Oleh M. Feri Firmansyah S. PdI[1]
Bersama sahabat-sahabatku |
Abstrak
Secara
umum Pendidikan Karakter bertujuan membentuk peserta didik yang cerdas dan
berakhlak. Sehingga tidak heran jika isu ini baik itu konsep, wacana ataupun
implementasinya sangat diperlukan dalam pendidikan terlebih lagi pada
Pendidikan Indonesia. Namun dibalik
merebaknya konsep Pendidikan Karakter sebenarnya memiliki kesamaan dengan
Pendidikan Akhlak yakni yang bermuara pada tiga pondasi utama, antara lain;
Nilai fikr (ilmiah), Nilai dzikr
(spiritual) dan Nilai Akhlak.
Kata
Kunci: Pendidikan Karakter, Pendidikan Akhlak, Nilai fikr (ilmiah),
Nilai dzikr (Spritual) dan Nilai Akhlak.
PENDAHULUAN
Mengkaji
tentang pendidikan karakter merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam
pendidikan. Karena subtansi dari pendidikan karakter itu dapat membuat out
put dari pendidikan itu menjadi lebih berkarakter atau dengan kata lain
mempunyai identitas yang bisa dijadikan tauladan.
Pendidikan
Karakter bukanlah sebuah topik baru dalam dunia pendidikan. Pada kenyataannya,
pendidikan karakter (moral) ternyata sudah seumur pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini, pada
dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda
untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berakhlak (berbudi). (Thomas Lickona.
2012: 7).
Tujuan
inilah yang menjadikan pendidikan karakter menjadi wacana yang berkembang kian
pesat di Indonesia sehingga tidak heran jika isu ini baik itu konsep, wacana
ataupun implementasinya sangat diperlukan dalam pendidikan terlebih lagi pada
Pendidikan Indonesia. Hal ini dikarenakan degradasi moral yang menimpa generasi
muda bahkan anak-anak yang belum dewasapun terpengaruh, seperti seks bebas, penyalahgunaan
narkoba, tindak kriminal dan banyaknya beredar video porno baik di kalangan
pelajar maupun di kalangan khalyak umum.
Menurut
Thomas Lickona dalam bukunya yang berjudul Educating for Character: How Our
School Can Teach Respect and Responsibility bahwa salah penyebab degradasi
moral pada generasi muda yakni berkembangnya tren anak muda yang sudah menjadi
panutan, antara lain; kekerasan dan tindakan anarkis, pencurian, tindakan
curang, pengabaian terhadap aturan yang berlaku, tawuran antarsiswa,
ketidaktoleran, penggunaan bahasa yang tidak baik, kematangan seksual yang
terlalu dini beserta penyimpangannya dan sikap perusakan diri (Thomas Lickona.
2012: 20).
Berdasarkan
opini Thomas Lickona dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter itu ada
kesamaan pengertian dengan pendidikan akhlak (Budi Pekerti) cuma yang menjadi
pembedanya cuma istilahnya dan penempatannya saja. Kalau Pendidikan Karakter
lebih sering digunakan pada pendidikan umum sedangkan Pendidikan Akhlak (Budi
Pekerti) sering digunakan pada Pendidikan Islam. Untuk itu, penulis akan membahas
tentang pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan Islam dengan judul Tiga
Pondasi Utama Pendidikan Karakter.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Berbicara
soal karakter, maka perlu disimak apa yang ada dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan: “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa…”
Dalam UU ini secara jelas ada kata “karakter” kendati tidak ada penjelasan
lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan dengan karakter, sehingga menimbulkan
berbagai tafsir tentang maksud dari kata tersebut.
Ungkapan karakter mengandung multitafsir,
sebab ungkapan ini pernah diungkapkan oleh Bung Karno maksudnya adalah watak
bangsa harus dibangun, tetapi ketika diucapkan oleh Ki Hajar Dewantara, ungkapan
itu bermakna pendidikan watak untuk para siswa, yang meliputi “cipta”, “rasa”
dan “karsa”. (Sutarjo Adisusilo. 2012: 76). Jadi Watak itu merupakan sebuat
stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada seseorang. Watak sebagai sifat
seseorang yang dapat dibentuk, artinya watak seseorang dapat berubah kendati
watak mengandung unsur bawaan (potensi internal), yang setiap orang dapat
berbeda. Namun, watak sangat dipengaruhi oleh factor eksternal, yaitu keluarga,
sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan dan lain-lain. (S.M. Dumadi, 1995:
11).
Ahli
Pendidikan Nilai Darmiyati Zuchdi (2008: 39) memaknai watak (karakter) sebagai
seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan,
kebijakan dan kematangan moral seseorang. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan
pendidikan watak adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu,
nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik
menumbuhkan rasa hormat, tanggung jawab, rasa kasihan, displin, loyalitas,
keberanian, toleransi, keterbukaan, etos kerja dan kecintaan kepada Tuhan dalam
diri seseorang. Dilihat dari tujuan pendidikan watak, yaitu penanaman
seperangkat nilai-nilai maka pendidikan watak dan pendidikan nilai pada
dasarnya sama. Jadi pendidikan watak pada dasarnya adalah pendidikan nilai,
yaitu penanaman nilai-nilai agar menjadi sifat pada diri seseorang dan
karenanya mewarnai kepribadian atau watak seseorang.
Karakter
menjadi identitas, menjadi ciri, menjadi sifat yang tetap, yang mengatasi
pengalaman kontingen yang selalu berubah. Jadi karakter adalah seperangkat
nilai yang telah menjadi kebiasaan hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam
diri seseorang, misalnya kerja keras, pantang menyerah, jujur, sederhana, dan
lain-lain. Dengan karakter itulah kualitas seorang pribadi diukur. Sedangkan
tujuan pendidikan karakter adalah terwujudnya kesatuan esensial si subjek
dengan perilaku dan sikap/nilai hidup yang dimilikinya. Jadi, pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan pendidikan nilai pada diri seseorang.
Kesimpulannya
watak atau karakter itu sangat penting, karena kesuksesan hidup seseorang tidak
ditentukan semata-mata pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill)
yang diperoleh lewat pendidikan, tetapi lebih kemampuan mengelola diri yang di
dalamnya termasuk karakter dan orang lain (soft skill). Penelitian
mengungkapkan, bahwa kesuksesan seseorang ditentukan sekitar 20 % oleh hard
skill dan sisanya 80 %. Bahkan orang-orang yang tersukses di dunia bisa
berhasil karena lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari
pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter
peserta didik sangat penting untuk dikembangkan (Sutarjo Adisusilo, J.R .2012:
78).
B.
Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam
Membahas pendidikan Islam merupakan sesuatu yang
sangat kompleks, karena di dalamnya banyak terdapat hal yang perlu dipelajari
seperti, hakikat, tujuan, makna dan lain sebagainya. Pendidikan Islam itu
sendiri merupakan pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan jasmani dan
rohani (Abuddin Nata, 2011: 333). Selain itu, menurut Abuddin Nata (2011) juga
pendidikan Islam adalah membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang
dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ini juga senada dengan pendapat dari
Tobroni (2008), pendidikan Islam adalah usaha sadar atau bersahaja dengan
bantuan orang lain (pendidik) atau secara mandiri sebagai upaya pembinaan dan
pemberdayaan atas segala potensi yang dimiliki (jasmani dan rohani) agar dapat
menciptakan kehidupan fungsional dan bernilai bagi diri dan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat dari para pakar pendidikan
Islam, maka menurut penulis pendidikan Islam itu adalah upaya pembinaan,
penyadaran yang mencakupi perkembangan aspek rohaniah dan jasmniah peserta didik
dengan berlandaskan pada sumber ajaran Islam, al-Quran dan al-Hadist. Seperti
yang dilakukan oleh Luqman kepada anaknya, yakni memperhatikan perkembangan
rohaniah anaknya. Dan ini telah difirmankan oleh Allah “Dan ingatlah ketika
Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai
anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13)
Kata ya’
izhuhu terambil dari kata wa’zh
yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati. Ada
juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan
larangan. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran
tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan yakni tidak membentak, tetapi
penuh kasih sayang. Sebagaimana dipahami dari panggilan mesra kepada anak. Kata
ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat,
sebagaimana dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan masa mendatang pada
kata ya’zhuhu.
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelajaran pertama yang diberikan oleh Luqman kepada anaknya adalah tauhid,
aqidah, akhlak dan amal. Di sini titik tekannya adalah bagaimana pendidikan itu
sangat mengutamakan ilmu atau dengan kata lain, kalau mendidik itu harus dengan
ilmu. Karena apabila keempat pelajaran itu diberikan kepada peserta didik maka
sudah tentu peserta didik akan menjadi manusia yang rahmatan lil ‘alamin dan pendidikan Islam berusaha mengkontekskan
keprihatinan iman atau panggilan hidup berdasarkan perintah keagamaan dengan
masalah-masalah pendidikan. Karena pendidikan Islam itu menurut penulis
merupakan pondasi pendidikan karena pendidikan Islam menawarkan pendidikan
karakter (akhlak) yang banyak disoroti dalam dunia pendidikan hingga akhir
zaman kelak.
Penulis berpendapat bahwa pendidikan Islam itu
terdapat nilai-nilai karakter karena dalam kurikulum pendidikan Islam itu
menawarkan nilai fikr (Ilmiah), nilai
dzikr (spiritual), dan nilai akhlak
(karakter/implementasi dari kedua nilai di atas). Sehingga tidak heran jika
pendidikan Islam itu menjadi patokan bahkan menjadi acuan keberhasilan
pendidikan secara umumnya dalam mencetak out
put yang sukses dunia dan akhirat. Tidak hanya itu pendidikan Islam dalam
mencetak generasinya mengharuskan pendidik harus mendidik dengan ilmu dan
kebijaksanaan atau hikmah.
Selanjutnya realisasi pendidikan karakter tersebut
juga harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan yaitu, rumah
tangga, sekolah dan masyarakat (negara). Pendidikan rumah tangga adalah
pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dan anggota keluarga terdekat lainnya
dengan dasar tanggung jawab moral keagamaan, yakni menganggap bahwa anak
sebagai titipan dan amanah dari Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan. Apabila
pendidikan rumah tangga dan sekolah sebagai pilar utama pendidikan sudah tidak
efektif lagi, bahkan sudah hancur, maka pemerintah dan masyarakat harus
bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter (Abuddin Nata. 2012: 154).
C.
Telaah
Pondasi Pendidikan Karakter (Akhlak) dalam Surat Luqman Ayat 13
Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa pendidikan
Islam itu pada dasarnya adalah mencerdaskan peserta didiknya, artinya
memperhatikan tumbuh kembang peserta didik baik jasmani maupun rohani. Berikut
ini hakikat Pendidikan Karakter (Akhlak) yang terdapat dalam surat Luqman ayat
13 antara lain;
1)
Nilai fikr (ilmiah),
Dalam ayat ini titik tekannya adalah Luqman untuk
berfikir ilmiah yakni dengan tidak menyukutukan Allah SWT. Islam adalah ilmu
dan al-Quran adalah ilmu. Karena hanya orang-orang yang berilmu yang dapat
memahami Islam dan mengamalkan ajarannya. Di sini pendidikan Islam lebih
mengarah pada aspek kognitifnya, seperti pengajaran tauhid. Muhammad Rasyid
Ridha mengartikan ta’lim adalah
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa dan individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu.
Islam telah meletakkan konsep yang benar bagi akal,
agar hal tersebut dipergunakan untuk merenungkan dan memikirkan tanda-tanda
kebesaran Allah, serta menghayati berbagai hikmah yang tersirat di dalamnya,
dengan penghayatan yang mendalam dan seksama. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung
jawabannyanya.” (QS. Al-Israa’ [17]: 36). Islam benar-benar telah
mengarahkan akal manusia agar lebih terbuka terhadap fenomena-fenomena
perkembangan di dalam komunitas masyarakat yang lain. Lebih dari itu, Islam
juga telah mendorong manusia agar mampu menggunakan kekuatan akalnya dalam
memikirkan dan merenungkan fenomena tersebut, serta mengkaji secara mendalam
unsur-unsur dan akibat-akibat yang dihasilkan. Tidak hanya itu, Islam juga
telah mengarahkan akal manusia untuk memberdayakan kekuatan materi yang ada di
alam semesta, khususnya yang terdapat di muka bumi untuk kepentingan manusia.
2)
Nilai dzikr (spiritual)
Maksud dari nilai-nilai spiritual di sini adalah
nilai-nilai rohani dan prinsip-prinsip moral dalam batin seseorang yang memberi
warna pada pandangan dunia, etos dan tingkah laku seseorang. Pendidikan Islam
harus memberikan nilai-nilai spiritual yang islami, yang kondusif dan
fungsional bagi pembentukan pandangan dunia anak didik.
Islam benar-benar memperhatikan pendidikan rohani
(spiritual) yang dianggap sebagai jalan mengenal Allah SWT. Adapun jalan yang
digambarkan Islam adalah segala hal yang berupa ibadah. Yang dimaksud ibadah di
sini bukan hanya sekedar ibadah dalam artian gerakan lahiriah saja, akan tetapi
ibadah yang dilakukan dengna penuh penghayatan, sehingga dapat mempengaruhi dan
membentuk perilaku lahir manusia dalam kehidupannya. Maka ibadah di sini harus
berdasarkan pada prinsip yang mewujudkan ikatan yang kuat antara ruh manusia
dengan Allah SWT, dan tentu saja semua itu sangat berkaitan dengan
ajaran-ajaran Islam dalam berperilaku, bekerja, berfikir dan merasa. Sebab, unsur-unsur
inilah yang pada akhirnya dapat mendorong hati manusia untuk kembali kepada
Allah, setiap saat. Inilah jaminan Islam bagi seorang muslim dalam menjalin
hubungan dengan Sang Pencipta (Fuhaim Mustafa. 2004: 29).
3)
Nilai Akhlak
Nilai akhlak lazimnya sering disamakan dengan
pendidikan sopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, moral dan etika.
Sedangkan menurut penulis nilai akhlak merupakan bentuk pengamalan atau
impelementasi dari nilai dzikr dan
nilai fikr. Hal ini senada dengan
firman Allah SWT dalam Surat Luqman ayat 17-19 “Wahai anakku! Laksanakanlah
shalat dan suruhlah manusia berbuat makruf dan mencegah mereka dari yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan
sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, Sesungguhnya seburuk-buruknya
suara ialah suara Keledai”.
Dari ayat di atas bahwa titik tekannya adalah nilai
akhlak, menjadi fokus utama dalam pendidikan Islam karena nilai akhlak itu
sangat fundamental untuk mencetak generasi atau out put dari pendidikan
Islam itu sendiri. Dan ini senada dengan firman Allah SWT “Dan tidaklah aku
mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam (Q.S. 21:
107)”. Selain itu, ada juga teks hadist yang sangat populer bagi umat Islam
yakni sesungguhnya aku tidak diutus oleh Allah melainkan untuk memperbaiki
akhlak manusia. Artinya nilai akhlak itu mendapat porsi lebih dalam pendidikan
Islam. Jadi kesimpulan akhir dari artikel ini adalah hakikat dari pendidikan
Islam ialah pendidikan Islam itu terdapat nilai-nilai yang sangat penting,
antara lain; nilai dzikr, fikr dan
akhlak yang dapat membentuk karakter dari peserta didik itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Beberapa
hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini, antara lain:
1.
Pendidikan
karakter bukan topik baru dalam dunia pendidikan
2.
Pendidikan
karakter sangat urgen dalam dunia pendidikan karena isi dan tujuannya dapat
mencetak out put yang cerdas dan berakhlak
3.
Pendidikan
Karakter memiliki kesamaan konsep dengan Pendidikan Islam yakni pada istilah
Pendidikan Akhlak (Budi Pekerti). Kalau Pendidikan Karakter lebih sering
digunakan pada pendidikan umum sedangkan Pendidikan Akhlak (Budi Pekerti)
sering digunakan pada Pendidikan Islam.
4.
Pendidikan
Karakter (Akhlak) memiliki tiga pondasi utama antara lain: Nilai fikr (ilmiah), Nilai dzikr (spiritual) dan Nilai
Akhlak.
5.
Realisasi
pendidikan karakter (akhlak) tersebut juga harus ditopang oleh tiga pilar utama
lembaga pendidikan yaitu, rumah tangga, sekolah dan masyarakat (negara).
Saran
Paling tidak ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh para pendidik ataupun peserta didik:
1.
Karakter seorang
peserta didik akan terealisasikan apabila ada kerjasama antara keluarga,
sekolah dan masyarakat (negara).
2.
Dalam mendidik
peserta didik harus berlandaskan pada tiga pondasi ini, yakni Nilai fikr (ilmiah), Nilai dzikr (spiritual) dan Nilai
Akhlak.
3.
Yang pertama
harus ditanamkan pada peserta didik yakni nilai fikr (ilmiah), yakni
bertauhid kepada Allah.
Daftar Pustaka
Al-Quran
dan Terjemah. Depok: PT. Sabiq
Adisusilo,
J. R, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter; Kontruktivisme dan VCT
sebagai Inovasi Pendidikan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Lickona,
Thomas. 2012. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility, Terj. Suryani. Jakarta: Bumi Aksara.
Musthafa,
Fuhaim. 2003. Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Ter. Abdillah Obid dan
Yessi HM. Basyaruddin, LC. Jakarta: Mustaqiim.
Tobroni.
2008. Pendidikan Islam; Paragdigma
Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM Press
__.
2010. Rekonstruksi Pendidikan Agama untuk
Membangun Etika Sosial dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: UMM
Press
Nata,
Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: Rajwali Pers
____.
2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam; Isu-Isu Kontemporer tentang
Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Mujib,
Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Zuchdi,
Darmayati. 2008. Humaniasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
[1]
Alumni Fakultas
Agama Islam/ jurusan Tarbiyah, pengelolah blog www.ferigramesa.blogspot.com,
yakni sebuah blog yang bertemakan pendidikan (Warung Pendidikan). Subtansi dari blog ini antara
lain; sastra (puisi, novel, cerpen dan pantun), Pendidikan, Kajian Rohani,
Motivasi, Pemikiran Kontemporer serta fenomena sosial. Untuk lebih lanjutnya
silahkan membaca sendiri tulisan-tulisan yang terdapat dalam blog ini. Nama
pena penulis adalah MuFe El-Bageloka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata