10 Jan 2014

MY TIME WITH MY BEST FRIEND

Oleh Dedi Hariadi

Fatir 27-30
Malam ini aku ditemani dengan rintik hujan yang menyegarkan tubuh ini, ku buka lembaran baru dari teman terbaik ku yang selalu menemani kekosongan ini, karena memang sudah tidak ada mata kuliyah lagi yang perlu aku datangi ke kampus putih itu.
Mau kerjakan skripsi juga sudah usai tinggal menunggu bimbingan saja dari pembimbing dua yang agak klasik itu, maklum gak pernah bawak hp.
Ku buka lebaran suci itu, halaman 437 surat fatir ayat 27-30 yang berisikan tentang siapakah yang dinamakan dengan ulama’ yang sebenarnya, sebelum Allah menyebutkan kata ulama’ Allah bertanya kepada manusia,” tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Dengan lancar ku lantunkan ayat itu dengan nada khas ku, sambil teringat ustad Sa’ad Ibrohim yang sering membawakan tema khotibnya tentang ayat tersebut. Subhannallah makna ayat yang sangat luar biasa mendefinisikan dan menjelaskan tentang siapakah yang pantas dinamakan dengan Ulama’. Aku teringat sejenak dengan isi khutbah itu, ya orang bisa disebut dengan ulama’ apabila ia mempunyai pengetahuan yang luas tentang ilmu-ilmu Allah. Ilmu-ilmu Allah tidak sebatas apa yang ada dalam kitab suci Al-qur’an ataupun hadits, akan tetapi mencangkup segala hal. Jika membaca ayat itu akan tampak yang dimaksud dengan ulama’ adalah orang yang mengetahui tentang ilmu-ilmu Alam, ilmu-ilmu sosial mengetahui gejala-gejala sosial. Itulah gambaran tentang ulama’ yang sebenarnya. Ia mengetahui problematika sosial, ia mengetahui problematika alam dan lingkungan sekitarnya. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa tidak hanya itu ciri dan sifat ulama’, mari kita baca dengan seksama ayat yang selanjutnya. Ayat 39 dan 30 Allah berfirman:  Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
Jika seorang ilmuwan membedakan antara ilmu alam dan ilmu agama tanpa mengaitkannya itu namanya ilmu sekuler  yang bertujuan kepada antroposentris.  Akan tetapi Islam sangat menjunjung tinggi Ilmu dan tidak pernah membedakannya karena semua itu berasal dari sang pencipta jagat raya ini. Membaca kitab Allah menunjukkan manusia tiada berdaya hanya dengan akal untuk melangkah dengan benar di muka bumi ini, butuh bimbingan dari sang pencipta berbicara langsung melalui kitab suci al-Qur’an, mendirikan shalat menunjukkan seorang ulama’ atau ilmuwan tidak boleh lepas dari komunikasi kepada Allah. Mi’roj ketika shalat merupakan kesempatan bagi seorang hamba untuk beribadah dan selalu menjalin hubungan intim dengan Allah di setiap gerak gerik shalatnya sehingga ia dicintai olehnya dan ia pun cinta kepada sang pencipta. Seorang ulama’ adalah orang yang Menafkahkan hartanya baik dengan sembunyi ataupun dengan terang-terangan . hubungan vertikal dan horizontal kepada Allah dan manusia harus selalu seimbang. Itulah Ulama’ dalam perspektif Al-Qur’an, sehingga ulama’ yang sebenar-benarnya bisa merubah tatanan sosial, politik dan ekonomi yang lebih baik untuk umat.





Al-Mudatsir 33-37
Sungguh menyentuh hati orang mukmin, bagaimana Allah mendeklarasikan bahwa setiap jiwa bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat. Allah berfirman dalam surat Mudatsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata