Oleh Dedi Hariadi
Setiap manusia tentu
pernah mengalami konflik, baik itu berat maupun ringan. Masing-masing dari kita
memiliki gaya tersendiri dalam menghadapi konflik. Memahami gaya penyelesaian
konflik diri sendiri dan orang lain sangatlah penting. Bagi diri sendiri, hal
ini bisa menjadi bahan evaluasi agar kedepannya lebih baik lagi. Sedang dengan
memahami gaya penyelesaian konflik orang lain, kita bisa mengetahui kapan momen
yang tepat untuk membahas permasalahan bersama dan pendekatan apa yang harus
digunakan, sehingga konflik yang terjadi tidak melebar dan dapat diselesaikan
dengan baik.
Konflik merupakan
kondisi terjadinya ketidakcocokkan antar nilai atau tujuan-tujuan yang hendak
dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan
orang lain (Kilman & Thomas, dalam Wijono, 1993).
Tidak dapat dipungkiri,
bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda-beda dalam
hidupnya. Melihat persoalan dengan perspektif yang beragam juga akan sulit
dielakkan. Oleh karenanya, wajar apabila terjadi konflik atau benturan
kebutuhan dan kepentingan antara individu yang satu dengan yang lain. Kenyataan
menunjukkan bahwa semakin sering berinteraksi, semakin besar kemungkinan
terjadinya konflik interpersonal ini (Muryantinah dkk, 2008).
Pendekatan Penyelesaian Konflik
Dua pendekatan
penyelesaian konflik yaitu, pendekatan yang konstruktif dan pendekatan yang
destruktif. Dalam pendekatan penyelesaian konflik yang konstruktif, lebih
menekankan pada persoalan yang dihadapi saat ini (bukan persoalan yang telah
lalu), sharing perasaan (positif maupun negatif), berbagi informasi secara
terbuka, mengakui kesalahan, dan mencari kesamaan dalam keberbedaan.
Sementara penyelesaian
konflik yang destruktif lebih banyak mengangkat persoalan yang telah lalu,
hanya mengungkap ekspresi emosi negatif, mengungkap informasi-informasi
tertentu saja, berfokus pada orang (bukan permasalahan), dan lebih menonjolkan
perbedaan.
Gaya
Penyelesaian Konflik
Competition
|
Avoiding
|
Compromise
|
Collaboration
|
Accomodation
|
Concern
for Other
|
Concern
for Sel f
|
Ada
beberapa model resolusi konflik. Model ini dikembangkan dengan pemikiran bahwa
terdapat aspek yang menjadi fokus perhatian saat individu mengusahakan
tujuannya, yaitu: perhatian pada diri sendiri dan orang lain. Perhatian pada
diri sendiri diukur dengan sejauh mana tingkat asertivitas atau agresivitas
seseorang. Perhatian terhadap orang lain ditekankan kepada tingginya kerjasama.
Model resolusi konflik ini mengidentifikasi 5 gaya resolusi konflik, yaitu: competitive
style, collaborative style, compromise style, avoidance style, dan accommodating
style (Galvin, dkk, 2004).
Competitive Style
Pada gaya kompetitif,
individu cenderung agresif dan sulit untuk bekerjasama; menggunakan kekuasaan
untuk melakukan konfrontasi secara langsung; dan berusaha untuk menang tanpa
ada keinginan untuk menyesuaikan tujuan dan keinginannya dengan orang lain.
Gaya ini tidak kondusif untuk mengembangkan intimacy. Seperti yang
digambarkan pada grafik, gaya kompetitif lebih memperhatikan diri sendiri
daripada orang lain.
Collaboration Style
Individu dengan collaborative
style memiliki sikap asertif dan perhatian terhadap orang lain. Mungkin ia
akan kelelahan karena gaya ini membutuhkan energi yang sangat besar untuk
menyelesaikan konflik. Persoalan lainnya, biasanya gaya ini dilakukan oleh
seseorang yang powerfull dan kadangkala menggunakan kekuasaannya untuk
memanipulasi orang lain.
Orang dengan collaborative
style bersedia menghabiskan waktu banyak untuk menyelesaikan konflik dengan
tuntas. Ia mampu memperhatikan orang lain sekaligus diri sendiri. Ia akan
mengungkapkan apa yang ada dipikirannya dan bersedia mendengarkan pikiran orang
lain. Wajar saja jika gaya ini menghabiskan energi yang sangat besar. Biasanya
gaya ini sangat diperlukan untuk menyelesaikan konflik yang sangat sulit dan
kompleks.
Compromise Style
Gaya kompromi lebih
terbuka dibandingkan dengan avoidance, tetapi masalah yang terungkap tidak
sebanyak gaya collaborative. Yang membedakan antara compromise style
dengan collaborative style adalah waktu. Waktu yang dibutuhkan compromise
style untuk menyelesaikan konflik lebih sedikit, namun solusi yang
dihasilkan bisa jadi bukan solusi yang terbaik untuk semua pihak
Avoidance Style
Ciri utama gaya ini
adalah perilaku yang tidak asertif dan pasif. Biasanya mereka mengalihkan
perhatian dari konflik atau justru menghindari konflik. Kelebihan dari gaya ini
adalah memberikan waktu untuk berfikir pada masing-masing pihak, apakah ada
kemauan dari diri atau pihak lain untuk menangani situasi dengan cara yang
lebih baik. Kelemahan dari gaya ini adalah individu menjadi tidak peduli dengan
permasalahan dan cederung untuk melihat konflik sebagai sesuatu yang buruk dan
harus dihindari dengan cara apa pun. Gaya ini biasanya justru mengarahkan pada
konflik yang lebih parah.
Orang dengan gaya avoidance
style biasanya akan mengalihkan pembicaraan ketika mulai membahas konflik yang
dihadapi. Apa pun caranya dia akan berusaha untuk terus menghindar. Dia tidak
peduli dengan orang lain namun juga tidak mau mengungkapkan keinginannya (nahan
uneg-uneg di hati), intinya ia mencoba menghindari konflik dan menganggap
konflik itu tidak ada.
Accommodating Style
Ditandai dengan
perilaku non asertif namun kooperatif. Individu cenderung mengesampingkan
keinginan pribadi dan berusaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan orang
lain. Orang dengan gaya accommodating style biasanya akan berbicara seperti ini
“ya sudah terserah kamu, aku ikut aja”.
Referensi:
Muryantinah dkk. 2008. Psikologi
Keluarga. UP3 Universitas Airlangga: Surabaya. Bahan ajar Psikologi
Keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata