Oleh MuFe El-Bageloka
Judul: Teori Pengkajian Fiksi
Penulis: Burhan Nurgiyantoro
Penerbit: Gadjah Mada University Press, 1995
Tebal: 343
Peresum: MuFe El-Bageloka
Bab I
Fiksi; Sebagai Teks Prosa Naratif
1. Fiksi Pengertian dan Hikayat
Istilaah prosa sebenarnya dapat menyarankan pada pengertian yang lebih luas. Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa. Artinya tidak hanya digolongkan sebagai karya sastra saja, melainkan juga berbagai karya non fiksi termasuk dalam
penulisan berita dalam surat kabar. Karya Imajiner dan Estetis. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi, teks naratif atau wacana naratif (narrative discourse) (dalam pendekatan structural dan semiotic). Istilah fiksi dalam pengertian ini adalah cerita rekaan. Hal ini disebabkan fiksi merupakaan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah. Dengan demikian karya fiksi, menyarankan pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Menurut Altenbernd dan Lewis, dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisir hubungan-hubungan antarmanusia.Judul: Teori Pengkajian Fiksi
Penulis: Burhan Nurgiyantoro
Penerbit: Gadjah Mada University Press, 1995
Tebal: 343
Peresum: MuFe El-Bageloka
Bab I
Fiksi; Sebagai Teks Prosa Naratif
1. Fiksi Pengertian dan Hikayat
Istilaah prosa sebenarnya dapat menyarankan pada pengertian yang lebih luas. Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa. Artinya tidak hanya digolongkan sebagai karya sastra saja, melainkan juga berbagai karya non fiksi termasuk dalam
Fiksi pertama-tama menyarankan pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinosim dengan novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner. Kesemuanya itu walau bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya-sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi.
Namun perlu dicatat juga bahwa dalam dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya sastra yang demikian, oleh Abrams disebut, sebagai:
1. Fiksi historis (historis fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta sejarah
2. Fiksi bioghrafis (biographical fiction), jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis.
3. Fiksi Sains (Science fiction), Jika yang menjadi dasar penulisan fakta dan ilmu pengetahuan
Kebenaran dalam dunia fiks adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini “Keabsahannya” Sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran fiksi tidak sejalan dengan dunia nyata. Realita dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.
2. Pembedaan Fiksi
a. Novel dan Cerita Pendek
Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Novel itu berasal dari bahasa Italy “novella” (dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
Perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita. Edgar Allah Poe soerang sastrawan kenamaan dari Amerika berpendapat bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setenagah sampai dua jam-suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Karya sastra yang disebut novelette adalah karya yang lebih pendek dari pada novel, tetapi lebih panjang dari pada cerpen, katakanlah pertengahan di antara keduanya.
Antara novel dan cerpen sebagai karya fiksi mempunyai persamaan, keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama, yakni dibangun atas unsur-unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak dari apa yang diceritakan. Sedangkan kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh. Berikut ini perbedaan yang lebih detail antara novel dan cerpen;
Plot. Plot cerpen bersifat tunggal, hanya terdiri atas peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir. Urutan peristiwa dapat dimulai dari mana saja, misalnya dari konflik yang telah meningkat, tidak harus bermula dari tahap perkenalan para tokoh. Dan biasanya klimaks yang dibangunnya pun bersifat tunggal pula. Sedangkan novel memiliki lebih dari satu plot; terdiri dari plot utama dan sub-plot. Plot utama merupakan inti dari persoalan yang diceritakan, sedangkan sub-plot adalah berupa konflik tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks, namun tetap mempunyai kaitan dengan plot utama.
Tema. Tema cerpen bersifat tunggal sedangkan novel memiliki lebih dari satu tema, yaitu satu tema utama dan tema-tema tambahan. Penokohan, jumlah tokoh cerita yang terlibat dalam cerpen terbatas, baik yang menyangkut jumlah maupun data-data jati diri tokoh, khususnya yang berkaitan dengan perwatakan, sehingga pembaca harus merekunstruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh itu. Tokoh-tokoh cerita dalam novel biasanya ditampilkan secara lebih lengkap, lebih kongkrit tentang keadaan, karakter serta hubungan dengan tokoh yang lain.
Latar. Cerpen hanya memerlukan pelukisan secara garis besar saja, bahkan hanya secara implicit, asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksud. Sedangkan novel sebaliknya. Kepaduan, dunia imajiner yang ditampilkan cerpen hanya menyangkut salah satu dari sisi kecil pengalaman kehidupan saja, sedangkan yang ditawarkan novel merupakan dunia dalam skala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berjalinan.
Roman dan Novel. Novel bersifat realistis, sedang romansa bersifat puitis dan epic. Hal ini keduanya menunjukkan bahwa keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik atau sejarah. Novel lebih mangacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Romansa, yang merupakan kelanjutan epic dan romansa abad pertengahan, mengabaikan kepatuhan pada detail. Roman tak berusaha menggambarkan tokoh secara nyata, secara lebih realistis. Ia lebih merupakan gambaran angan, dengan tokoh yang lebih bersifat introvert dan subjektif. Dalam pengertian modern, roman adalah cerita prosa yang melukiskan pengalaman-pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu keadaan keadaan. Pengertian itu mungkin ditambah lagi dangan “menceritakan tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur” dan lebih banyak melukiskan seluruh kehidupan pelaku, mendalam, sifat watak dan melukiskan sekitar tempat hidup. Novel, di pihak lain dibatasi dengan pengertian “suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang dan lebih mengenai sesuatu episode.
b. Novel serius dan Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer dimasanya dan banyak penggemar, khususnya dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual saja dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artificial, cepat ketinggalan zaman. Novel populer hanya semata-mata menyampaikan cerita.
Sastra populer adalah perekam kehidupan, dan tak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam seba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengamannya itu. Sastra populer itu memantulkan kembali emosi asli dan bukan menafsirkan emosi itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya.
Novel serius dipihak lain, justru harus sanggup memberikan yang serba kemungkinan dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Membaca novel serius, jika kita ingin memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan kehidupan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih bersungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
3. Unsur-Unsur Fiksi
Novel terdiri atas dua unsur; Unsur Instrinsik dan ekstrinsik. Berikut ini penjelasannya;
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, adapun unsur itu adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, bahasa dan lain sebagainya. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, namun tidak menjadi bagian di dalamnya. Setiap novel akan memiliki tiga unsur pokok, sekaligus unsur terpenting, yaitu, tokoh utama, konflik utama dan tema utama.
Bab II
Kajian Fiksi; Cara Mengkaji Novel dan Cerpen
Heuristik dan Hermeneutik. Kerja heuristic merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotic tingkat pertama. Ia merupakan pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan oleh bahasa yang bersangkutan. Jadi cara kerjanya menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, actual meaning. Jika kerja analisis kesastraan dimaksudkan untuk memahami secara lebih baik sebuah karya, merebut makna, menafsirkan makna berdasarkan berbagai kemungkinannnya, analisis tersebut sebenarnya telah melibatkankan kerja hermeneutik, adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya.
Cara kerja hermeneutic untuk menafsirkan karya sastra dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya dan sebaliknya pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya. Pemahaman karya sastra dengan teknik ini dapat dilakukan dengan cara bertangga, dimulai dengan pemahaman secara keseluruhan kemudian setelah itu dilakukan kerja analisis dan pemahaman unsur-unsur instrinsiknya bagian perbagian. Setelah itu baru kemudian kita memahami secara keseluruhan karya yang bersangkutan secara luas dan kritis.
Kajian Struktural. Dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula di identifikasikan dan dideskripsikan. Misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur-unsur dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antar peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan dengan latar dan sebagainya. Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata sebuah karya fiksi, baik unsur instrinsik maupun ekstrinsik. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
Kajian Semiotik, peletak dasarnya adalah Ferdinand De Soussure dan Charles Sanders Peirce. Ini berasal dari teori Soussure, secara harfiah adalah sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai suatu sistem tanda dalam teks kesastraan, tidak hanya menyarankan pada sistem (tataran) makna tingkat pertama, melainkan terlebih pada sistem makna tingkaat kedua. Hal ini sejalan dengan proses pembacaan teks kesastraan yang bersifaat heuristik dan hermeneutik. Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain, seperti pengalaman, pikiran, gagasan dan lain sebagainya.
Kajian intertekstual. Ialah sebagai kajian terhadap sejumlah teks yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur instrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, penokohan, bahasa dan lain diantara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan karya interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur sejarah sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan itu. Masalah ada tidaknya hubungan antar teks ada kaitannya dengan niat pengarang dan tafsiran pembaca. Ini asumsi pertamanya kapan karya itu lahir.
Dekonstruksi. Dalam bidang kesastraan pada hakikatnya merupakan suatu cara membaca sebuah teks yang menumbangkan anggapan walau hal itu hanya secara implicit bahwa teks itu memiliki landasan dalam bidang bahasa yang berlaku, untuk menegaskan struktur, keutuhan dan makna yang telah menentu.
Bab III
Unsur-Unsur Instrinsik Novel dan Cerpen
1. Tema
Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema berfungsi sebagai makna pokoh sebuah karya fiksi secara tidak sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun tema merupakan keseluruhan yang didukung oleh cerita, dengan sendirinya ia akan bersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya.
Penggolongan tema. Ada dua yakni tema tradisional, tema nontradisional, tema utama dan tema tambahan. Tema tradisional dimaksud sebagai tema yang menunjukkan pada tema hanya berbunyi seperti ini; kebenaran mengalahkan kejahatan, tindak kejahatan yang ditutup-tutupi akan terbongkar juga, tindak kebenaran atau kejahatan masing-masing akan memetik hasilnya, cinta yang sejati menuntut pengorbanan, kawan sejati adalah kawan di masa duka, setelah menderita baru ingat tuhan atau sebuah yang sesuai dengan perasaan dan psikis pembaca. Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya mungkin saja mengangkaat sesuatu yang tidak lazim, katakana sesuatu yang bersifat nontradisional. Karena sifatnya nontradisional, tema yang demikian tidak sesuai dengan harapan pembaca justru inilah yang dibuat berbeda oleh pengarang itu sendiri.
Tingkatan tema menurut Shipley; Pertama, tema tingkat fisik (lebih banyak menerangkan bentuk fisik dari pada kejiwaan. Kedua, tema tingkaat organik (tema ini lebih banyak menyangkut atau mempersolakan seksualitas). Ketiga, tema tingkat sosial. Keempat, tema tingkat egoik (lebih banyak mengangkat tentang masalah individualitas seperti martabat, harga diri dan lain sebagainya). Kelima, tema tingkat devine (religiusitas).
Penafsiran tema. Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol. Kedua, penasiran hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan tiap detail cerita. Ketiga, penafsiran sebuah tema novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam novel yang bersangkutan. Keempat, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.
2. Cerita
Cerita dalam novel merupakan sesuatu yang sangat esensial dan penting. Cerita merupakan sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Arti yang lain adalah sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya fiksi. Cerita dan Plot merupakan dua unsur fiksi yang amat erat sehingga keduanya sulit dipisahkan. Dasar pembicaraan plot adalah cerita dan dasar pembicaraan cerita plot. Namun yang menjadi pembedanya adalah plot bersifat lebih kompleks dari pada cerita. Untuk cerita, pertanyaan yang biasanya diajukan seperti “bagaimana seterusnya” “bagaimana kelanjutan ceritanya”. Di pihak lain, untuk plot pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain; mengapa demikian, mengapa peristiwa itu terjadi, apa hubungan peristiwa ini dengan peristiwa itu, atau kenapa. Cerita sekedar mempertanyakan apa atau bagaimana kelanjutan cerita itu. Sedangkan plot lebih menekankan permasalahannya pada hubungan kausalitas, kelogisan hubugan antar peristiwa yang dikisahkan dalam karya naratif yang bersangkutan.
3. Pemplotan dan Plot
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Selain itu plot juga adalah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Jauh sebelumnya seperti ditujukan di atas, Forster mengatakan bahwa plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Atau plot adalah penyajian suatu peristiwa hingga mencapai efek emosional dan artistik tertentu. Plot merupakan cerminan atau berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Unsur plot antara lain; peristiwa, konflik dan klimaks.
Kaidah pemplotan; plausibilitas (sesuai dengan logika, dapat dipercaya), kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense) dan kepaduan (unity). Penahapan plot antara lain; Pertama, plot awal. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi tentang sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Plot tengah, dapat disebut juga tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan konflik yang sudah dimulai muncul pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat dan semakin menegangkan. Plot Akhir, tahap akhir sebuah cerita, bisa juga disebut tahap pelarian, menampilkan adegan-adegan tertentu sebagai akibat klimaks.
Rincian Plot; Pertama tahap situation. Tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan pembukaan cerita, pemberian informasi awal berfungsi sebagai pembuka cerita yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Kedua tahap pemunculan konflik, masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awalnya muncul konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik pada tahap berikutnya. Ketiga tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal dan eksternal ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan antar kepentingan, masalah dan tokoh yang mengarahkan ke klimaks semakin tak dapat dihindari. Keempat tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang terjadi yang lakui dan ditimpahkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Kelima tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan, konflik-konflik yang lain juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.
Klasifikasi pembedaan plot;
• Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Pembedaannya sebagai berikut;
_Plot lurus, progresif. Plot sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikatakan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang lain. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah konflik (konflik meningkat, klimak), dan akhir (penyesuaian).
_Plot Sorot-balik, flashback. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Karya yang berplot jenis ini langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik yang telah meruncing. Padahal, pembaca belum lagi dibawa masuk mengetahui situasi dan permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan itu, yang kesemuanya itu dikisahkan justru sesudah peristiwa-peristiwa yang secara kronologis terjadi sesudahnya. Plot sebuah karya yang langsung menghadapkan pembaca adegan-adegan konflik yang telah meninggi, langsung menerjunkan pembaca ke tengah pusaran pertentangan, disebut plot in medias res.
_Plot campuran, novel Atheis. Ini dilihat mana yang lebih menonjol.
• Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
Pembedaannya sebagai berikut;
_Plot Tunggal. Biasanya sering muncul di novel biografi, karya fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonist yang sebagai hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup seorang tokoh tersebut, lengkap dengan permsalahan konflik yang dihadapinya
_Plot Sub-subplot. Sebuah karya fiksi dapat saja memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan dan konflik yang dihadapinya. Struktur plot yang demikian dalam sebuah karya barangkali berupa adanya sebuah plot utama (main plot) dan plot-plot tambahan (sub-subplot). Subplot, sesuai dengan penamaannya hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita kedua yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap utama dan mendukung efek keseluruhan cerita.
• Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
Plot padat. Di samping cerita yang disajikan secara tepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul menyusul dengan cepat, hubungan antarperistiwa juga terjalin secara cepat, hubungan antar perisitwa terjalin erat, dan pembaca dipaksa untuk mengikutinya secara terus menerus. Setiap peristiwa yang ditampilkan terasa penting dan berperanan menentukan dalam rangkaian cerita itu. Novel yang plot padat, sebagai konsekuensi ceritanya yang padat cepat, akan kurang menampilkan adegan-adegan penyituasian yang berkepanjangan.
Plot longgar. Dalam novel yang berplot longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat di samping hubungan antarperistiwa tersebut pun tidaklah erat benar. Artinya, antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselai oleh berbagai peristiwa tambahan atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar dan suasana, yang kesemuanya itu dapat memperlambatkan ketegangan cerita.
• Pembedaan Plot berdasarkan Kreteria Isi
Pembedaannya;
_Plot peruntungan. Berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan, yang menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan. Macam-macam plot ini; plot gerak, plot sedih, plot tragis, plot penghukuman, plot sentimental dan plot kekaguman.
_Plot penokohan. Plot tokohan menyarankan adanya pementingan tokoh, tokoh yang menjadi fokus perhatian. Plot tokoh lebih banyak menyoroti keadaan tokoh dari pada kejadian-kejadian yang ada atau yang berurusan dengan pemplotan. Pembedaannya; plot pendewasaan, plot pembetukan, plot pengujian, plot kemunduran.
_Plot Pemikiran. Plot pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia. Pembedaannya; plot pendidikan, plot pembukaan rahasia, plot afektif dan plot kekecewaan.
4. Penokohan
Watak, perwatakan dan karakter menunjukkan sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan-menunjukkan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas dan moral kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan.
Pembedaan tokoh;
a. Tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh protagonist dan tokoh antogis. Tokoh protagonist adalah tokoh yang kita kagumi (hero), merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita.
c. Tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Dia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan kejutan bagi pembaca. Tokoh bulat, adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu perwatakannya sulti dideskripsikan secara tepat. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan.
d. Tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebaliknya dengan tokoh berkembang.
e. Tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang lain lebih bersifat mewakili. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistentsi demi ceritanya sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi atau dialah empunya cerita.
Teknik pelukisan tokoh;
• Teknik ekspositari, disebut juga teknik analitis atau menjelaskannya.
• Teknik dramatik, artinya mirip dengan ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Kelebihannya adalah sifatnya lebih sesuai dengan situasi kehidupan nyata. Dalam situasi kehidupan sehari-hari, kita berkenalan dengan orang lain, kita tak mungkin menanyakan sifat orang itu, apalagi kepada orang yang bersangkutan. Kita akan berusaha memahami sifat orang itu melalui tingkah laku, kata-kata dan pandangannya dan lain-lain. Wujud penggambaran teknik dramatic; teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik,
NB;
Catatan tentang identifikasi tokoh; prinsip pengulangan, prinsip pengulangan dan prinsip kemiripan dan pertentangan.
5. Pelataran
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Santon mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta cerita sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasikan oleh pembaca secara factual jika membaca karya fiksi. Latar ada dua macam yaitu; latar netral dan latar tipikal.
Latar netral tak memiliki dan tak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat membedakan dengan latar-latar yang lain. Sifat yang ditujukan latar tersebut lebih merupakan sifat umum terhadap yang sejenis, misalnya kota, masjid dan lain-lain. Latar tipikal dipihak lain, memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu baik yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial. Penekanan antar unsur latar netral menyarankan pada kurangnya penekanan unsur latar, sebaliknya latar tipikal pada adanya penekanan unsur latar. Adapun unsur latar, antara lain; latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Fungsi latar;
a) Latar sebagai metofor; menyarankan pada suatu pembandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana ataupu sesuatu yang lain. Secara prinsip metaphor merupakan cara memandang (menerima) sesuatu melalui sesuatu yang lain. Fungsi pertama metaphor adalah menyampaikan pengertian, pemahaman.
b) Latar sebagai atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan.
6. Penyudut Pandang
Sudut pandang, point of view. Menyarankan pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaj dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang merupakan teknik yang digunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.
Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sebuah sudut pandang cerita. Pemahaman pembaca terhadap sebuah novel akan mempengaruhi oleh kejelasan sudut pandangnya. Dan sudut pandan menjadi sarana terjadinya koherensi dan kejelasan penyajian cerita.
Macam-macam sudut pandang;
a) Sudut pandang persona ketiga “Dia”
Narrator adalah seseorang yang berada diluar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang ini dibedakan menjadi;
i. “Dia” Mahatahu; Narator mengetathu segalanya, ia bersifat mahatahu. Ini merupakan teknik yang paling natural dari semua teknik yang ada, sekalilgus dikenal sebagai teknik yang memiliki fleksibilitas yang tinggi.
ii. “Dia” sebagai Pengamat; ia hanya berlaku sebagai pengamat, observer, melaporkan sesuatu yang dialami dan dijalani oleh seorang tokoh yang sebagai pusat kesadaran. Ia sama halnya dengan pembaca, adalah seorang yang berdiri di luar cerita.
b) Sudut pandang persona pertama “Aku”
Narrator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita. Sudut pandang ini dibedakan menjadi;
i. “Aku” Tokoh Utama; ini akan menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita dan segala yang berhubungan dengan dirinya.
ii. “Aku” Tokoh tambahan; ini muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan. Tokoh ini hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang diceritakan kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalaman.
c) Sudut pandang campuran; ini lebih dari satu teknik.
7. Bahasa
Adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkap sesuatu yang dikemukakan. Sebuah novel mungkin menyiratkan nada yang bersifat intim, santai dan simpatik yang lain mungkin bersirat romantic, mengharukan dan sentimental, kasar dan sinis. Nada adalah pendirian atau sikap yang diambil pengarang terhadap pembaca dan terhadap sebagaian masalah yang dikemukakan. Stile adalah sarana, sedangkan nada adalah tujuan. Unsur-unsur stile;
i. Unsur leksikal sama dengan diksi adalah mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang.
ii. Unsur gramatikal; Struktur kalimat.
iii. Retorika; cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis.
iv. Pemajasan; teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan yang maknanya tak menunjukkan pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang menambahkan, makna yang tersirat.
8. Moral
Merupakan makna yang terkandung dalam sebuah cerita dan karya, makna yang disarankan lewat cerita. Terkadang moral diidentikkan dengan tema walau pada dasarnya tidak sama. Tema bersifat lebih kompleks daripada dari pada moral di samping tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditujukan kepada pembaca. Moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral. Moral mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin di sampaikan kepada pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata