1. Aspek Program Pengajaran
a. Kompetensi yang tertulis
Pada buku ajar Fiqih MTs kelas satu sampai kelas dua, kompetensi yang dicantumkan hanya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sementara Indikator Pencapaian tidak dicantumkan. Sehingga pada revisi program pengajaran ditaambahkan kompetensi yaitu Indikator Pencapaian.
Adapun kompetensi yang tertulis meliputi rana kognitif (memahami dan mengetahui), afektif (menjelaskan dan melaksanakan),dan psokomotorik (mampu sekaligus mempraktikkan).
b. Kata operasional yang digunakan
Kata oprasional SK pada tiap-tiap kelas adalah menggunakan kata “mengetahui” kemudian “memahami”. sedang kata operasional yang digunakan dalam KD adalah “menjelaskan, melaksanakan, dan mempraktikkan”. Kata operasional yang digunakan dalam buku ajar Fiqih ini untuk kelas satu sampai tiga MTS sebagaian besar SK menggunakan kata operasional melaksanakan, padahal kata melaksanakan lebih condong ke rana afektif dan itu seharusnya terletak pada KD atau indikator pencapaian. Pada kelas satu, kata operasional yang digunakan dalam SK semuanya melaksanakan, padahal pada standar kompetensi harusnya kata operasional yang digunakan lebih ke ranah kognitifnya. sedangkan pada kelas dua dan kelas tiga lebih banyak menggunkan kata memahami, yang ironis pada kelas satu sudah menekankan ke pelaksanaan sedangkan kelas dua dan kelas tiga masih pada pemahaman, padahal kelas dua dan kelas tiga tingkatannya di atas kelas satu.
c. Indikator pencapaian dan alokasi waktu
Jumlah indikator pencapaian secara keseluruhan ada dua puluh tujuh buah, semester pertama ada sebelas dan smester dua ada enam belas. rata-rata kata operasional yang dipakai adalah kata “mampu menyebutkan”. Penentuan kata operasional indikator pencapaian dirasa kurang karena sesuai dengan KDnya yaitu “menjelaskan”, Sehingga pada Indiktor Pencapaian harus ditambah “mampu menjelaskan”. Kata opersional berikutnya ialah kata “mampu mempraktikkan” kata ini biasanya mengikuti dari bentuk kata kompetensi dasarnya, bila kompetensi dasarnya “mempraktikkan” maka secara otomatis diikuti oleh indikator pencapaiannya dengan kata yang sama.
Kesimpulannya ialah indikator pencapaiannya sudah bagus, baik kata operasionalnya, jumlahnya, dan lain-lain. Kekurangannya hanya terletak pada kreatifitas pembuat programnya, jika semakin kreatif maka semakin bagus dan menarik.
d. alokasi waktunya
Alokasi waktu pada buku fiqih dari kelas satu sampai kelas tiga MTS. Pada buku kelas satu, tidak ada alokasi waktu, hal ini dapat mempersulit guru yang mengajar pada bidangnya karena tidak ada acuan dalam alokasi waktu pada penyampaian materi. Kemudian pada kelas dua dan kelas tiga terdapat alokasi waktu. Untuk alokasi waktu pada kelas satu, semester satu 9x pertemuan 18 jam pelajaran, dan semester dua 10x pertemuan 20 jam pelajaran, dan pada kelas tiga, semester satu 11x pertemuan 22 jam pelajaran dan semester dua 8x pertemuan 16 jam pelajaran. ini kurang relevan karena dalam satu semester setidaknya 16 sampai 18 pertemuan, sehingga dari hal tersebut masih banyak sisa waktu.
e. Kontinuitas Kurikulum
Kontinuitas kelas satu sampai kelas tiga MTS lebih cenderung sesuai dan relevan, namun ada beberapa catatan dimana ada pengulang materi tingkat MTS dengan tingkat MI yang sebagian besar membahas tentang ibadah dan muamalah. Mungkin hal ini terjadi, pada tingkat MI hanya sebatas pengenalan, sedangkan pada tingkat MTS, sudah mengarah ke pemahaman dan rana afektifnya. Tetapi sebagian besar dari kelas satu sampai kelas tiga kurikulum yang disampaikan sudah mencakup materi tentang fikih.
Adapun permasalahan Pembahasan terdapat pada kelas VII tentang shalat jamaah, seharusnya menjadi satu dengan materi shalat yang lain, bukan dengan materi adzan dan iqamah. Sedangkan alternatif lainnya yakni membuat bab tersendiri tentang shalat jamaah. Pembahasan pada kelas VII tentang sujud sahwi, seharusnya menjadi satu dengan materi sujud yang berada pada kelas VIII, bukan dengan materi shalat fardhu.
2. Materi Pengajaran
a. pokok bahasan
Pembahasan-pembahasan yang disajikan tidak jauh berbeda dengan pembahasan MI. dimana Rukun Islam masih menjadi pokok bahasannya, seperti: shalat fardhu, zakat (fitrah dan maal), puasa dan haji. Pembahasan lainnya merupakan komponen pelengkap dari Rukun Islam, antara lain: thaharah, adzan dan iqamah, sujud (sahwi, syukur, tilawah), infaq harta di luar zakat, makanan halal dan haram, qurban, aqiqah, muamalah yang berupa jual beli dan muamalah diluar jual beli serta pengurusan jenazah dan ziarah kubur.
Pada pokok bahasan materi kelas satu sampai kelas tiga MTS, semua materinya pasti mencakup tentang ibadah dan muamalah. Adapun dalam pembahasan materi ada kesalahan contohnya pada shalat jama’ taqdim, yaitu mengumpulkan shalat maghrib dan isya’ dikerjakan diwaktu isya’ tetapi seharusnya dikerjakan di shalat maghrib. Dan terdapat sub-bab yang tidak termasuk dalam materi yaitu pembahasan tentang, shalat sunnah mu’akad dan ghairu mu’akad di dalamnya juga membahas tentang i’tikaf, seharusnya tentang i’tikaf diletakkan pada bab tersendiri. Untuk kelas dua dan kelas tiga pembahasanya sudah sesuai begitu juga pada dalil yang digunakan. Dan sebagian besar pokok bahasan pada tingkat MTS ini sudah disampaikan pada tingkat MI, sehingga pada tingkat MTS ini lebih diperdalam lagi tentang pembahasan materinya.
b. sistematika pembahasan
berdasar refrensi yang ada, setiap semester dalam pokok bahasan dijelaskan secara sederhana mulai dari menjelaskan ketentuan kemudian mempraktekkan, adapun dalam pembahasan yang perlu penekanan lebih dalam misalkan makanan dan minuman yang halal dan haram dapat ditambah lagi dengan menjelaskan jenis-jenis, manfaat, dan bahaya atau akibatya tersebut. Setiap akhir pembahasan terdapat ulangan harian yang dapat diisi siswa untuk melatih pemahamannya, kemudian setiap akhir semester ada ulangan latihan semester yang meliputi pembahasan pada tiap semester tersebut.
Akan tetapi dalam sistematis pembahasan terutama pokok bahasan terdapat pembahasan yang dirasa kurang sistematis, setelah paham dengan sujud diluar sholat kemudian pembahasan paham tatacara dan macam-macam puasa, ini dirasa kurang sistematis karena pada puasa dibutuhkan ketika berbuka adalah makan makanan yang baik dan lebih tepatnya adalah pembahasan materi terakhir pada semester II ditempatkan pada pembahasan pertama pada semester I dan juga untuk mempersingkat waktu.
c. dalil yang digunakan
Materi pokok disajikan dengan bahasa yang singkat, padat dan mudah dimengerti siswa berdasarkan pada dalil-dali yang relevan. Hanya pernyataan tersebut yang tersinggung dalam refisi buku dan tidak ada analisis mengenai materi pelajaran maupun dalil yang digunakan.
setiap buku yang berbeda penerbit mempunyai acuan mazhab tersendiri, tetapi ada juga buku yang tidak hanya menggunakan satu mazhab, misalnya pada buku kelas tiga MTS. pada bab penyembelihan terdapat satu mazhab, pada bab qurban ada dua madzab, bab aqiqah ada tiga madzab, pada bab mawaris ada dua madzab. Tetapi hal ini bisa membingungkan siswa, mana pendapat yang seharusnya dipakai. Secara keseluruhan banyak dalil yang sesuai dengan materi. Dan dari keseluruhan dalil yang tertulis sudah sesuai.
d. evaluasi yang dilakukan
dalam makalah refisi antara kelas satu sampai tiga tidak dijelaskan megenai evaluasi yang dilakukan, akan tetapi dijelaskan bahwa ada kekurangan serta ketimpangan dalam soal latihan dengan materi pelajaran. Dalam setiap pembelajaran ada evaluasi untuk mengukur kemampuan belajar serta memberi penilaian maka salah satunya disediakan latihan-latihan serta soal-soal dalam setiap akhir materi baik tiap bab maupun semester.
Evaluasi yang dilakukan pada buku fikih dari kelas 1 sampai 3 MTS yaitu dengan adanya uji kompetensi pada setiap akhir bab dan juga uji kompetensi pada setiap akhir semester, pada buku kelas dua dan kelas tiga yang diterbitkan oleh tiga serangkai, pada akhir semester terdapat dua tipe latihan ulangan. Berbeda dengan buku kelas satu, yang diterbitkan oleh cv aneka ilmu, pada akhir semester satu tidak ada latihan ujian akhir, tetapi pada semester dua, terdapat latihan ujian semester. Dengan begitu uji kompetensi setiap akhir bab maupun setiap akhir semester bisa mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi.
e. relevansi materi pengajaran dengan program pengajaran
Dalam analisis buku ajar sedikitnya harus disinggung materi pengajaran, kebanyakan sedikit yang menyinggung masalah tersebut. Relevansi antara materi pengajaran dengan program pengajaran bahwasanya dalam program pengajaran adalah sebagai acuan terhadap materi pengajaran itu sendiri untuk mengukur serta menentukan alokasi waktu yang tepat, serta menyelaraskan rana dari kognitif, afektif, serta psikomotorik pembelajaran. Selain itu untuk menyelaraskan antara pelajaran sebelum dan sesudahnya.
Jika dilihat dari analisis serta revisi yang dilakukan sudah menunjukkan relevan antara materi dengan program pengajarannya walaupun masih ada sedikit kekurangan, Relevansi materi pengajaran dengan program pengajaran pada kelas satu sampai kelas tiga MTS. Pada kelas satu, ada ketidak relevanan antara materi pengajaran dengan program pengajaran, misalkan pada bab dua, tentang shalat fardhu dan shalat sujud sahwi, pada daftar isi terdapat syarat-syarat shalat, rukun shalat, sunnah shalat, dan hal-hal yang membatalkan shalat, tetapi pada program pengajaran tidak disebutkan. Kemudian pada bab tiga, pada daftar isi tidak disebutkan materi tentang cara mengganti imam yang batal, tetapi pada program pengajaran disebutkan. Pada bab lima tentang shalat jum’at dan shalat jenazah, pada daftar isi disebutkan tentang materi shalat ghaib. Tetapi pada program pengajaran tidak disebutkan. Selanjutnya pada bab tujuh tentang shalat sunnah muakkad dan ghairu muakkad, pada materi yang terakhir dalam bab ini, disebutkan tentang materi i’tikaf, tetapi pada program pengajarannya tidak ada, sehingga pada kelas satu ini terjadi ketidak relavanan antara materi dengan program pengajaran. Sedangkan pada kelas dua dan kelas tiga, secara keseluruhan antara materi dan program pengajarannya sudah relevan.
a. Kompetensi yang tertulis
Pada buku ajar Fiqih MTs kelas satu sampai kelas dua, kompetensi yang dicantumkan hanya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sementara Indikator Pencapaian tidak dicantumkan. Sehingga pada revisi program pengajaran ditaambahkan kompetensi yaitu Indikator Pencapaian.
Adapun kompetensi yang tertulis meliputi rana kognitif (memahami dan mengetahui), afektif (menjelaskan dan melaksanakan),dan psokomotorik (mampu sekaligus mempraktikkan).
b. Kata operasional yang digunakan
Kata oprasional SK pada tiap-tiap kelas adalah menggunakan kata “mengetahui” kemudian “memahami”. sedang kata operasional yang digunakan dalam KD adalah “menjelaskan, melaksanakan, dan mempraktikkan”. Kata operasional yang digunakan dalam buku ajar Fiqih ini untuk kelas satu sampai tiga MTS sebagaian besar SK menggunakan kata operasional melaksanakan, padahal kata melaksanakan lebih condong ke rana afektif dan itu seharusnya terletak pada KD atau indikator pencapaian. Pada kelas satu, kata operasional yang digunakan dalam SK semuanya melaksanakan, padahal pada standar kompetensi harusnya kata operasional yang digunakan lebih ke ranah kognitifnya. sedangkan pada kelas dua dan kelas tiga lebih banyak menggunkan kata memahami, yang ironis pada kelas satu sudah menekankan ke pelaksanaan sedangkan kelas dua dan kelas tiga masih pada pemahaman, padahal kelas dua dan kelas tiga tingkatannya di atas kelas satu.
c. Indikator pencapaian dan alokasi waktu
Jumlah indikator pencapaian secara keseluruhan ada dua puluh tujuh buah, semester pertama ada sebelas dan smester dua ada enam belas. rata-rata kata operasional yang dipakai adalah kata “mampu menyebutkan”. Penentuan kata operasional indikator pencapaian dirasa kurang karena sesuai dengan KDnya yaitu “menjelaskan”, Sehingga pada Indiktor Pencapaian harus ditambah “mampu menjelaskan”. Kata opersional berikutnya ialah kata “mampu mempraktikkan” kata ini biasanya mengikuti dari bentuk kata kompetensi dasarnya, bila kompetensi dasarnya “mempraktikkan” maka secara otomatis diikuti oleh indikator pencapaiannya dengan kata yang sama.
Kesimpulannya ialah indikator pencapaiannya sudah bagus, baik kata operasionalnya, jumlahnya, dan lain-lain. Kekurangannya hanya terletak pada kreatifitas pembuat programnya, jika semakin kreatif maka semakin bagus dan menarik.
d. alokasi waktunya
Alokasi waktu pada buku fiqih dari kelas satu sampai kelas tiga MTS. Pada buku kelas satu, tidak ada alokasi waktu, hal ini dapat mempersulit guru yang mengajar pada bidangnya karena tidak ada acuan dalam alokasi waktu pada penyampaian materi. Kemudian pada kelas dua dan kelas tiga terdapat alokasi waktu. Untuk alokasi waktu pada kelas satu, semester satu 9x pertemuan 18 jam pelajaran, dan semester dua 10x pertemuan 20 jam pelajaran, dan pada kelas tiga, semester satu 11x pertemuan 22 jam pelajaran dan semester dua 8x pertemuan 16 jam pelajaran. ini kurang relevan karena dalam satu semester setidaknya 16 sampai 18 pertemuan, sehingga dari hal tersebut masih banyak sisa waktu.
e. Kontinuitas Kurikulum
Kontinuitas kelas satu sampai kelas tiga MTS lebih cenderung sesuai dan relevan, namun ada beberapa catatan dimana ada pengulang materi tingkat MTS dengan tingkat MI yang sebagian besar membahas tentang ibadah dan muamalah. Mungkin hal ini terjadi, pada tingkat MI hanya sebatas pengenalan, sedangkan pada tingkat MTS, sudah mengarah ke pemahaman dan rana afektifnya. Tetapi sebagian besar dari kelas satu sampai kelas tiga kurikulum yang disampaikan sudah mencakup materi tentang fikih.
Adapun permasalahan Pembahasan terdapat pada kelas VII tentang shalat jamaah, seharusnya menjadi satu dengan materi shalat yang lain, bukan dengan materi adzan dan iqamah. Sedangkan alternatif lainnya yakni membuat bab tersendiri tentang shalat jamaah. Pembahasan pada kelas VII tentang sujud sahwi, seharusnya menjadi satu dengan materi sujud yang berada pada kelas VIII, bukan dengan materi shalat fardhu.
2. Materi Pengajaran
a. pokok bahasan
Pembahasan-pembahasan yang disajikan tidak jauh berbeda dengan pembahasan MI. dimana Rukun Islam masih menjadi pokok bahasannya, seperti: shalat fardhu, zakat (fitrah dan maal), puasa dan haji. Pembahasan lainnya merupakan komponen pelengkap dari Rukun Islam, antara lain: thaharah, adzan dan iqamah, sujud (sahwi, syukur, tilawah), infaq harta di luar zakat, makanan halal dan haram, qurban, aqiqah, muamalah yang berupa jual beli dan muamalah diluar jual beli serta pengurusan jenazah dan ziarah kubur.
Pada pokok bahasan materi kelas satu sampai kelas tiga MTS, semua materinya pasti mencakup tentang ibadah dan muamalah. Adapun dalam pembahasan materi ada kesalahan contohnya pada shalat jama’ taqdim, yaitu mengumpulkan shalat maghrib dan isya’ dikerjakan diwaktu isya’ tetapi seharusnya dikerjakan di shalat maghrib. Dan terdapat sub-bab yang tidak termasuk dalam materi yaitu pembahasan tentang, shalat sunnah mu’akad dan ghairu mu’akad di dalamnya juga membahas tentang i’tikaf, seharusnya tentang i’tikaf diletakkan pada bab tersendiri. Untuk kelas dua dan kelas tiga pembahasanya sudah sesuai begitu juga pada dalil yang digunakan. Dan sebagian besar pokok bahasan pada tingkat MTS ini sudah disampaikan pada tingkat MI, sehingga pada tingkat MTS ini lebih diperdalam lagi tentang pembahasan materinya.
b. sistematika pembahasan
berdasar refrensi yang ada, setiap semester dalam pokok bahasan dijelaskan secara sederhana mulai dari menjelaskan ketentuan kemudian mempraktekkan, adapun dalam pembahasan yang perlu penekanan lebih dalam misalkan makanan dan minuman yang halal dan haram dapat ditambah lagi dengan menjelaskan jenis-jenis, manfaat, dan bahaya atau akibatya tersebut. Setiap akhir pembahasan terdapat ulangan harian yang dapat diisi siswa untuk melatih pemahamannya, kemudian setiap akhir semester ada ulangan latihan semester yang meliputi pembahasan pada tiap semester tersebut.
Akan tetapi dalam sistematis pembahasan terutama pokok bahasan terdapat pembahasan yang dirasa kurang sistematis, setelah paham dengan sujud diluar sholat kemudian pembahasan paham tatacara dan macam-macam puasa, ini dirasa kurang sistematis karena pada puasa dibutuhkan ketika berbuka adalah makan makanan yang baik dan lebih tepatnya adalah pembahasan materi terakhir pada semester II ditempatkan pada pembahasan pertama pada semester I dan juga untuk mempersingkat waktu.
c. dalil yang digunakan
Materi pokok disajikan dengan bahasa yang singkat, padat dan mudah dimengerti siswa berdasarkan pada dalil-dali yang relevan. Hanya pernyataan tersebut yang tersinggung dalam refisi buku dan tidak ada analisis mengenai materi pelajaran maupun dalil yang digunakan.
setiap buku yang berbeda penerbit mempunyai acuan mazhab tersendiri, tetapi ada juga buku yang tidak hanya menggunakan satu mazhab, misalnya pada buku kelas tiga MTS. pada bab penyembelihan terdapat satu mazhab, pada bab qurban ada dua madzab, bab aqiqah ada tiga madzab, pada bab mawaris ada dua madzab. Tetapi hal ini bisa membingungkan siswa, mana pendapat yang seharusnya dipakai. Secara keseluruhan banyak dalil yang sesuai dengan materi. Dan dari keseluruhan dalil yang tertulis sudah sesuai.
d. evaluasi yang dilakukan
dalam makalah refisi antara kelas satu sampai tiga tidak dijelaskan megenai evaluasi yang dilakukan, akan tetapi dijelaskan bahwa ada kekurangan serta ketimpangan dalam soal latihan dengan materi pelajaran. Dalam setiap pembelajaran ada evaluasi untuk mengukur kemampuan belajar serta memberi penilaian maka salah satunya disediakan latihan-latihan serta soal-soal dalam setiap akhir materi baik tiap bab maupun semester.
Evaluasi yang dilakukan pada buku fikih dari kelas 1 sampai 3 MTS yaitu dengan adanya uji kompetensi pada setiap akhir bab dan juga uji kompetensi pada setiap akhir semester, pada buku kelas dua dan kelas tiga yang diterbitkan oleh tiga serangkai, pada akhir semester terdapat dua tipe latihan ulangan. Berbeda dengan buku kelas satu, yang diterbitkan oleh cv aneka ilmu, pada akhir semester satu tidak ada latihan ujian akhir, tetapi pada semester dua, terdapat latihan ujian semester. Dengan begitu uji kompetensi setiap akhir bab maupun setiap akhir semester bisa mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi.
e. relevansi materi pengajaran dengan program pengajaran
Dalam analisis buku ajar sedikitnya harus disinggung materi pengajaran, kebanyakan sedikit yang menyinggung masalah tersebut. Relevansi antara materi pengajaran dengan program pengajaran bahwasanya dalam program pengajaran adalah sebagai acuan terhadap materi pengajaran itu sendiri untuk mengukur serta menentukan alokasi waktu yang tepat, serta menyelaraskan rana dari kognitif, afektif, serta psikomotorik pembelajaran. Selain itu untuk menyelaraskan antara pelajaran sebelum dan sesudahnya.
Jika dilihat dari analisis serta revisi yang dilakukan sudah menunjukkan relevan antara materi dengan program pengajarannya walaupun masih ada sedikit kekurangan, Relevansi materi pengajaran dengan program pengajaran pada kelas satu sampai kelas tiga MTS. Pada kelas satu, ada ketidak relevanan antara materi pengajaran dengan program pengajaran, misalkan pada bab dua, tentang shalat fardhu dan shalat sujud sahwi, pada daftar isi terdapat syarat-syarat shalat, rukun shalat, sunnah shalat, dan hal-hal yang membatalkan shalat, tetapi pada program pengajaran tidak disebutkan. Kemudian pada bab tiga, pada daftar isi tidak disebutkan materi tentang cara mengganti imam yang batal, tetapi pada program pengajaran disebutkan. Pada bab lima tentang shalat jum’at dan shalat jenazah, pada daftar isi disebutkan tentang materi shalat ghaib. Tetapi pada program pengajaran tidak disebutkan. Selanjutnya pada bab tujuh tentang shalat sunnah muakkad dan ghairu muakkad, pada materi yang terakhir dalam bab ini, disebutkan tentang materi i’tikaf, tetapi pada program pengajarannya tidak ada, sehingga pada kelas satu ini terjadi ketidak relavanan antara materi dengan program pengajaran. Sedangkan pada kelas dua dan kelas tiga, secara keseluruhan antara materi dan program pengajarannya sudah relevan.
bagus
BalasHapusi like it
BalasHapus