30 Mar 2014

Nilai Dakwah Muhammadiyah


Muhammadiyah lahir di tengah tengah kebudayaan sinkretik Jawa. Mungkin karena wataknya yang non-politis, baik Belanda maupun kesultanan Yogyakarta, tampaknya tidak terlalu curiga terhadap gerakan Islam puritan ini.
Upaya Muhammadiyah untuk mempersatukan persepsi dalam rangka menciptakan Islam yang sejuk dan bernuansa kultural di negeri ini sangat positif.

Di mata Belanda kelahiran Muhammadiyah pada tahun 1912 tidaklah akan menggoyahkan rust en orde, suatu ungkapan yang strategis demi menjaga kelangsungan kekuasaan kolonial di Hindia Belanda.
Pencerahan Umat dan Peradaban
Fokus perhatian K.H Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah tampaknya memang lebih tertuju kepada usaha pencerahan dan pencerdasan ummat, suatu strategi sosial-budaya yang berdampak sangat jauh dalam arti yang sangat positif. Karena perhatian dipusatkan pada transformasi mental, sosial dan budaya. perlawanan justru datang dari kalangan ulama dan ummat Islam sendiri. K.H Ahmad Dahlan menghadapi ini semua dengan sikap tegar dan tidak pernah goyah.
Pencerahan umat adalah sebuah agenda besar Muhammadiyah yang telah melekat ditulang sumsum gerakannya sebagai upaya melakukan pembebasan terhadap umat manusia dari kesaklaran, kebodohan, dan pemahaman-pemahaman terhadap budaya keagamaan yang menjadi pedoman abadi setingkat dengan keyakinan keagamaan Islam selama ini. Hal ini K.H. Ahmad Dahlan menganggap merupakan suatu akumulasi dari sejarah panjang dimana peradaban sinkretis menjadi presiden sosiologisnya.
Penyebaran dan sentralisasi kolonialisme yang mendominasi pada saat itu telah menghancurkan kebudayaan-kebudayaan dan peradaban. Prinsip-prinsip sosial, budaya, politik dan keberagamaan berantakan pula yang menyebabkan batas-batas geografisnya (penjajah) membuat sosialitas kemanusiaan, zalim, dan keterbelakangan tersembuhkan.
Peran ideal muhammadiyah dalam setiap zaman secara otomatis dan terlatih telah menjadi kekuatan moral bangsa, sehingga peran tersebut merupakan bagian yang harus dan tidak terpisahkan dari perkembangan kaum intelektualnya di masa depan. Oleh karena itu, kebangkitan pencerahan umat dalam agenda Muhammadiyah tidak boleh hanya dilihat dari perkembangan intelektualnya politik semata sebagai bagian dari kehidupan manusia, akan tetapi dapat dilihat dari aspek yang lebih luas dari kebudayaan yang dedikatif, rasional, cerdas, dan santun.
Dakwah Kultural
Mungkin ada baiknya kalau membaca pikiran-pikiran Haidar Nashir, bahwa dakwah kultural adalah keniscayaan “demi menyelesaikan hutang muhammadiyah terhadap” kondisi sosio-kultural umat yang selama ini di abaikan Muhammadiyah.
Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan kepada pengembangan kehidupan Islami sesuai dengan paham Muhammadiyah, yang bertumpu para pemurnian pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam dengan menghidupan ijtihad dan tajdid. Sehingga purifikasi dan pemurnian ajaran Islam tidak menjadi kaku, rigid dan eksklusif, tetapi terbuka dan memiliki rasionalitas yang tinggi untuk dapat diterima oleh semua pihak. Dengan memfokuskan pada penyadaran iman melalui potensi kemanusiaan, diharapkan umat dapat menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam yang kaffah, secara bertahap sesuai dengan keragaman sosial ekonomi, budaya, politik & potensi yang dimiliki oleh setiap kelompok umat.
Atas dasar pemikiran tersebut dakwah kultural dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu pengertian umum (makna luas) dan pengertian khusus (makna sempit). Dakwah kultural dalam arti luas dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi & kecenderungan manusia dengan makhluk berbudaya dalam rangka menghasilkan kultur alternatif yang kultur Islam, yakni berkebudayaan dan berperadaban yang dijiwai oleh pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yang murni bersumber dari Al-Quran & al-Sunnah, dan melepaskan diri dari kultur dan budaya yang dijiwai oleh kemusyrikan, takhayul, bid’ah & khurafat.
Adapun dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat-istiadat, seni, & budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dalam proses menuju kehidupan Islami, sesuai dengan manhaj Muhammadiyah, yang bertumpu padd prinsip salafiyyah (purifikasi) dan tajdidiyyah (pembaharuan).
Oleh karena itu Muhammadiyah semakin dituntut kreativitasnya, dan jalan satu-satunya adalah sebuah keharusan Muhammadiyah untuk benar-benar memprioritaskan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat yang tereksploitasi itu (masyarakat di bawah kolom-kolom jembatan, anak jalanan, dan kaum tertindas), untuk dapat menikmati pendidkan sebagai bagian dari wajah peradaban.
Revitalisasi dakwah Muhammadiyah merupakan proses penguatan kembali langkah-langkah dakwah baik yang bersifat kuantitas maupun kualitas dalam seluruh aspek kehidupan menunju terwujudnya kehidupan yang Islami.Dengan kehidupan masyarakat yang Islami maka akan terbentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Revitalisasi dakwah Muhammadiyah pada saat ini dan masa datang menjadi sangat penting mengingat berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi.
Pertama, masalah-masalah yang tumbuh di masayarakat semakin kompleks dan meluas seperti krisis moral di berbagai bidang kehidupan, kekerasan dalam bermacam-macam bentuk, perilaku sosial yang semakin beraneka-ragam lepas atau semakin menjauh dari nilai-nilai keagamaan, penindasan manusia atas manusia dalam beragam corak, pengrusakan lingkungan dan alam kehidupan yang semakin semena-mena, dan berbagai penyakit kehidupan lainnya dari yang terselubung hingga terang-terangan.
Kedua, semakin berkembangnya berbagai pemikiran yang kestrem atau radikal dari yang cenderung radikal konservatif-fundamentalistik hingga radikal liberal-sekularistik, yang menimbulkan pertentangan yang kian tajam dan hingga batas tertentu kehilangan jangkar teologis dan moral yang kokoh dalam menghadapi gelombang kehidupan modern yang dahsyat. Setiap radikalisme atau ekstrimitas apapun bentuknya selalu melahirkan ketimpangan dan mengundang banyak benturan.
Ketiga, semakin berperan dan meluasnya para juru dakwah kontemporer di media massa elektronik dan majelis-majelis taklim yang mempengaruhi ruang publik umat sedemikian rupa. Kehadiran dakwah media-elektronik dan majelis-majelis taklim maupun majelis-dzikir yang menguasai ruang publik umat dan masyarakat saat ini seungguh merupakan fenomena baru yang berhasil menggeser peran-peran dakwah konvensional yang selama ini dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam, Dewan Dakwah Islam Indonesia, Al-Irsyad, dan lain-lain. Memang fenomena dakwah kontemporer tersebut merupakan hal positif dan bahkan dapat dijadikan kekuatan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat). Tetapi dakwah yang seperti itu apapaun kekurangannya kini jauh lebih populer dan mengalahkan model-model dakwah maupun sosok juru dakwah gaya lama.
Keempat, semakin berperannya media massa baik cetak apalagi elektronik dalam mempengaruhi, membentuk, dan mengubah orientasi hidup manusia modern saat ini. Dengan kata lain media massa modern tersebut sebenarnya telah menjelma menjadi ”organisasi dakwah” yang berwajah lain, sekaligus menjadi pesaing tangguh organisasi-organisasi dakwah Islam yang selama ini berkiprah di belantara kehidupan umat dan masyarakat. Pengaruh dan daya jelajah media massa bahkan sangat spektakuler, sehingga dalam hitungan detik per detik dapat menjangkau setiap relung kehidupan manusia di mana pun dan kapan pun tanpa harus permisi atau minta izin.
Mengingat berbagai masalah, tantangan, dan kecenderungan yang demikian kompleks tersebut maka sungguh sangat mendesak bagi Muhammadiyah untuk meningkatkan dan memperbaharui sistem dakwahnya secara menyeluruh. Langkah-langkah pembenahan dan pembaruan harus dilakukan, antara lain melalui sejumlah agenda penting, yaitu :
1. Pembaruan sistem dakwah meluputi tinjauan ulang dan perumusan pemikiran, konsep, dan model dakwah secara simlultan
2. Penyiapan tenaga-tenaga atau juru dakwah di berbagai level yang berkualitas baik dari segi komitmen, kemampuan, pengalaman, dan keahlian
3. Penguatan infrastruktur dakwah meliputi pengadaan daya dukung sarana, prasarana, dana, dan instrumen-instrumen lain untuk meyukseskan pelaksanaan program dan kegiatan
4. Memperkuat dan memperluas jaringan ke berbagai pihak, selain membangun sinergi dan soliditas ke dalam, yang dapat memperluas daya sentripetal gerakan dakwah
Daftara Pustaka
Subhan Mas, Muhammadiyah Pintu Gerbang Protestanisme Islam Sebuah Presisi Modernitas, Mojokerto: CV. Al-Hikmah, 2005
http://islamlib.com/id/artikel/dakwah-kultural-vs-imperialisme-islam-murni
http://nbasis.wordpress.com/2010/12/22/strategi-dakwah-muhammadiyah-masa-lalu-kini-dan-masa-depan-dalam-prespektif-kebudayaan/
http://www.jazirahislam.com/160/pemurnian-ajaran-islam-dan-tradisi-lokal.htm
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/01/revitalisasi-dakwah-muhammadiyah.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata