20 Nov 2011

PENGEN NOVELMU TERBIT DI SINI

 BUATLAH NOVEL YANG SEKSI… (Catatan Seksi dari DIVA Press)

oleh Penerbit DIVA Press pada 19 November 2011 jam 8:13 (dari Facebook)

Setiap bulan, nggak kurang dari 200 naskah novel masuk ke mejaku. Setiap minggu ada sekitar 50 buah novel. Kalau itu adalah minggu yang mujur, ada 5 novel yang kululuskan untuk diterbitkan. Kalau nggak mujur, yahhh…bisa sekadar 1, 2, atau malah 0!


Basyeeetttt…!!! (pengucapan dalam Bahasa Inggris ini).

Why?

Jawabanku satu: “Banyak sekali novel yang Anda tulis tidak seksi…”

Seksi gimana sih?

Beberapa kriteria yang kumaksudkan sebagai “novel seksi” adalah:

Pertama, memiliki “pesan moral” yang dibangun secara sadar sejak awal oleh penulisnya, direfleksikan, direnungkan, didalamilah (refrensi atau permenungannya), agar pesan moral itu hadir dengan kuat dalam karya. Ini bukan berarti lantas kudu buat novel ceramah ala ustadz-ustadz produk infotainment yang pada nyebelin itu. Bukan. Nggak ada pembaca yang suka diguruin. Tapi disentuh hatinya. Karena itu pesan moral itu harus hadir seiring dengan alur cerita. Kata-kata kecil si tokoh cerita atau permenungan si penulis atas suatu hal bisa disertakan sebagai pesan moral.

Dan, ingat, semakin Anda mampu menghadirkan pesan moral yang dalam, detail, dan kuat (tanpa harus berkhutbah), berarti karya Anda semakin bermakna dan menarik untuk diterbitkan dan dibaca orang lain. Karenanya, sangat penting untuk memilih dan memilah pesan moral apa yang ingin Anda bangun dalam karya. Pilihan pesan moral ini sekaligus mencerminkan kapasitas Anda kan selaku penulis. Maka perhatikan dengan seksama pesan moral yang Anda pilih dan bangun.

Kedua, teknis. Bayangin baca novel isinya narasiiiiiii aja sampe satu halaman penuh. Huahh, capek banget! Atau baca novel yang nggak jelas siapa pengucap sebuah kalimatnya, apalagi nggak nyambung antar satu dialog dengan dialog lanjutannya, antar satu paragraf dengan paragraf lanjutannya.

Karena itu, baca dulu dong karyamu sebelum dikirimkan ke penerbit. Begitu usai menulis, jangan langsung kirim, karena pasti bawaanmu ini novel terbaik banget. Ya iyalah, sebab ikatan emosi penulis dengan karyanya masih sangat padu, belum berjarak. Coba diamkan dulu barang tiga hari atau seminggu, lalu baca ulang. Ketahuanlah bopengnya dimana-mana dan bisa disembuhkan dulu kan.

Juga sangat penting untuk membaca novel-novel orang lain. Dengan membaca novel orang lain, Anda akan mendapatkan pengetahuan bagamana teknis menulis yang baik. Dialog gimana. Penokohan gimana, Logika cerita giman. Dan sebagainya.

Ketiga, tema. Pilihan tema sangat menentukan mutu karya Anda. Mengapa sih kok kudu cintaaaaaaa mulu yang jadi tema utamanya. Emangnya hidup hanya tentang cinta aja? Nggak kan. Soal cinta kemudian hadir dalam karya Anda, sebagai lapisan tema penunjang, it’s ok. Tapi kalau cinta jadi tema utama, di mana si A ketemu si B di sekolah, di mall, lalu jatuh cinta, jadian, berantem, pisah, pacaran lagi, wadawwwww…..apa pentingnya sih buat kehidupan nusa dan bangsa agar terbebas dari korupsi ini? Haaa…nggak banget ya!

Aku senang sekali mendapatkan novel Wangi, Xie Xie Ni De Ai, dan Senja di Alexandria (ini hanya misal) yang meskipun ada poin cintanya, tapi begitu menarik dibaca halaman demi halamannya karena pilihan tema yang menarik seperti soal pendidikan, perjuangan hidup di luar negeri, hingga pencarian jati diri.

Keempat, detail. Sebagai pembuat cerita, tentu Anda harus mampu membangun detail, baik itu berkaitan dengan setting, alur, konflik, hingga pesan moralnya. Detail ini hanya akan bisa Anda bangun jika Anda menguasai betul secara keseluruhan bangunan kisah yang Anda tulis. Semakin Anda menguasainya, maka akan semakin detaillah karya Anda. Semakin detail karya Anda, berarti semakin kuatlah jalinan konflik dan penokohan karya Anda.

Detail dan tebal itu dua hal yang berbeda. Bahwa seringkali novel yang detail itu cukup tebal, ini memang konsekuensi yang lazim terjadi. Tetapi bahwa novel tebal itu pasti detail, ini belum terjamin kepastiannya. Maka menciptakan detail tidak sama dengan menebal-nebalkan novel. Novel Bercinta dalam Tahajjudku, misal, tergolong tipis untuk ukuran novel, tapi begitu detail membangun konflik tokohnya, sehingga sangat menarik, penuh suspense, karenanya mampu membuat setiap pembacanya bertahan halaman demi halamannya sampai tuntas. Novel Menorah, Alif, dan Wangi, misal, begitu detail (dan tebal), tetapi bukan ditebal-tebalkan, sehingga tetap saja terus menarik untuk dibaca sampai habis.

So, kalau kita sepakat bahwa “cewek seksi” itu adalah cewek yang “pas luar dalam” (ya dandanan hingga otaknya), maka novel seksi pun adalah novel yang “pas luar dalamnya” (sajian teknis dan pilihan tema dan pesan moralnya).

“Ini ceritaku, mana ceritamu…?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata