B A B I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rasulullah SAW
bersabda:
إنما
بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya:
“Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. “
(HR. Baihaqi)
Ajaran
akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam Al-Qur’an
dan Sunnah. Akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional,
tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh
kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat kelak.
Dalam
keseluruhan ajaran Islam, akhlaq memiliki keterkaitan dengan beberapa disiplin
ilmu lainnya. Agar kita mampu memahami ajaran Islam, khususnya akhlaq itu
sendiri, secara kompleks, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan dalam
makalah ini, kaitan akhlaq dengan beberapa disiplin ilmu lainnya.
1.2
Tujuan Penulisan
Makalah ini
disusun dengan tujuan:
·
Memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq
·
Mengetahui keterkaitanAkhlaq dengan
beberapa disiplin ilmu lainnya.
·
Mempu memahami Islams ecara
komprehensif.
1.3
Metode Penulisan
Makalah ini
disusun berdasarkan buku-buku, jurnal serta artikel-artikel dimedia cetak maupun
elektronik yang membahas terkait judul tersebut.
B A B II
PEMBAHASAN
2.1
Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf
itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji,
zikir, dann lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkatkan
diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata
erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution[1]
lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam islam erat sekali hubungannya
dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan
takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu
orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud
dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar, mengajakan orang pada kebaikan dan
mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa
adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum
sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak
mulia dalam diri mereka.
Atau secara
lebih ringkasnya, akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal
antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur
jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi
dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan
akhlak. Hubungan akhlak dan tasawuf tidak bisa terpisashkan karena
kesucian hati akan membentuk akhlakjyang baik pula. Pada intinya seseorang yang
masuk kedalamn dunia tasawuf harus munundukan jasmani dan rohani dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga akhlak yang baik.
2.2
Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Tauhid
Tauhid adalah
kunci dari makna hidup. Bahkan untuk bertauhid kepada Allah saja, sehingga
manusia dan jin diciptakan. Karena itu, tanpa memahami hakikat tauhid dan
merealisasikannya hidup manusia akan sia-sia belaka. Mempelajari ilmu tauhid
secara berkesinambungan adalah sesuatu yang niscaya dan harus.
Dalam hal ini,
ilmu tauhid juga memiliki keterkaitan dengan akhlaq, keterkaitan tersebut dapat
dilihat melalui analisa berikut:[2]
a.
Dilihat dari segi obyek
pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi zat,sifat dan
perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia
menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.
b.
Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid
menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun
iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar
orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat
dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu
akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.
Jadi, jelas
bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia.
Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat
digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.
2.3
Hubungan Akhlaq dengan Ilmu Jiwa
Ilmu jiwa suatu ilmu yang menyelidiki
bekas-bekas jiwa seseorang seperti: pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan
dalil bekas dan akibatnya mengambil faidah dari padanya.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya
meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti
tentang suara hati ( dhamir ), kemauan ( iradah ), daya ingatan,
hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, ( waham ) dan
kecenderungan-kecenderungan ( awathif ) manusia. Itu semua menjadi
lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan berbuat. Oleh
karena itu, ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan
kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi[3]
”, tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik
tugas ilmu akhlaq”.
Selain itu, dilihat dari segi bidang
garapannya, ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam
tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang
dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan
Tuhan.
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek
batin manusia dengan cara menginterprestasikan prilakunya yang tampak. Banyak
hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan ahli dengan mempergunankan jasa
yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap
perbaiakan anak-anak nakal, berperilaku menyimpang dan lain sebaginya.
2.4
Hubungan Akhlaq dengan Ilmu
Pendidikan dan Filsafat
Ilmu
pendidikan sebagaimana dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara
mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan
pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan
pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru, metode, sarana, dan prasarana,
lingkungan , bimbingan , proses belajar-mengajar dan lain sebagainya.
Semua
aspek pendidikan tersebut ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan ini dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia
berakhlak. Ahmad D. Marimba[4]
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup
seorang muslim, yaitu menjadi hamba
allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara
itu Al-Attas[5]
mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik.
Rumusan
ini dengan jelas mengambarkan bahwa antara pendidikan islam dengan ilmu akhlak
ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan islam merupakan sarana yang
mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak. Pendidikan dalam
pelaksanaanya memerlukan dukungan orang tua, guru di sekolah, dan pimpinan
serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian
integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berati pula tempat dilaksanakannya
pendidikan akhlak.
Adapun filsafat
sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke
akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu. Dalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan
hakikatnya.
Dalam filsafat
juga membahas tentang tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini akan
dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan tuhan dam
memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan
akhlak yang baik terhadap tuhan , terhadap manusia, alam dan makhluk tuhan
lainnya.
2.5
Hubungan Akhlaq dengan Iman dan Ibadah
Keterkaitan akhlaq dengan keimanan seseorang
dapat dilihat dalam beberapa sabda Nabi
Muhammad SAW yang menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang sebagai ukuran
kualitas imannya.[6]
Sabdanya:
أكمل
المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا[7]
Artinya:
“ Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi)
والله
لا يؤمن ,والله لايؤمن، والله لايؤمن، قيل: من يارسو ل الله؟ قال: الذ ي لايأمن
جاره بوائقه[8]
Artinya:
“ Demi Allah, dia tidak beriman!
Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Seorang sahabt
bertanya: “ Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya Rasulullah? Beliau Mmenjawab:
“Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.” (HR. Bukhari)
Beberapa
teks hadits diatas bahwa Rasulullah SAW mengaitkan antara kesempuranaan iman
dan adab bertetangga dengan eksistensi dan kualitas iman seseorang.
Islam
juga menjadikan akhlaq yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada
Allah SWT. Misalnya shalat, puasa, zakat dan haji.[9]
Sebagaimana kalam Allah SWT:
وأقم الصلوة، إن
الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر
Artinya:
“…dan dirikanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
(QS. Al-Ankabut:45)
خذ من أموالهم صدقة
تطهرهم وتزكيهم بها
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan. Dan mensucikan mereka.” (QS.
At-Taubah: 103)
الحج أشهر
معلومات، فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولافسوق ولا جدال فى الحج
Artinya:
“ (Musim) haji adalah ebebrapa
bulan yang dimaklumi. Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
menegrjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan yang
menimbulkan syahwat), berbuat fasiq dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan
haji…”
(QS. Al-Baqarah:197)
Nabi Muhammad SAW juga bersabda[10]:
ليس الصيام من الأكمل
والشرب، إنماالصيام من اللغو والرفث، فإن سابك أحد أوجهل عليك فقل إنى صائم
Artinya:
“Bukanlah puasa itu hanya menahan
makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perkataan kotor dan
keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu, maka katakanlah: Sesungguhnyaaku
sedang berpuasa.”
(HR. Ibnu Khuzaimah)
Melalui
beberapa ayat dan hadits diatas dapat dipahami bahwa ada kaitan langsung antara
shalat, puasa, zakat, dan haji dengan akhlaq. Seorang yang mendirikan shalat
tentu tidak akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar.
Sebab apalah arti shalat kalau tetap mengerjakan keekjian dan kemungkaran.
Seorang yang benar-benar berpuasa demi mencari ridha Allah SWT, Disamping
menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela.
Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela tentu tidak akan mendapatkan
apa-apa dari ibadah puasa kecuali hanya rasa lapar dan haus semata. Begitu juga
dengan ibadah zakat dan haji, dikaitkan oleh Allah SWT hikmahnya dengan aspek
akhlaq. Ringkasnya, akhlaq yang baik adalah buah dari ibadah yang baik, atau
ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlaq yang
baik dan terpuji.[11]
B A B III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan:
·
Agar mampu memahami akhlaq secara
komprehensif, maka perlu pula kita mengetahui keterkaitan akhlaq dengan
beebrapa disiplin ilmu lainnya.
·
Akhlak dalam pelaksanaannya
mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur
jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya.
·
Dalam rangka pengembangan Ilmu
akhlak, bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan.
·
Tanpa dibantu oleh jiwa, orang
tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq.
·
Pendidikan islam
merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
·
Melalui akan dapat diketahui dan
dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan tuhan dam memperlakukan makhluk
serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik
terhadap tuhan , terhadap manusia, alam dan makhluk tuhan lainnya.
·
Akhlaq yang baik adalah buah dari
ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan
melahirkan akhlaq yang baik dan terpuji.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah
Akhlaq. Yogyakarta: LPPI
·
Muhamm2ad Al-Ghazali. Khuluq
Al-Muslim. Kuwait: IIFSO
·
Nata, Abuddin. 1997. Akhlaq
Tasawuf. Jakarta: PT. Radja Grafindo
Persada
·
Kitab Tauhid jilid 2. 2008.
Jakarta: Darul Haq
·
Al-Qur’an Terjemssh. 2010.
Jakarta:Hilal
·
Aplikasi Hadits Explorel
·
http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.htm
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.10 WIB
[1] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[2] Nata,
Abuddin. 1997. Akhlaq Tasawuf. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada
[3] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[4] http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/hubungan-ilmu-akhlak-dengan-ilmu-ilmu.html
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013 Pukul 15.16 WIB
[5] Ibid
[6] Ilyas,
Yunahar. 2001. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. Hal. 8
[7] Sunan
Tirmidzi, Kitab Penyusuan, Bab Hak Istri Terhadap Suami, Hadits No. 1082
[8] Shahih
Bukhari, Kitab Adab, Bab Dosa Seseorang yang Tetangganya tak Merasa Aman dengan Gangguannya, Hadits
No. 5557
[9] Ibid Hal. 9
[10] Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. Hal. 10
[11] Muhammad
Al-Ghazali. Khuluq Al-Muslim. Kuwait: IIFSO. Hal. 9-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata