikatif; kedua, kajian-kajian yang masih sangat general teoritik dan terlalu normatif sehingga sangat sulit untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, al-Kailani mengusulkan segera dilakukan akademik yang mampu menampilkan format pendidikan Islam yang responsif terhadap tantangan zaman dan mampu memformulasikan kerangka dasar implementasi pendidikan Islam.
Al-Kailani menilai pendidikan sampai saat ini termasuk pengalaman dunia Barat berorientasi pada tiga tuntunan pokok yaitu; pertama, tuntunan filsafat pendidikan yang mampu mengikis diskriminasi dan sektarianisme umat manusia hingga terwujud tatanan kehidupan berlandaskan Ta’awun dan Mahabbah: kedua, tuntunan pendidikan yang mampu menyadarkan manusia tentang dirinya sendiri, potensi-potensinya, dan hakikat realisasinya dengan sesama; ketiga, tuntunan akan terealisai kontekstual yakni manusia manusia yang tidak hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi melainkan mampu mengendalikan diri sendiri dan berfikir ilmiah dan rasional dalam kehidupannya.
Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.
BalasHapus