Hanif Amrullah (Mahasiswa Tarbiyah/ Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang)
201210010311008
Pendidikan islam
di Indonesia dapat didefinisikan sebagai upaya memberikan pemahaman,
penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat masyarakat
Islam di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai Lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi
atau Universitas(Abudin,2003:1)
Dalam
pelaksanaan fungsinya, yaitu mensosialisasikan ajaran Islam, pendidikan islam selalu
dihadapkan kepada berbagai tantangan.
Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia yang telah
berlangsung selama lebih kurang empat belas abad telah mengajarkan kepada kita
tentang adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang terus bertahan dan
berkembang hingga saat ini dan ada pula lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
di masa lalu mencatat kemajuan dan kejayaan namun pada perkembangan selanjutnya
di masa sekarang sudah tidak terdengar lagi dan ditinggalkan masyarakat.
Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya keadaan lembaga pendidikan Islam yang demikian itu
terletak pada sejauh mana lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut dapat
mengatasi tantangan pada masanya dan merebaknya menjadi peluang.
Pemahaman yang
komprehensif dan tuntas terhadap tantangan pendidikan islam yang terjadi di
Indonesia, baik pada masa islam pertama kali datang ke Indonesia masa
penjajahan Belanda, masa orde lama dan orde baru serta masa era informasi dan
reformasi adalah penting dilakukan baik oleh praktisi perancang maupun pemikir
bidang pendidikan. Alasan utamanya adalah karena sebuah konsep pendidikan harus
dirumuskan, dirancang dan didesain sesuai dengan tantangan dan keadaan di mana
pendidikan Islam itu dilaksanakan.[1]
Pendidikan
adalah kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Keadaannya selalu
berbeda-beda sesuai dengan perbedaan corak, sifat dan kebudayaan yang berkembang
di masyarakat tersebut(Khalil,1980:37), seluruh atas
dasar ini, disepakati oleh akte pendidikan bahwa sistem serta tujuan pendidikan
bagi suatu masyarakat atau negara tidak
dapat diimpor atau di ekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia
harus timbul dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur
dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya berdasarkan identitas,
pandangan hidup serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara
tersebut.(Shihab,1992:127)
Dalam era
globalisasi ini pendidikan Islam harus mampu melahirkan lulusan yang mampu
menjalani kehidupan (preparing children for life), bukan sekedar mempersiapkan
anak didik untuk bekerja. Pendidikan Islam juga harus menghasilkan manusia yang
berorientasi ke masa depan, bersikap progressif, mampu memililah dan memilih
secara bijak, dan membuat perencanaan dengan baik. la juga harus menghasilkan
anak didik yang memiliki keseimbangan antara penggunaan otak kiri dengan otak
kanan, manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan
spiritual. Pendidikan juga harus memberikan keseimbangan antara pendidikan
jasmani dan rohani, keseimbangan antara pengetahuan alam dan pengetahuan sosial
dan budaya, serta keseimbangan antara pengetahuan masa kini dan pengetahuan
masa lampau.Anak didik yang dihasilkan oleh pendidikan Islam adalah bukan
hanya anak yang
mengetahui sesuatu secara benar (to know) melainkan juga harus
disertai dengan mengamalkannya secara benar (to do), mempengaruhi dirinya (to
be) dan membangun kebersamaan hidup dengan orang lain (to life together).
Pendidikan Islam harus menghasilkan manusia yang memiliki ciri-ciri: l)terbuka
dan bersedia menerima hal-hal baru hasil
inovasi dan perubahan; 2 )berorientasi demokratis dan mampu memiliki
pendapat yang tidak selalu sama dengan pendapat orang lain; 3) berpijak pada kenyataan,
menghargai waktu, konsisten dan
sistematik dalam menyelesaikan masalah; 4)selalu terlibat dalam perencanaan
dan pengorganisasian; 5)memiliki keyakinan bahwa segalanya dapat
diperhitungkan; 6)menyadari dan menghargai
pendapat orang lain;) rasional dan
percaya pada kemampuan iptek; 8)
menjunjung tinggi keadilan berdasarkan prestasi, kontribusi, dan kebutuhan; dan
9) berorientasi kepada produktivitas, efektifitas dan efisiensi. Manusia yang
memiliki ciri-ciri seperti itulah yang
harus dihasilkan oleh pendidikan Islam, yaitu manusia yang penuh percaya diri (self
confident) serta mampu melakukan pilihan-pilihan secara arif serta bersaing
dalam era globalisasi yang kompetitif. (Mastuhu,2011:216)
Berkaitan dengan
tujuan pendidikan Islam
tersebut, maka kurikulum dan bahan ajar-pun harus ditinjau ulang.
Mochtar Buchori mengusulkan adanya bahan ajar yang terdiri dari
pelajaran-pelajaran tentang kehidupan fisik, sosial dan budaya, serta
pelajaran-pelajaran yang membawa anak kepada pemahaman terhadap diri sendiri.
Logika yang mendasari strategi ini ialah bahwa
hanya mereka yang memahami lingkungan fisik, sosial dan
budaya, serta diri sendiri-lah yang dapat mengarungi kehidupan ini dengan baik,
dalam art! mampu hidup dan mampu
menyumbangkan sesuatu kepada kehidupan. Selain itu perlu
ditambahkan bahwa sebelum anak didik memilih bidang spesialisasi atau keahlian tertentu yang sesuai dengan bakat dan minatnya, perlu juga diberikan dasar-dasar
yang utuh dan kuat tentang Dirasah Islamiyah, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial
Budaya Dasar, Seni dan Matematika Dasar.
Bahwa kehadiran
pendidikan Islam lengkap dengan sistem kelembagaan dan komponen-komponennya
adalah muncul sebagai jawaban atas tantangan di mana pendidikan Islam tersebut
dilaksanakan.Sifat dan karakter pendidikan Islam yang demikian itu adalah
sejalan dengan sifat ajaran Islam yang sejak kelahirannya selalu terlibat dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, dan tampil dalam dinamika
warna yang amat variatif
Demikian pula pada masa kolonial Belanda dan Jepang, sistim pendidikan
Islam tetap bertahan dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan kebutuhan.
Namun, pasca era kemerdekaan sampai sekarang dinamika pertumbuhan sistim
pendidikan Islam cenderung menurun dan kurang dapat mengimbangi kebutuhan
obyektif masyarakat, sebagaimana yang dikatakan AM Saefuddin sebagai berikut:
“Pada masa selanjutnya muncullah bentuk madrasah dan upaya untuk memasukkan
materi pendidikan agama kedalam kurikulum pendidikan umum yang didirikan oleh
kolonial Belanda. Pada masa selanjutnya, yakni ketika bangsa Indonesia memasuki
alam kemerdekaan, maka bentuk-bentuk sistim pendidikan Islam baik pesantren,
madrasah maupun disekolah-sekolah umum terus berlanjut, tetapi dengan
perkembangan yang tampaknya menunjukkan ketertinggalan dari perkembangan
masyarakatnya sendiri.[2]
Ummat Islam di
Indonesia walaupun dengan menggunakan pendekatan yang berlain-lainan ternyata
sangat peduli terhadap kegiatan pendidikan. Berdirinya ribuan pesantren,
madrasah dan lembaga pendidikan Islam yang didasarkan atas inisiatif masyarakat
sendiri, menunjukkan kepedulian tersebut.
Secara
keseluruhan nasib lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia belum
menunjukkan keadaan yang menggembirakan. Hal ini sebagian besar disebabkan
karena berbagai kelemahan yang dimiliki internal ummat Islam sendiri
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta:Majelis
Ulama Indonesia, 1991).
Amin, Ahmad, Fajar Islam, (teg.) H.
Zaini Dahlan, dari judul asli Fajr al-Islam, (Cirebon: Fak.Tarbiyah IAIN
Cirebon, 1967).
Islam, R. Nurul, "Meningkatkan Kualitas Madrasah Menimbang Teori
Pengajaran dan Manajemen" dalam JurnalMadrasah Vol. 5. No. 1, 2001.
menarik, namun refrennsinya masih kurang.
BalasHapussemangat terus gan. buat konten2 yang lebih menarik lagi