oleh Dr. Tobroni, M.Si
Di resum oleh M. Feri Firmansyah
A. Seputar Konsep Paradigma
Paradigma (paradigm) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionaries berarti (general)
pattern (model. Bisa juga berarti kaidah, dalil, tasrif dan pola dari sesuatu yang dianggap benar dan baku. Sesuatu yang dianggap benar dan baku adalah sesuatu yang dapat dijadikan sumber keyakinan hingga dapat dijadikan pedoman, pegangan, tempat berpijak, pondasi, dasar dan rujukan dalam berfikir, bersikap da
n berperilaku. Berangkat dari konsep paradigm inilah lantas melahirkan konsep-konsep turunannya seperti world view (pandangan dunia), frame work (kerangka kerja), logical frame work, analysis dan mindset.
B. Filsafat
Istilah filsafat berasal dari cinta kebenaran (al-haq) dan kebijakan (hikmah). Filsafat juga disebut sebagai mother of science, Induk dari ilmu pengetahuan. Menurut Will Durant, filsafat diibaratkan pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah pengetahuan. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah lautan lepas; berspekulasi dan meneratas (Suriasumantri 1987: 22-24). Filsafat disebut juga the supreme art, pengetahuan tertinggi atau the art life, pengetahuan tentang hidup.
C. Teologi
Istilah teologi lahir dalam tradisi Kristen. Secara harfiah teologi berasal dari bahasa Yunani berarti ilmu ketuhanan. Tapi pengertian ini menurut Steenbrink (1987: 10) dianggap kurang cocok karena teologi memang tidak bermaksud membicarakan problematika mengenai ketuhanan baik wujud. Sifat dan perbuatan-Nya, yang dalam hazanah Islam disebut ilmu Kalam. Teologi tidak identik dengan ilmu kalam yang berusaha mempertahankan keyakinan seputar masalah ketuhanan dari serangan-serangan pihak luar dengan menggunakan pendekatan filsafat atau dalil-dalil aqli.
Sedangkan menurut Syukur (1985) teologi adalah pengetahuan adikodrati yang metodis sistematis dan koheren, tentang apa yang diwahyukan Allah. Boleh dikatakan bahwa teologi adalah refleksi ilmiah tentang iman. Teologi merupakan ilmu subyektif yang timbul dari dalam, yang lahir dari jiwa yang beriman dan bertaqwa berdasarkan wahyu.
D. Pendidikan
Istilah pendidikan adalah istilah generic, dalam arti dapat diartikan secara luas maupun secara luas maupun secara sempit. Lodge dalam bukunya Philosophy of Education menyatakan dalam arti luas, pendidikan adalah: “in the wider sense, all experience is said to educative life is is education, and education is life”. Sedangkan dalam arti sempit, Lodge mengemukakan pendidikan berarti penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup warga masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya. Dalam pengertian khusus Lodge menyatakan bahwa pendidikan dalam prakteknya identik dengan “sekolah”, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang diatur (Lodge, 1983: 23). Istilah pendidikan dapat diartikan dengan lebih khusus lagi yaitu sebagai proses belajar-mengajar di kelas ilmu mendidik (pedagogy).
Dari segi istilah, pendidikan berasal dari dua kata latin educare dan educeere, yang pertama member arti “merawat, melengkapi gizi agar sehat dan kuat”. Yang kedua berarti “ membimbing ke luar dari” (Sidjabat, 194: 8).
Dalam Ensiklopedi Pendidikan (1982) dijelaskan bahwa pendidikan berarti “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada genarasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”.
E. Seputar Konsep Pendidikan Islam
Konsep pendidikan Islam seringkali mengundang keragaman arti. Pendidikan Islam, seringkali dimaksudkan sebagai pendidikan dalam arti sempit yaitu proses belajar mengajar dimana Agama Islam menjdai “core currucullum”, pendidikan Islam bisa pula berarti lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat kegiatan yang menjadikan kegiatan Islam sebagai identitasnya, baik dinyatakan dengan semata-mata maupun tersamar. Perkembangan terakhir memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam diberi arti lebih subtansial sifatnya, yaitu bukan sebagai proses belajar mengajar, maupun jenis kelembagaan, akan tetapi lebih menekankan sebagai suatu iklim oebudujab atau “education atsmosphere”, yaitu suasana pendidikan yang islami, member nafas keislaman pada semua sistem pendidikan yang ada.
F. Pemikiran Filosofis Tentang Pendidikan Islam
Menurut John S. Brubacher dalam modern philosophy of education (1978), filsafat pendidikan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
1) Spekulatif, atau sinoptik atau sintesis. Dengan prinsip ini seseorang berfikir secara menyeluruh, komperehensif dan integrative; berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut pandang.
2) Normatif, yakni ada sesuatu yang dianggap ideal atau standar, yang dapat dijadikan sebagai titik tolak ataupun patokan serta kriteria penilaian.
3) Kritis, mampu memberi penjelasan terhadap makna dari istilah atau konsep yang digunakan.
Dalam mengkaji tentang pemikiran filosofis pendidikan Islam perlu diterapkan filsafat sebagai content yaitu ontologi (metafisika), epistemologi (teori pengetahuan) dan aksiologi (teori nilai, estetika) dalam usaha memahami hakikat dan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan “dunia cita” yang dikualifikasinya dinamis dan karenanya merupakan persoalan yang paling penting dalam filsafat pendidikan. Selanjutnya ide tentang tujuan pendidikan itu mempengaruhii pemikiran atau pandangan mengenai komponen-komponen dalam pendidikan (anak didik, pendidik, kurikulum, metodologi dan evaluasi).
Bab 2 visi dan misi pendidikan Islam
Adapun visi misi pendidikan Islam menurut penulis antara lain sebagai berikut
1) Rahmat bagi semesta alam dan membangun republik surge
2) Menghargai ilmu dan orang yang berilmu
3) Membangun peradaban di era informasi
4) Penyelamat peradaban umat manusia
Bab 3 tujuan pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Rumusan tujuan pendidikan Islam biasanya digambarkan dalam dua perspektif, yaitu perspektif manusia (pribadi) ideal dan perspektif masyarakat (mahluk sosial) ideal. Perspektif manusia ideal digambarkan seperti: insan kamil, insan cita, muslim paripurna, manusia bertakwa, manusia berkualitas, manusia dewasa, manusia bersyukur dan lain sebagainya.
Sedang dalam perspektif manusia sebagai mahluk sosial, tujuan pendidikan dirumuskan dalam bentuk citra masyarakat ideal seperti; warga masyarakat, warga Negara atau warga dunia yang lain, terciptanya masyarakat madani dan lain sebagainya.
Agar tujuan terwujud, maka diperlukan pendekatan terpadu. Dan pendekatan terpadu itu antara mencakup; pendekatan melalui normative, pendekatan melalui analisa historis lembaga-lembaga sosial, pendekatan melalui analisa ilmiah tentang realita kehidupan yang aktual.
Bab 4 Kurikulum Pendidikan Islam
Peran pendidikan dalam membentuk peradaban umat manusia adalah pasti. Ini tercermin dalam pernyataan Christopher bahwa pendidikan menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan dapat member informasi yang paling berharga mengenai pegangan hidup masa depan di dunia, serta membantu akan didk dalam mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk mengdapi perubahan (lihat A. Malik Fadjar dalam Tarbiyah, No.1, 1983: hal. 12). Maka Islam mendudukkan pendidikan itu sebagai faktor penentu bagi masa depan anak, baik individu maupun dalam konteks kemasyarakatannya.
Bab 5 Paradigma kemanusian Dalam Pendidikan
Pendidikan memiliki potensi yang luar biasa: pertama, manusia diangkat derajatnya sebagai khalifah melibihi malaikat karena memperoleh pendidikan; kedua, isi pendidikan harus bersifat komperehensif dan integralistik yang berkaitan dengan tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Pendidikan haruslah membekali peserta didiknya meliputi: Tuhan, manusia, alam, penciptaan dan keselamatan; ketiga, pendidikan harus menyejarah dalam arti dapat mengambil i’tibar (pelajaran) dan hikmah dari peristiwa sejarah serta membekali peserta didik kompetensi bagi kebutuhan hidupnya di masa depan.
Konsep antropologis yang sangat dibutuhkan titik tolak dalam membangun visi pendidikan Islam, antara lain; pertama pendidikan perlu mempunyai dasar-dasar pemikiran filosofis yang memberi kerangka pandang yang holistik tentang manusia; kedua, dalam seluruh prosesnya, pendidikan perlu meletakkan manusia sebagai titik tolak (starting point) dan titik tuju (ultimate goal) dengan berdasar pandangan kemanusian yang telah dirumuskan secara filosofis.
Bab 6 Guru Dalam Pendidikan Islam
Nilai dasar Islam yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi guru dan para ulama yang sangat penting ini sepertinya semakin terkikis saja. Islam juga memerintahkan umatnya untuk menyayangi, menghormati dan menempatkan murid dalam posisi tinggi. Rasulullah saw bersabda “barang siapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surge. Sesungguhnya Malaikat merebahkan sayapnya karena Ridha terhadap penuntut ilmu. Dan sesungguhnya orang yang berilmu, dosa-dosanya akan dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi termasuk ikan-ikan yang ada di air” (HR. Abu Daud dan Tarmidzi).
Keterangan di atas menegaskan bahwa guru dan murid sama-sama mulia dan memiliki kedudukan yang khusus di sisi Allah dan di sisi manusia manusia karena keduanya mencintai ilmu. Karena itulah hubungan atau interaksi guru murid haruslah dalam koridor saling menghormati, saling menghargai dan saling menyayangi.
Secara normatif kedudukan guru dalam Islam sangat mulia. Tidak sedikit penulis yang menyimpulkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul, seraya mengemukakan hadist Nabi dan perkataan Ulama: “tinta para ulama lebih baik dari darahnya para syuhada”. Penyair Syauki sebagaimana dikutip al-Absyi berkata “berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang guru”.
Bab 7 Paradigma Pembelajaran Humanistik
Pendekatan pembelajaran tidak lepas dari paradigma dalam pendidikan. Paradigma yang berbeda berdampak pada pemahaman tentang hakikat pendidikan termasuk di dalamnya metode pembelajaran. Sebelum membahas metode pemebalajaran yang humanistik. Perlu diketahui ketiga paradigm yang urgen itu antara lain; paradigma behaviorisme, paradigma rasionalisme, paradigm humanisme.
Untuk metode pemebejaran dikemukakan oleh penulis, antara lain;
1) Metode pemebelajaran humanistik
2) Metode pembelajaran yang integralistik
3) Metode tilawah, ta’lim, tadlrib, tazkiyah dan ta’dib
Bab 8 Spiritualitas dalam Pendidikan Islam
Spritualisasi pendidikan adalah sebuah konsep pendidikan yang berusaha memahami dan memperlakukan manusia secara utuh, adil dan dalam memahami dan memperlakukan manusia secara utuh, adil dalam konteks ketuhanan maupun kemanusian. Manusia adalah mahluk yang terdiri: ruh, hati nurani, akal dan nafsu yang hidupnya tidak dapat dipisahkan dengan Tuhan, alam dan masyarakat. Nilai – nilai spiritual adalah nilai – nilai ideal (adiluhum) yang menjadi pedoman manusia ketika berhubungan dengan tuhan, alam dan sesama manusia dan ketika beraktualisasi diri sebagai hamba Tuhan, mahluk sosial dan mahluk yang secara jasmani terikat dengan hukum alam. Spiritualiasai pendidikan dengan demikian bukan sebuah konsep pendidikan yang eksklusif yang mengarahkan manusia sebagai hamba Tuhan semesta dan lantas kehilangan eksistensi atau jati dirinya sebagai manusia sebagaimana konsep pantaisme, melainkan pendidikan yang berbasis pada nilai dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam perspektif islam, spritualisasi pendidikan berarti menyatukan etika religious Islam pada semua aspek proses pendidikan: tujuan, kurikulum, metode dan lingkungan pembelajaran. Tujuannya adalah tercpta output pendidikan yang memiliki integritas, yaitu orang yang mempunyai pandangan hidup integrated antara tuhan, manusia dan alam; antara ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK). Terintegrasi dan saling memperkokoh keimanan dan ketakwaan (IMTAQ); atau antara iman, ilmu dan amal.
Masalah yang terpenting dari spritualisasi pendidikan bukan pada tataran ontologis, epistemologisnya, melainkan aksiologisnya. Ia tidak mempersoalkan secara filosofis hakikat spritualisasi pendidikan dan paradigm ilmu pengetahuan yang ada, melainkan terfokus pada bagaimana anak didik, memiliki keberagaman yang kuat (religions consekuence) dan mampu bersaing dengan siswa lain dari sekolah favorit yuang lain dalam bidang pengetahuan.
Kata kunci dari spritualiasi pendidikan adalah pendidikan harus berangkat dari hakikat manusia sebagaimana yang dicitrakan Tuhan dalam fitrahnya yaitu sebagaimana mahluk bertuhan, mahluk sosial dan mahluk yang terikat dengan alam. Pendidikan Islam harus mampu mewujudkan manusia sempurna agar keberadaannya mampu menebarkan keselamatan untuk sesame (rahmatan lil ‘alamin). Yaitu tercapainya kebaikan dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata