A. Rahmat Bagi Semesta Alam
1. Membangun Republika Surga
Misi yang diemban oleh pendidikan Islam tidak lain adalah misi Islam itu sendiri yaitu rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Secara etimologi, rahmah berarti nikmat, kemakmuran, kesejahteraan dan kasih sayang. Penertian rahmah ini sendiri sejalan dengan arti Islam itu sendiri yang berarti berserah diri, sejahtera, selamat dan damai. Sedangkan arti al-alamin adalah segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi, yaitu semua makhluk Allah.
Dalam pandangan Islam, segala aktivitas manusia yang diniatkan sebagai upaya mewujudkan rahmatan lil-alamin bernilai ibadah. Makna ibadah tidak hanya bersifat ritual seperti shalat, puasa dan haji, melainkan juga berdimensi sosial. Mencari ilmu, bekerja sehari-hari, menyayangi saudara, teman, menghormati orang tua, guru atau yang lebih tua, menjaga kebersihan, berpakaian yang sopan dan indah, makan dan minum yang halal, bergizi dan tidak berlebihan semuanya bersifat ibadah. Bahkan tidurnya orang alim atau pemimpin yang adil juga bernilai ibadah yang nilainya justru lebih besar dari shalatnya orang bodoh.
Dan untuk mewujudkan misi Islam itu Allah telah memberikan tiga modal utama kepada manusia berupa potensi kemanusiaan, jagad raya dan agama Islam. Potensi manusia adalah kemampuan dasar yang diberikan oleh Allah berupa ruh, akal, kalbu, nafsu, jasmani yang semuanya diciptakan oleh Allah dengan sangat sempurna. Manusia oleh Allah dikatakan sebagai ahsani taqwim atau sebaik-baik makhluk sebagai puncak ciptaan Allah (Q.S. At-Tin: 4).
Allah menjadikan alam raya ini juga sangat sempurna, baik potensinya, hukum-hukumnya dan kekayaannya dan kemanfaatannya bagi kehidupan manusia, jika dikelola dengan baik sesuai petunjuk penciptanya, niscaya akan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia.
Sedangkan Islam adalah ajaran yang menunjukan kepada manusia bagaimana mengelola dan mengembangkan kedua potensi tersebut, sehingga dapat diketahui ke mana tujuan akhir dari pengembangan dan pemanfaatannya.
2. Peran Agama dalam Konnteks
Studi sosiolok membuktikan bahwa agama memiliki hubungan yang erat dengan persoalan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun bersama-sama. Adam Smith dalam The welt of Nation misalnya, adalah orang pertama yang mengaitkan antara agama dengan perkembangan ekonomi. Keterkaitan antara agama dengan ekonomi disebabkan pada waktu itu karena ilmu ekonomi masih disebut dengan ekonomi politik (political economy) dan itu merupakan bagian dari filsafat moral (moral philoshophy), yaitu nama dari ilmu-ilmu sosial pada waktu itu
Keterlibatan agama dalam masalah politik ditunjukan oleh para Rasul Allah yang seringkali berhadapan dengan para penguasa yang korup. Para Rasul Allah dan para penegak agama sesudahnya bukan sekedar menyeru tiada Tuhan Selain Allah, melainkan juga melakukan reformasi bagi seluruh dimensi kehidupan masyarakat berupa amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberalisasi), memberdayakan mustadz’afin (tertindas, kemiskinan struktural) dan memperingatkan mutrafin (konglomerat rakus).
Menghadapi kondisi kehidupan manusia yang senantiasa diwarnai dengan berbagai krisis kemanusiaan di satu sisi dan tuntutan penegakan hak asasi manusia di sisi lain, agama harus tetap teguh sebagai kekuatan moral.
Dalam rangka menegakkan misi Islam, manusia perlu perjuangan. Sebab dalam kenyataannya kekuatan manusia untuk melakukan pengerusakan hampir sama dengan kekuatan untuk membangunnya. Misalnya dalam kehidupan manusia senantiasa diwarnai dengan kekerasan seperti pertumpahan darah, pengerusakan alam dan sosial. Dalam sejarah manusia kekerasan telah ditunjukkan oleh putra Nabi Adam a.s: Qabil dan Habil. Setelah peristiwa Qabil dan Habil tersebut, tindakan kekerasan berlanjut dalam kehidupan manusia sampai sekarang.
Dilihat dari segi fitrahnya, manusia pada dasarnya tidak menyukai kekerasan dan kedzaliman. Sebaliknya manusia sangat mendambakan keadilan, kebenaran , kasih sayang, keharmonisan dan kekompakan. Tindakan kekerasan muncul disebabkan oleh ambisi yang tak terbatas di satu sisi, dan di sisi lain adanya rasa kekhawatiran dan ketakutan yang luar biasa dalam diri manusia.
“... Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati” (Q.S Al-Baqarah: 38)
Walaupun kekerasan bukan hal yang asing bagi manusia, namun hakikatnya manusia tidak menyukai kekerasan dalam berbagai bentuknya.
3. Pendidikan sebagai Penebar Rahmat dan Anti Kekerasan
Islam dalam wtaknya yang asli adalah anti kekerasan . watak agama yang asli sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah ketika beliau hijrah ke Thaif,. Sesampai di Thaif beliau dilempari batu oleh sebagian penduduk sampai berlumuran darah, namun beliau tidak mengutuk mereka, melainkan justru mendoakan petunjuk, dan rahmat bagi mereka. Demikian juga ketika terjadi perang Uhud, Rasulullah tidak membenci para pemanah yang tidak setia pada perintah beliau yang mengakibatkan kekalahan, melainkan beliau berlaku lemah lembut dan tetap mengayomi mereka. Rasul-rasul Allah yang pengampun terhadap kesalahan umatnya terbukti lebih berhasil dalam misinya dari pada yang sebaliknya. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi, berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (Q.S. Ali Imran: 159).
Sikap lemah lembut dengan penuh kasih sayang sudah sepatutnya dipercontohkan oleh para orang tua, para pendidik dan komunitas sekolah lainnya sebagai manivestasi ajaran agama yang diyakini. Kekerasan seharusnya seharusnya tidak boleh terjadi di lingkungan sekolah. Agama mengajarkan kasih sayang dan kelemah lembutan serta pengampunan
4. Jalan Tengah Mencapai Misi Islam
Dalam pandangan Islam, setiap permasalahan harus di lihat dari dua perspektif-dialektis: objektifikasi dan transendensi, demokrasi dan teokrasi. Objektifitas dalam pendidikan maksudnya, dalam aktivitas pendidikan harus ta’aruf atau saling mengerti dan memahami; syura harus bermusyawarah untuk memecahkan persoalan bersama, ta’awun, harus saling bekerja sama, tolong menolong dan berkoperasi; maslahah berbuat yang menguntungkan anak didik, dan adil, senantiasa menjaga keseimbangan, keharmonisan dan keserasian.
Sedangkan yang dimaksud dengan transendensi adalah kesadaran bahwa manusia memiliki fitrah dan hanief. Agama telah mencandra bahwa manusia adalah khalifah-Nya di muka bumi. Karena itu dalam kompleksitas pelaksanaan tugas kekhalifaan manusia perlu menginternalisasi nilai-nilai ketuhanan seperti berlaku adil, kasih sayang, menegakkan kebenaran dan kearifan. Transendensi juga bermakna bahwa tindakan manusia itu juga bersifat taklif, karena itu manusia harus senantiasa memiliki responsibility dan accountability baik secara vertikal di hadapan Tuhan maupun secara horizontal kepada sesama manusia. Karena itulah Islam memberikan resepnya bahwa dalam berta’aruf harus didasari rasa taqwa kepada Allah, dalam bermusyawarah harus didasari rasa kasih sayang sesama, dan dalam tolong-menolong harus bermanfaat bagi sesama dan dalam menuju taqwa, tidak diperbolehkan tolong-menolong dalam berbuat anarki dan melanggar batas-batas ketentuan Allah.
1. Membangun Republika Surga
Misi yang diemban oleh pendidikan Islam tidak lain adalah misi Islam itu sendiri yaitu rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Secara etimologi, rahmah berarti nikmat, kemakmuran, kesejahteraan dan kasih sayang. Penertian rahmah ini sendiri sejalan dengan arti Islam itu sendiri yang berarti berserah diri, sejahtera, selamat dan damai. Sedangkan arti al-alamin adalah segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi, yaitu semua makhluk Allah.
Dalam pandangan Islam, segala aktivitas manusia yang diniatkan sebagai upaya mewujudkan rahmatan lil-alamin bernilai ibadah. Makna ibadah tidak hanya bersifat ritual seperti shalat, puasa dan haji, melainkan juga berdimensi sosial. Mencari ilmu, bekerja sehari-hari, menyayangi saudara, teman, menghormati orang tua, guru atau yang lebih tua, menjaga kebersihan, berpakaian yang sopan dan indah, makan dan minum yang halal, bergizi dan tidak berlebihan semuanya bersifat ibadah. Bahkan tidurnya orang alim atau pemimpin yang adil juga bernilai ibadah yang nilainya justru lebih besar dari shalatnya orang bodoh.
Dan untuk mewujudkan misi Islam itu Allah telah memberikan tiga modal utama kepada manusia berupa potensi kemanusiaan, jagad raya dan agama Islam. Potensi manusia adalah kemampuan dasar yang diberikan oleh Allah berupa ruh, akal, kalbu, nafsu, jasmani yang semuanya diciptakan oleh Allah dengan sangat sempurna. Manusia oleh Allah dikatakan sebagai ahsani taqwim atau sebaik-baik makhluk sebagai puncak ciptaan Allah (Q.S. At-Tin: 4).
Allah menjadikan alam raya ini juga sangat sempurna, baik potensinya, hukum-hukumnya dan kekayaannya dan kemanfaatannya bagi kehidupan manusia, jika dikelola dengan baik sesuai petunjuk penciptanya, niscaya akan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia.
Sedangkan Islam adalah ajaran yang menunjukan kepada manusia bagaimana mengelola dan mengembangkan kedua potensi tersebut, sehingga dapat diketahui ke mana tujuan akhir dari pengembangan dan pemanfaatannya.
2. Peran Agama dalam Konnteks
Studi sosiolok membuktikan bahwa agama memiliki hubungan yang erat dengan persoalan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun bersama-sama. Adam Smith dalam The welt of Nation misalnya, adalah orang pertama yang mengaitkan antara agama dengan perkembangan ekonomi. Keterkaitan antara agama dengan ekonomi disebabkan pada waktu itu karena ilmu ekonomi masih disebut dengan ekonomi politik (political economy) dan itu merupakan bagian dari filsafat moral (moral philoshophy), yaitu nama dari ilmu-ilmu sosial pada waktu itu
Keterlibatan agama dalam masalah politik ditunjukan oleh para Rasul Allah yang seringkali berhadapan dengan para penguasa yang korup. Para Rasul Allah dan para penegak agama sesudahnya bukan sekedar menyeru tiada Tuhan Selain Allah, melainkan juga melakukan reformasi bagi seluruh dimensi kehidupan masyarakat berupa amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberalisasi), memberdayakan mustadz’afin (tertindas, kemiskinan struktural) dan memperingatkan mutrafin (konglomerat rakus).
Menghadapi kondisi kehidupan manusia yang senantiasa diwarnai dengan berbagai krisis kemanusiaan di satu sisi dan tuntutan penegakan hak asasi manusia di sisi lain, agama harus tetap teguh sebagai kekuatan moral.
Dalam rangka menegakkan misi Islam, manusia perlu perjuangan. Sebab dalam kenyataannya kekuatan manusia untuk melakukan pengerusakan hampir sama dengan kekuatan untuk membangunnya. Misalnya dalam kehidupan manusia senantiasa diwarnai dengan kekerasan seperti pertumpahan darah, pengerusakan alam dan sosial. Dalam sejarah manusia kekerasan telah ditunjukkan oleh putra Nabi Adam a.s: Qabil dan Habil. Setelah peristiwa Qabil dan Habil tersebut, tindakan kekerasan berlanjut dalam kehidupan manusia sampai sekarang.
Dilihat dari segi fitrahnya, manusia pada dasarnya tidak menyukai kekerasan dan kedzaliman. Sebaliknya manusia sangat mendambakan keadilan, kebenaran , kasih sayang, keharmonisan dan kekompakan. Tindakan kekerasan muncul disebabkan oleh ambisi yang tak terbatas di satu sisi, dan di sisi lain adanya rasa kekhawatiran dan ketakutan yang luar biasa dalam diri manusia.
“... Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati” (Q.S Al-Baqarah: 38)
Walaupun kekerasan bukan hal yang asing bagi manusia, namun hakikatnya manusia tidak menyukai kekerasan dalam berbagai bentuknya.
3. Pendidikan sebagai Penebar Rahmat dan Anti Kekerasan
Islam dalam wtaknya yang asli adalah anti kekerasan . watak agama yang asli sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah ketika beliau hijrah ke Thaif,. Sesampai di Thaif beliau dilempari batu oleh sebagian penduduk sampai berlumuran darah, namun beliau tidak mengutuk mereka, melainkan justru mendoakan petunjuk, dan rahmat bagi mereka. Demikian juga ketika terjadi perang Uhud, Rasulullah tidak membenci para pemanah yang tidak setia pada perintah beliau yang mengakibatkan kekalahan, melainkan beliau berlaku lemah lembut dan tetap mengayomi mereka. Rasul-rasul Allah yang pengampun terhadap kesalahan umatnya terbukti lebih berhasil dalam misinya dari pada yang sebaliknya. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi, berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (Q.S. Ali Imran: 159).
Sikap lemah lembut dengan penuh kasih sayang sudah sepatutnya dipercontohkan oleh para orang tua, para pendidik dan komunitas sekolah lainnya sebagai manivestasi ajaran agama yang diyakini. Kekerasan seharusnya seharusnya tidak boleh terjadi di lingkungan sekolah. Agama mengajarkan kasih sayang dan kelemah lembutan serta pengampunan
4. Jalan Tengah Mencapai Misi Islam
Dalam pandangan Islam, setiap permasalahan harus di lihat dari dua perspektif-dialektis: objektifikasi dan transendensi, demokrasi dan teokrasi. Objektifitas dalam pendidikan maksudnya, dalam aktivitas pendidikan harus ta’aruf atau saling mengerti dan memahami; syura harus bermusyawarah untuk memecahkan persoalan bersama, ta’awun, harus saling bekerja sama, tolong menolong dan berkoperasi; maslahah berbuat yang menguntungkan anak didik, dan adil, senantiasa menjaga keseimbangan, keharmonisan dan keserasian.
Sedangkan yang dimaksud dengan transendensi adalah kesadaran bahwa manusia memiliki fitrah dan hanief. Agama telah mencandra bahwa manusia adalah khalifah-Nya di muka bumi. Karena itu dalam kompleksitas pelaksanaan tugas kekhalifaan manusia perlu menginternalisasi nilai-nilai ketuhanan seperti berlaku adil, kasih sayang, menegakkan kebenaran dan kearifan. Transendensi juga bermakna bahwa tindakan manusia itu juga bersifat taklif, karena itu manusia harus senantiasa memiliki responsibility dan accountability baik secara vertikal di hadapan Tuhan maupun secara horizontal kepada sesama manusia. Karena itulah Islam memberikan resepnya bahwa dalam berta’aruf harus didasari rasa taqwa kepada Allah, dalam bermusyawarah harus didasari rasa kasih sayang sesama, dan dalam tolong-menolong harus bermanfaat bagi sesama dan dalam menuju taqwa, tidak diperbolehkan tolong-menolong dalam berbuat anarki dan melanggar batas-batas ketentuan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata