17 Mar 2014

Hakekat Ikhlas dan implementasinya dalam kehidupan

PEMBAHASAN
A.    Hakikat Ikhlas
1.    Pengertian Ikhlas
Ikhlas artinya membersihkan maksud dan motivasi bertaqarrub kepada Allah dari berbagai maksud dan niat yang lain. Ikhlas merupakan hal yan sangat prinsip dalam ibadat. Ikhlas adalah tindakan dan perbuatan murni yang tidak dicampuri oleh perkara-perkara lain. Sayid Muhammad Ibnu Alwy Ibnu Abbas Al-Maliki Al-Makky Al-Hasani dalam kitabnya “Qul Hadzihi Sabili” memasukkan ikhlas sebagai Al-Manjiyat yaitu sesuatu yang dapat memeberi keselamatan kepada siapa saja yang mengamalakan nya.

Seorang Sufi membersihkan amal perbuatan nya dari pada ujub, riya’, hub al-dunya, hasad, takabbur dan sebagainya dengan mengerjakan amal sholeh semata-mata karena Allah maka dia disebut sebagai mukhlis (beramal dengan penuh keikhlasan) dan perbuatan nya itu adalah ikhlas.1
Dikisahkan oleh Umamah ra, adaa seorang laki-laki yang dating menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan tujuan akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaan nya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apa-apa!” Kemudian Beliau SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan ridha-Nya.”(HR. Abu Daud dan Nasa’i).2
Dari keterangan tersebut menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun amalan itu sangat kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun amalan itu sangat besar menurut syariat.

Berjihad merupakan amalan yang sangat besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar pula, baik harta maupun tenaga, bahkan bias mempertaruhkan nyawa. Tetapi jika niatnya selain ikhlas karena menjalankan perintah Allah maka yang di dapat bukan lah keridhaan Allah SWT melainkan kehinaan dan kesengsaraan di akhirat.
Jadi ikhlas merupakan Sesutu hal yang bersifat batiniyah dan teruji kemurnian nya dalam amalan sholeh. Ia merupakan perasaan halus yang tidak dapat diketahui oleh siapapun. Amal perbuatan adalah bentuk-bentuk lahiriyah yang boleh dilihat, sedangkan roh amal perbuatan itu adalah rahasia, yakni keikhlasan.
2.    Kedudukan Ikhlas
Ikhlas merupakan buah dan intisari iman. Seseorang tidak dianggap beragama dengan benar jikan tidak disertai keikhlasan. Hal ini termaktub dalam firman Allah swt. Dalam QS. Al-An’am(6) : 162 dan Al-Bayyinah(98) : 5. Kedua ayat tersebut diperlengkao dengan sabda Rasulullah saw, “Ikhlaslah dalam beragama, cukup bagimu amal yang sedikit.”3
Dalam hadits lain nya, juga dijelaskan bahwa Abu Hurairah Ra. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah swt berfirman, “Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang di dalamnya menyekutukan Allah swt dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim).4
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sutau ketaatan jika dilakukan dengan tidak ikhlas dan jujur terhadap Allah swt, maka amalan itu tidak ada nilai nya dan tidak mendapatkan pahala. Bahkan, yang lebih ironis, pelakunya akan mendapatkan ancaman Allah swt yang sangat besar.
    Hal tersebut selaras dengan sabda Rasulullah saw, “ Orang pertama yang akan di adili pada hari kiamat kelak adalah orang yang mati syahid dalam peperangan, namun niatnya dalam berperang tersebut adalah agar disebut pemberani. Maka, ia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan dimasukkan ke neraka. Setelah itu, orang yang diadili ialah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu sekaligus mempelajari Al-Quran, tetapi niatnya supaya disebut orang yang pandai, ahli ilmu, qari’, alim, intelektual, dan lain-lain. 

Maka, ia juga memperoleh balasan yang setimpal dan dimasukkan ke neraka. Kemudian orang yang diadili adalah orang yang diberi keluasan rezeki dan harta, lalu ia berinfaq dengan harta tersebut. Akan tetapi, tujuan nya agar disebut orang yang dermawan. Maka, ia akan mendapatkan balasan yang serupa dan di masukkan ke neraka. Ketiga orang itu bernasib sama, yakni dimasukkan ke neraka hanya karena niat dan tujuan yang keliru.”5
Perlu di pahami, ikhlas tidak menghalangi seseorang yang ingin melakukan aktivitas apa pun (sesuai tuntunan syariat). Misalnya, dalam hal menuntut ilmu. Dalam Al-quran pun sangat dianjurkan agar kita menuntut ilmu setinggi mungkin. Meskipun begitu, jangan sampai kita belajar ilmu pengetahuan tersebut semata-mata supaya orang lain menganggap kita sebagai orang yang pandai, ulama, intelektual dan lain-lain.
Demikian halnya dalam mencari rezeki. Allah swt. Tidak melarang, bahkan menganjurkan kita untuk bekerja agar mendpatkan bekal hidup, asalkan yang dicari adalah rezeki yang baik dan halal. Namun, jangan sampai rezeki atau gaji yang menjadi orientasi dan tujuan utama dalam meraih rezeki. Semestinya, yang menjadi tujuan utama nya adalah Allah swt.
Kita harus memahami bahwa perbuatan yang dibarengi dengan keikhlasan akan senantiasa menjadikan Allah swt dan keridhaan-Nya sebagai tujuan dan orientasi dari setiap amal dan aktivitas.
3.    Tingkatan Ikhlas
1.    Ikhlasnya seseorang untuk meraih kebahagiaan duniawi. Dia beramal atau beribadah dengan harapan Allah swt memeberikan kekayaan di dunia. Seperti orang memperbanyak membaca surat Al-waqiah agar Allah swt memberinya rezeki. Maka ketika berdoa, ia berharap keinginan duniawi semata. Ini adalah tingkatan ikhlas yang paling rendah. Namun demikian, ini masih lebih baik karena seseorang hanya meminta kepada Allah saja, dan tidak meminta kepada selain-Nya.6
2.    Ikhlasul ‘Aabidin. Yakni ikhlasnya orang yang ahli ibadah. Dalam menjalankan ibadah, mereka memang benar sudah ikhlas. Akan tetapi disamping mereka ikhlas juga masih disertai pamrih atau keinginan-keinginan, diikuti atau di dorong oleh keinginan-keinginan tersebut. Seperti ingin surge, takut neraka, ingin bahagia dunia akhirat dan lain sebagainya.
3.    Ikhlasul Muhabbin. Yakni ikhlasnya orang-orang yang mencintai Allah, mereka beramal semata-mata karena Allah swt. Mengagugkan, memuliakan dan menghormati Allah swt, karena memang pantas dihormati dan di agungkan. Mereka beribadah sudah tidak di dorong lagi oleh keinginan-keinginan atau pamrih pribadinya, baik itu masalah dunia ataupun akhirat.
4.    Ikhlasul Arifin. Yakni ikhlasnya orang –orang yang sabar dan makrifat pada Allah swt. Mereka mengetahui, menyadari, dan merasakn bahwa gerak diam mereka semata-mata karena Allah swt. Mereka sama sekali tidak merasa bahwa dirinya mempunyai kemampuan ataupun kekuatan apapun. Mereka tidak beramal, beribadah atau berbuat melainkan dengan Allah swt dan atas pertolongan nya. Tidak dengan daya dan kekuatan dirinya.
Tingkatan ikhlas ini lebih tinggi daripada dua tingkatan ikhlas sebelumnya. Mereka beribadah tidak karena menengok pahala atau ingin surge atau takut neraka atau yang lain nya. Benar-benar sudah ikhlas lillahi taala, tanpa pamrih atau keinginan atau sesuatu apapun. Inilahtigkatan ikhlas yang paling tinggi.7

B.    Implementasi Ikhlas dalam Kehidupan sehari-hari8
1.    Ikhlas Menasehati
•    Tujuan menasehati hanya untuk menegembalikan hamba kepada Allah swt.
•    Harapan menasehati hanya menginginkan balasan ridha Allah swt semata.
•    Nasehat yang ikhlas, walau hanya satu dua kata, maka akan berpengaruh besar pada jiwa.

2.    Ikhlas Menuntut Ilmu
•    “Barang siapa menuntut ilmu yang semestinya digunakan untuk mencari ridha Alah swt, tetapi dia tidak mempelajarinya kecuali untuk meraih harta dari dunia, maka ia tidak akan mencium bau surge di akhirat.” (HR. Abu Daud)
•    Jangan semata-mata mencari dunia. Siapapun yang ingin berjuang bersama, carilah ridha Allah swt dan bersatulah dalam perjuangan.
3.    Ikhlas dalam Berdoa
•    “Berdoalah kepada Allah swt dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, Sesungghnya Allah swt tidak mengabulkan doa orang yang qalbunya lali dan lena dari Allah swt. (HR. Tirmidzi dan Hakim)
•    Jangan ada sedikitpun keraguan saat berdoa
•    Mintalah pada Allah swt yang Allah swt sukai, jangan meminta yang kamu sukai, karena akan membuat kamu celaka.
4.    Ikhlas dalam Bekerja
•    Berangkat dengan niat mengharap rezeki Allah swt semata.
•    Tidak bekerja ditempat dan cara kerja yang haram
•    Hasilnya merasa cukup dengan penghasilan dengan pemberian Allah swt saja dan dilarang tergoda dengan penghasilan yang haram.
•    Kerjakan apa yang menjadi tugas kita, jangan banyak menuntut Allah swt.
5.    Ikhlas dalam Berjuang dan Beribadah
“Barang siapa yang berjuang demi tegaknya kalimat Allah swt (Laa Illaha Illallah) berarti dia sedang dalam jalan Allah swt (fi sabilillah).”
6.    Ikhlas dalam Ghirah
Ghirah ialah kecemburuan yang tibul dari dalam hati.

C.    Kisah Teladan
Keikhlasan Rasulullah SAW
    Rasulullah saw adalah penutup dari para nabi dan rasul Hidupnya selalu bersahaja. Rumah tangganya pun sangat harmonis, jauh dari ketergantungan terhadap materi yang bersifat duniawi. Dan, hidupnya hanya bergantung pada Allah swt.
    Suatu ketika, Rasulullah saw pulang kerumahnya. Setelah tiba di rumahnya, ternyata tidak ada makanan sedikitpun. Lalu, beliau bertanya kepada istri tercintanya, Siti Aisyah, “Wahai istriku, apakah ada makanan di rumah ini? “Sang istri pun menjawab dengan jujur, “Wahai Rasulullah, pada pagi hari ini, tidak ada makanan.” Rasulullah pun berkata lagi, “Kalau begitu, aku akan berpuasa pada hari ini.”
    Sungguh luar biasa hati Rasulullah saw dalam hubungan keluarga, beliau tidak pernah merepotkan sang istri dan tidak pula membebani istrinya dalam urusan pribadinya. Bahkan, uniknya, jika berada di rumah, beliau tidak segan-segan membantu meyelesaikan keperluan rumah tangganya.
    Selain itu, Rasulullah saw sangat penyayang terhadap istrinya. Beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang menyakiti istrinya maupun memerintah seenaknya saja.
    Dikisahkan pula bahwa saking mulianya hati Rasulullah saw, sehingga saat diuji dengan hinaan dan difitnah oleh orang lain, beliau tetap sabar dan ikhlas. Sebagai contoh, Rasulullah saw tetap menyantuni pengemis dan selalu memberinya makanan meskipun beliau seantiasa dihina dan difitnah olehnya. Akhirnya, berka sifat mulia yang ditunjukkan oleh beliau itulah, pengemis tersebut masuk islam.
    Itulah kisah keikhlasan Rasulullah saw, beliau tidak pernah membenci orang yang menghina dan memfitnahnya.9









Daftar Pustaka
1.    Mengenal Allah : Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani, (Pustaka Bulan Bintang, Jakarta).
2.    Islam Doktrin dan peradaban, (Pustaka Paramadina, Jakarta :1992).
3.    Tips Jitu Menguasai Ilmu Ikhlas (Laksana, Yogyakarta :2011).
4.    Ilmu Ikhlas Mudah Diucapkan Tak Mudah Dijalankan (Al Barokah, Yogyakarta : 2013).
5.    www.aisya-avicenna.com/implementasi-ikhlas.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita membaca dengan hati plus mata