1 Apr 2014

APAKAH KOALISI PARTAI ISLAM DI SATU SISI DAN PARTAI NASIONALIS DI SISI YANG LAIN MASIH RELEVAN DIBICARAKAN ?

Oleh Sangadji EM

Hari-hari ini para petinggi partai-partai yang menamakan dirinya partai Islam mencoba menggalang kekuatan koalisi dengan menyatukan partai-partai yang berazas Islam atau yang berbasis masa Islam. Sholahuddin Wahid atau Gus Sholah juga nampaknya mendorong partai-partai ini untuk membuat koalisi. Cuma yang menjadi pertanyaan adalah apakah masih relevan partai-partai yang berazas islam dan partai yang berbasis masa islam ini membentuk Koalisi ?

Sejarah masa lalu menunjukkan bahwa Masyumi yang di dalam nya ada NU dan Muhammadiyah pernah bersatu, namun karena alasan rebutan jabatan lalu koalisi ini pecah. NU lalu membentuk partai sendiri. Pernah pula dirintis koalisi "Poros tengah" yang dimotori Amin Rais, Gus Dur dan Akbar Tanjung, dengan maksud untuk menghijaukan pemerintahan Indonesia, dengan menempatkan Abdurahman Wahid (GUS DUR) menjadi Presiden, Amin rais menjadi Ketua MPR, Akbar Tanjung sebagai ketua DPR. Cuma masa bulan madu ini akhirnya berakhir juga ketika gaya pemerintahan Gus Dur dianggap kurang cocok untuk sebuah pemerintahan yang dibangun berdasarkan koalisi, lalu Gus Dur akhirnya dijatuhkan pula. Trauma politik ini masih membekas sampai sekarang terutama bagi kalangan umat nahdiyin yang diwakili PKB, sehingga keinginan untuk membentuk koalisi antara partai yang berazas islam dan berbasis masa islam itu menjadi sulit terwujud.

Melalui TV One, ketua Fraksi Partai Kebangkitan bangsa, mempertanyakan apakah masih relevan kita membicarakan dan mendikotomikan antara partai Islam dan partai Non islam ?. Bagi dia siapa saja yang mengaku islam dan menjadi pemimpin partai lalu mereka mampu menjalankan pemerintahan sesuai dengan amanah Qur'an yaitu membangun pemerintahan yang adil, pemerintahan yang membangun kesejahteraan rakyatnya maka wajib di dukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Megawati itu islam, Djokowi itu islam, Prabowo Subianto itu islam, Wiranto, Abu Rizak bakri, Hatta Radjasa, Muhaimin iskandar termasuk Anis matta itu semuanya islam sehingga menjadi tidak relevan kita membicarakan partai Islam dan partai Non islam atau partai Nasionalis itu.
Orang Islam yang hebat itu menurutnya adalah seorang nasionalis sejati yang berkorban untuk negaranya, beliau lalu menggunakan istilah islam substantif harus menjadi ideologi semua partai Islam atau partai berbasis masa islam untuk membangun negara ini, bukan sekedar islam formalistik yang harus diusung oleh semua elemen partai politik islam negeri ini. Sehingga ketika kita menerima Indonesia sebagai negara kebangsaan maka disanalah berakhirnya pembicaraan kita tentang partai islam dan partai non islam. karena pada dasarnya partai yang berazas islam itu hanya tinggal PPP dan Bulan Bintang. PAN. PKB dari awal berdirinya berazaskan Pancasila dan kebangsaan. dan terakhir PKS juga sudah merubah azasnya menjadi partai yang terbuka.

Walaupun beberapa tokoh partai politik islam seperti Hidayat Nurwahid tetap berpandangan bahwa membangun koalisi diantara partai berbasis masa Islam itu penting untuk memperjuangkan kepentingan umat islam. Namun kita juga tidak boleh menafikan bahwa dalam sejarahnya koalisi partai Islam itu selalu pecah karena masalah rebutan jabatan. dan disisi lain kalau mau dibentuk "Poros tengah" jilid dua maka tidak akan efektif. Poros tengah jilid satu itu efektif karena semua jabatan politik, yaitu Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR dan ketua MPR dapat didisain melalui DPR dan MPR, tapi sekarang semua jabatan politik itu dipilih melalui pemilihan umum sehingga tidak ada jaminan bahwa jika dibangun koalisi "Poros Tengah" jilid dua akan efektif memnghijaukan politik Indononesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata