30 Mar 2014

Korelasi Akhlak dengan Ilmu yang Lain



B A B I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Rasulullah SAW bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. “
(HR. Baihaqi)

Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat kelak.
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlaq memiliki keterkaitan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya. Agar kita mampu memahami ajaran Islam, khususnya akhlaq itu sendiri, secara kompleks, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan dalam makalah ini, kaitan akhlaq dengan beberapa disiplin ilmu lainnya.
1.2  Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan:
·        Memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq
·        Mengetahui keterkaitanAkhlaq dengan beberapa disiplin ilmu lainnya.
·        Mempu memahami Islams ecara komprehensif.
1.3  Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan buku-buku, jurnal serta artikel-artikel dimedia cetak maupun elektronik yang membahas terkait judul tersebut.




B A B II
PEMBAHASAN
2.1  Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dann lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution[1] lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.  
Atau secara lebih ringkasnya, akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak. Hubungan akhlak dan tasawuf  tidak bisa terpisashkan karena kesucian hati akan membentuk akhlakjyang baik pula. Pada intinya seseorang yang masuk kedalamn dunia tasawuf harus munundukan jasmani dan rohani dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga akhlak yang baik.
2.2  Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Tauhid
Tauhid adalah kunci dari makna hidup. Bahkan untuk bertauhid kepada Allah saja, sehingga manusia dan jin diciptakan. Karena itu, tanpa memahami hakikat tauhid dan merealisasikannya hidup manusia akan sia-sia belaka. Mempelajari ilmu tauhid secara berkesinambungan adalah sesuatu yang niscaya dan harus.
Dalam hal ini, ilmu tauhid juga memiliki keterkaitan dengan akhlaq, keterkaitan tersebut dapat dilihat melalui analisa berikut:[2]
a.       Dilihat dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi zat,sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.
b.      Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.
Jadi, jelas bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.
2.3  Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti: pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil faidah dari padanya.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati ( dhamir ), kemauan ( iradah ), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, ( waham ) dan kecenderungan-kecenderungan ( awathif ) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh karena itu, ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi[3] ”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”. 
Selain itu, dilihat dari segi bidang garapannya, ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan.
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan cara menginterprestasikan prilakunya yang tampak. Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan ahli dengan mempergunankan jasa yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap perbaiakan anak-anak nakal, berperilaku menyimpang dan lain sebaginya.
2.4  Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Pendidikan dan Filsafat
Ilmu pendidikan sebagaimana dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru, metode, sarana, dan prasarana, lingkungan , bimbingan , proses belajar-mengajar dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan tersebut ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia berakhlak. Ahmad D. Marimba[4] mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang  muslim, yaitu menjadi hamba allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Al-Attas[5] mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik.
Rumusan ini dengan jelas mengambarkan bahwa antara pendidikan islam dengan ilmu akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak. Pendidikan dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan orang tua, guru di sekolah, dan pimpinan serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berati pula tempat dilaksanakannya pendidikan akhlak.
Adapun filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Dalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan hakikatnya.
Dalam filsafat juga membahas tentang tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini akan dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan tuhan dam memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap tuhan , terhadap manusia, alam dan makhluk tuhan lainnya.
2.5   Hubungan Akhlaq dengan Iman dan Ibadah
Keterkaitan akhlaq dengan keimanan seseorang dapat dilihat dalam  beberapa sabda Nabi Muhammad SAW yang menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran kualitas imannya.[6] Sabdanya:
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا[7]
            Artinya:
“ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi)
والله لا يؤمن ,والله لايؤمن، والله لايؤمن، قيل: من يارسو ل الله؟ قال: الذ ي لايأمن جاره بوائقه[8]
            Artinya:
“ Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Seorang sahabt bertanya: “ Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya Rasulullah? Beliau Mmenjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.”  (HR. Bukhari)
            Beberapa teks hadits diatas bahwa Rasulullah SAW mengaitkan antara kesempuranaan iman dan adab bertetangga dengan eksistensi dan kualitas iman seseorang.
            Islam juga menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. Misalnya shalat, puasa, zakat dan haji.[9] Sebagaimana kalam Allah SWT:
وأقم الصلوة، إن الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر
            Artinya:
“…dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut:45)
خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan. Dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
الحج أشهر معلومات، فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولافسوق ولا جدال فى الحج

Artinya:
“ (Musim) haji adalah ebebrapa bulan yang dimaklumi. Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menegrjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan syahwat), berbuat fasiq dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan haji…”
(QS. Al-Baqarah:197)
Nabi Muhammad SAW juga bersabda[10]:
ليس الصيام من الأكمل والشرب، إنماالصيام من اللغو والرفث، فإن سابك أحد أوجهل عليك فقل إنى صائم

Artinya:
“Bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perkataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu, maka katakanlah: Sesungguhnyaaku sedang berpuasa.”
(HR. Ibnu Khuzaimah)
            Melalui beberapa ayat dan hadits diatas dapat dipahami bahwa ada kaitan langsung antara shalat, puasa, zakat, dan haji dengan akhlaq. Seorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti shalat kalau tetap mengerjakan keekjian dan kemungkaran. Seorang yang benar-benar berpuasa demi mencari ridha Allah SWT, Disamping menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela tentu tidak akan mendapatkan apa-apa dari ibadah puasa kecuali hanya rasa lapar dan haus semata. Begitu juga dengan ibadah zakat dan haji, dikaitkan oleh Allah SWT hikmahnya dengan aspek akhlaq. Ringkasnya, akhlaq yang baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji.[11]









B A B III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan:
·        Agar mampu memahami akhlaq secara komprehensif, maka perlu pula kita mengetahui keterkaitan akhlaq dengan beebrapa disiplin ilmu lainnya.
·        Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya.
·        Dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan.
·        Tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq.
·        Pendidikan islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
·        Melalui akan dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan tuhan dam memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap tuhan , terhadap manusia, alam dan makhluk tuhan lainnya.
·        Akhlaq yang baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji.







DAFTAR PUSTAKA
·        Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI
·        Muhamm2ad Al-Ghazali. Khuluq Al-Muslim. Kuwait: IIFSO
·        Nata, Abuddin. 1997. Akhlaq Tasawuf. Jakarta: PT. Radja Grafindo  Persada
·        Kitab Tauhid jilid 2. 2008. Jakarta: Darul Haq
·        Al-Qur’an Terjemssh. 2010. Jakarta:Hilal
·        Aplikasi Hadits Explorel
·        http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.htm Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.10 WIB



[1] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[2] Nata, Abuddin. 1997. Akhlaq Tasawuf. Jakarta: PT. Radja Grafindo  Persada
[3] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[4] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[5] Ibid
[6] Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. Hal. 8
[7] Sunan Tirmidzi, Kitab Penyusuan, Bab Hak Istri Terhadap Suami, Hadits No. 1082
[8] Shahih Bukhari, Kitab Adab, Bab Dosa Seseorang yang Tetangganya  tak Merasa Aman dengan Gangguannya, Hadits No. 5557
[9] Ibid Hal. 9
[10] Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. Hal. 10
[11] Muhammad Al-Ghazali. Khuluq Al-Muslim. Kuwait: IIFSO. Hal. 9-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata