Muhammad bin Thohir Al-Maqdisi merupakan salah satu dari sekian para ulama yang menanggung penderitaan dalam menuntut ilmu. Suatu ketika dia berkata: "Saya pernah kencing darah dua kali saat-saat belajar hadist, sekali di Bagdad dan sekali di Mekkaah karena saya berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki di bawah terik sinar matahari yang menyengat".
Beliau melanjutkan ceritanya
Suatu hari saya tinggal di Tunis bersama Abu Muhammad bin Hadad. Bekal saya semakin menipis hingga yang tersisa hanya "Satu Dirham". Saat itu, saya sangat membutuhkan roti untuk mengganjal perut saya. Bersama dengan itu juga saya sangat membutuhkan kertas untuk menulis ilmu. Saat itu saya sangat bingung, bagaimana tidak uang satu dirham ini berfungsi dua yakni untuk makan dan untuk menulis ilmu. Jika uang satu dirham itu saya gunakan untuk membeli kertas, maka saya akan kelaparan. Kebingungan ini terus berlanjut hingga 3 hari dan selama itu pula saya tidak merasakan makanan sama sekali hingga perut saya tidak terisi dengan sesuatu apapun selama tiga hari.
Pada hari keempat,
"Kalau saya mempunyai kertas, saya tidak akan bisa menulis karena saya sangat lapar. Maka saya pun memutuskan untuk membeli sepotong roti dan meletakkan satu dirham tersebut di dalam mulut saya untuk bermain-main dengannya saya pun menuju ke penjual roti. Tanpa terasa saya telah menelan satu dirham tersebut sebelum saya membeli roti, maka sayapun menertawa diri saya sendiri dan salatu satu teman saya mendatangi saya kemudian berkata
"Apa yang membuat anda tertawa?"
Saya menjawab sesuatu yang baik, terus temanku mendesakku untuk menceritakannya tetapi saya terus menolaknya, ia pun terus mendesak saya sehingga saya pun menceritakan kepadanya kisahku ini, maka dia pun mengajak saya ke rumahnya dan memberikan saya makanan.
Sumber rujukan
Tadzkiratul Huffadz karya Imam Adzahabi
Risalatuna, Edisi 93. Th. V, Rabiul Akhir 1435 H, Februari 2014 M
Hikmah dari cerita di atas
Beliau melanjutkan ceritanya
Suatu hari saya tinggal di Tunis bersama Abu Muhammad bin Hadad. Bekal saya semakin menipis hingga yang tersisa hanya "Satu Dirham". Saat itu, saya sangat membutuhkan roti untuk mengganjal perut saya. Bersama dengan itu juga saya sangat membutuhkan kertas untuk menulis ilmu. Saat itu saya sangat bingung, bagaimana tidak uang satu dirham ini berfungsi dua yakni untuk makan dan untuk menulis ilmu. Jika uang satu dirham itu saya gunakan untuk membeli kertas, maka saya akan kelaparan. Kebingungan ini terus berlanjut hingga 3 hari dan selama itu pula saya tidak merasakan makanan sama sekali hingga perut saya tidak terisi dengan sesuatu apapun selama tiga hari.
Pada hari keempat,
"Kalau saya mempunyai kertas, saya tidak akan bisa menulis karena saya sangat lapar. Maka saya pun memutuskan untuk membeli sepotong roti dan meletakkan satu dirham tersebut di dalam mulut saya untuk bermain-main dengannya saya pun menuju ke penjual roti. Tanpa terasa saya telah menelan satu dirham tersebut sebelum saya membeli roti, maka sayapun menertawa diri saya sendiri dan salatu satu teman saya mendatangi saya kemudian berkata
"Apa yang membuat anda tertawa?"
Saya menjawab sesuatu yang baik, terus temanku mendesakku untuk menceritakannya tetapi saya terus menolaknya, ia pun terus mendesak saya sehingga saya pun menceritakan kepadanya kisahku ini, maka dia pun mengajak saya ke rumahnya dan memberikan saya makanan.
Sumber rujukan
Tadzkiratul Huffadz karya Imam Adzahabi
Risalatuna, Edisi 93. Th. V, Rabiul Akhir 1435 H, Februari 2014 M
Hikmah dari cerita di atas
- Allah pasti akan menolong hambanya yang bertakwa
- Dalam kehidupan ini kita sering dihadapkan pada dua hal yang penting maka sebaiknya dua hal yang penting itu dipilih salah satu yang terbaik
- Perjuangan dalam menuntut ilmu itu tidak mudah, perlu kesabaran dan keikhlasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata