30 Mar 2014

Penjelasan tentang akhlak buruk dan akhlak baik


Segelintir kaum muslim telah termakan hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi sehingga setiap orang yang menyampaikan kebenaran yang tidak diketahui sebelumnya atau mereka tidak dapat memahaminya atau mereka berbeda pemahamannya maka dikatakan sebagai kaum syiah.
Akibat fitnah kaum Zionis Yahudi terhadap Sayyidina Ali bin Abi Thalib maka segelintir kaum muslim tidak lagi mempelajari dan mendalami apa yang telah disampaikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Tahlib. Juga termasuk hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Beliau ditinggalkan.
Padahal sebagai penutup atau khataman Khulafaur Rasyidin , Sayyidina Ali bin Abi Thalib banyak menyampaikan tentang Ihsan atau akhlakul karimah atau cara atau jalan untuk mencapai muslim yang Ihsan , muslim yang menyaksikan Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat
Beliau mengupas dalam tentang akhlak buruk dan akhlak baik
Akhlak buruk adalah mereka yang memperturutkan hawa nafsu
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26)
“Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Akhlak yang baik adalah mereka yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Tujuan beragama adalah untuk mencapai muslim yang berakhlakul karimah , muslim yang baik, muslim yang sholeh (sholihin), muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) dan muslim yang bermakrifat yakni muslim yang menyaksikan Allah dengan hati (ain bashiroh)
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan hambaNya. Oleh karena itu,berpeganglah pada akhlak, yang langsung menghubungkan anda kepada Allah”
Muslim yang dekat dengan Allah atau muslim yang meraih maqom disisiNya yakni muslim yang telah dikaruniakan ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla sehingga selalu berada dalam kebenaran, selalu berada pada jalan yang lurus.
Firman Allah ta’ala
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada 2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah
Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Rasulullah bersabda yang artinya “jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya?dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata.Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar.Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”

Pengertian Etika, Moral dan Etiket
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik.Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin.Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut.“Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik.Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam.Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.






1.    MAKALAH ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
BAB I PENDAHULUAN
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai denganmenjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yangdilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yangtertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainyakebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalanyang menetukan corak hidup manusia.Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakanyang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan.Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susilaadalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusiladan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusiamelihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk.Disitulahmembedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun diabisa melakukan.Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yangbaik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri,hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannyaitu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yangmengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.

BAB II PEMBAHASAN
Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah).Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik.Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syajaah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat.Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.a.Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid afala, yufilu ifalan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobiah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maruah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak.Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini.Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
    3. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. Ciri Perbuatan Akhlak:1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.5) Dilakukan dengan ikhlas. Pembentukan Akhlak Pandangan tentang eksistensi akhlak- Terdapat dua aliran tentang akhlak manusia, apakah akhlak itu dibentuk atau bawaan sejak lahir.1) Akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir.Jadi akhlak adalah pembawaan manusia, yaitu kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya.Akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah).
    4. 2) Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan atau pembinaan yang sungguh-sungguh. Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah). Metode Pembentukan Akhlak1) Dalam Islam pembentukan akhlak dilakukan secara integrated, melalui rukun iman dan rukun Islam. Ibadah dalam Islam menjadi sarana pembinaan akhlak.2) Cara lain adalah melalui: pembiasaan, keteladanan, dan instropeksi. Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak1) Aliran Nativisme: potensi batin dangat dominant dalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut adalah pembawaan yang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal, dan lain-ain.2) Aliran Empiris: lingkungan social, termasuk pendidikan merupakan factor penting dalam pembinaan akhlak.3) Aliran Konvergensi: pembinaan akhlak dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan factor eksternal (lingkungan).4) Islam: sesuai dengan aliran konvergensi (QS. An-Nahl: 78, dan hadis Nabi: kullu mauludin…). Petunjuk Pembinaan Akhlak dalam Islam:a) Memilih pasangan hidup yang beragamab) Banyak beribadah saat hamilc) Mengazani saat kelahirand) Memberi makanan yang halal dan bergizie) Mencukur rambut dan khitan sebagai tanda kesucianf) Aqiqah, isyarat menerima kehadiran sang anakg) Memberi nama yang baikh) Mengajari membaca Al-qur’ani) Mengajari salat sejak umur tujuh tahun.b. Etika Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral).Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
    5. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal.Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk.Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.c. Moral Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
    6. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untukmenentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secaralayak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yangdigunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapatmengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-samamembahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atauburuk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baikatau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnyayang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalamkonsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkahlaku yang berkembang di masyarakat.Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkahlaku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikitperbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkanetika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada. Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asingdisebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb,fuad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal.Pertama, perasaan wajib atau keharusanuntuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujudrasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima olehmasyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapatdisetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasiyang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa morallebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukanoleh masyarakat.Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akanmemberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
    7. berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.d. Susila1) Berasal dari bahasa Sanskerta, Su: artinya baik, dan susila: artinya prinsip, dasar, atau aturan.2) Susila atau kesusilaan diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik, sopan, dan beradab.3) Kesusilaan merupakan upaya membimbing, memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma/nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.e. Persamaan Etika, Moral, Dan Akhlak1) Persamaan ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.2) Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:o Objek: yaitu perbuatan manusiao Ukuran: yaitu baik dan buruko Tujuan: membentuk kepribadian manusia Perbedaan1) Sumber atau acuan: - Etika sumber acuannya adalah akal - Moral sumbernya norma atau adapt istiadat - Akhlak bersumber dari wahyu2) Sifat Pemikiran: - Etika bersifat filososfis - Moral bersifat empiris - Akhlak merupakan perpaduan antara wahyu dan akal3) Proses munculnya perbuatan: - Etika muncul ketika ad aide - Moral muncul karena pertimbangan suasana - Akhlak muncul secara spontan atau tanpa pertimbangan.
    8. f. Karakteristik dalam ajaran Islam Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam.Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.Namun dalam rangka menjabarkan akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai- nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama (akhlak Islami).Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral. Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).

 BAB III PENUTUP
Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral,susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yangdilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-samamenghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentramsehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah.Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumberyang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk.Jika dalam etika penilaian baikburuk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaanyang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untukmenentukan baik buruk itu adalah al-quran dan al-hadis. Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasanpembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebihbanyak bersifat praktis.Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkanmoral dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk,sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan. Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan danmembutuhkan.Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dansusila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagaiyang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia.Sementara akhlak berasal dariwahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Quran dan Hadis.Dengan kata lainjika etika, moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
   .                    Daftar Pustaka
1) Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam.Al-Ikhlas. Surabaya.
2) Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam.Lentera. Jakarta.
3) Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa. Bandung.
4) Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat dalam Tanya Jawab.Ghalia Indonesia. Jakarta.
5) Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam.Yogyakarta.
6) Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica. Pt Giri Mukti Pasaka. Jakarta
7) Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Kalam Mulia. Jakarta.
8) Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.
9) Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
10) Rifai, Mohammad. 1987. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim.Wicaksana. Semarang.
11) Salam, Zarkasji Abdul. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Ushul Fiqh. Lembaga Studi Filsafat Islam.Yogyakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata