Oleh
MuFe El-Bageloka[1]
A. Pendahuluan
Kurikulum yang bagus yakni kurikulum yang mampu menciptakan konteks yang terencana untuk diskusi moral dan mengharuskan peserta didik berfikir dan menyerap informasi mengenai isu moral dan akhlak. Istilahnya kurikulum dari konsep pendidikan sekarang harus mengacu pada nilai-nilai karakter yang terdapat pada al-Quran dan Hadist. Seperti kejujuran, amanah, saling tolong menolong dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi saat ketika menghadapi Ujian Nasional, di sana banyak terjadi praktik-praktik ketidakjujuran dan kecurangan bahkan praktik kesyirikanpun kian merebak dipraktikkan oleh para peserta didik. Berarti pembelajaran kontekstual diperlukan dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter pada kurikulum pendidikan Indonesia.
Menurut Thomas Lickona (2013) bahwa belajar secara kontekstual lebih cepat menyerap dari pada belajar secara tekstual, yakni dapat dipraktikkan nilai-nilai karakter pada dunia nyata seperti kerjasama, sayang binatang dan tolong menolong.
Menurut penulis hakikat dari pembelajaran kontekstual adalah penanaman nilai-nilai karakter atau akhlak secara langsung sehingga langsung meresap pada peserta didik. Contoh penerapan konsep pendidikan multikultural, yakni ketika pendidik mengajarkan tentang budaya pada para peserta didik, yakni langsung dipraktikkan dengan menyanyi, mengenakan kostum budaya dari daerah ataupun dari negara peserta didik yang bersangkutan. Di sisi lain, malam budaya dimana wali para peserta didik ikut berpartisipasi dalam merayakan keberagaman latar belakang etnis dalam sekolah mereka.
B. Hakikat Pengertian Kurikulum
Secara etimologi kurikulum adalah rencana pembelajaran (Partanto, A Pius & M Dahlan Al Barry.1994: 390). Menurut Muhaimin (2010) dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi bahwa kurikulum itu berasal dari kata currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan erlari mulai dari start hingga finish. Istilahnya dalam pendidikan kurikulum diartikan dengan manhaj artinya jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai. Namun di satu sisi pengertian dari kurikulum juga menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah dan pada proses pengalaman belajar.
Dalam pengertian konvensional, kurikulum sering dimaknai sebagai seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh atau diterima oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Pandangan demikian berimplikasi pada kegiatan pembelajaran berorientasi kepada penuntasan materi sehingga kompetensi lulusan yang dihasilkan hanya berbekal kecakapan kognitif saja. Implikasi lainnya, kegiatan belajar-mengajar sering berpusat pada guru sehingga keterlibatan aktif peserta didik menjadi terbengkalai.(Baharuddin & Moh. Makin. 2010: 56).
Kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah (B. Suryosubroto. 2010: 32). Menurut A. Ferry T Indratno sebagaimana yang telah dikutip oleh Moh. Yamin (2009) mengatakan bahwa kurikulum program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat.
Secara detail dipaparkan oleh Muhammad Asyar sebagaimana yang dikutip dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, sebagai berikut;
1) Kurikulum sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya.
2) Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi yang memungkinkan timbulnya belajar.
3) Kurikulum sebagai kegiatan terencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4) Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspefikasikan cara-cara yang tuju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7) Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang tetapkan terlebih dahulu.
Menurut penulis kurikulum itu adalah seperangkat mata pelajaran yang dibebankan kepada peserta didik supaya tercapai tujuan pendidikan yang berdasarkan pada visi misi institusi pendidikan itu sendiri kemudian ditanamkan pada pengalaman peserta didik itu. Atau kurikulum adalah seperangkat amanat yang dikelola oleh pengelola pendidikan dan dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, ini selaras dengan firman Allah SWT, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amant itu dan mereka khawatir tidak dapat melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia sangat dzalim dan sangat bodoh”.
Dari beberapa defenisi yang telah dipaparkan, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat dilaksanakan dan diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan (Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. 2008: 123).
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang memengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu). Adapun dasar kurikulum terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, antara lain;
1) Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan peserta didik (ability and needs of children).
2) Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat (the legitimate demands of society).
3) Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live)
4) Dasar religi, yang bersumber dari al-Quran dan Hadist
5) Dasar falsafah; memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran di bidang nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran.
Menurut Mujammil Qomar (2007), ciri-ciri dari kurikulum antara lain;
1) Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat dan tekniknya.
2) Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh
3) Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang beragam.
4) Kecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesedian, bakat dan keinginan.
5) Keterkaitan kurikulum dengan kesedian, minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan perorangan di antara mereka.
6) Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
7) Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
8) Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
9) Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar.
10) Prinsip perkembangan dan perubahan
11) Prinsip pertautan antar mata pelajaran, pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
C. Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Berbicara pengembangan kurikulum tentu akan diikuti dengan strategi manajemen tentu akan diikuti strategi manajemen kurikulumnya yang melibatkan komponen pendidikan lainnya, baik pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran, prasarana/sarana, peserta didik, lingkungan/konteks belajar, kerja sama kemitraan dengan institusi lain maupun pembiayaan dan lainnya (Muhaimin. 2009: 149).
Sebelum mengkaji tentang pengembangan kurikulum Pendidikan Islam terlebih dahulu yang harus diketahui pertama kali yakni landasan dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam yang tertera dalam sumber ajaran Islam yakni al-Quran dan Hadist. Menurut penulis pondasi dasar dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam yakni sikap saling tolong menolong antara pimpinan dengan elemen sekolah yang lainnya, karena ini sangat membantu dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2 “.....Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan, dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat besar siksa-Nya”
Ayat di atas menjadi pijakan utama dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Islam yakni dengan sikap saling tolong menolong antara sesama muslim ataupun yang terlibat dalam institusi pendidikan itu sendiri. Sikap saling tolong menolong ini sangat penting dalam mengelola lembaga pendidikan Islam karena apabila sikap ini ditanamkan ketika mengelola lembaga Pendidikan Islam maka lembaga pendidkan Islam akan menjadi solid dan membuat peradaban, seperti firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 71 “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah mahaperkasa, maha bijaksana”.
Adapun ayat ini secara gamblang menjelaskan bahwa sesama umat Islam harus saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan dakwah. Begitu juga dalam pendidikan poros utama pengembangan pendidikan ialah sikap dalam sikap saling tolong menolong elemen yang ada dalam pendidikan, entah itu pemimpin, bawahan, peserta didik, pendidik dan wali murid. Karena sikap ini sangat vital dalam pengembangan Pendidikan Islam. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yakni dengan memerdekakan budak, ini tertera dalam sebuah hadist “Ahmad bin Yunus menyampaikan kepada kami bahwa Ashim bin Muhammad berkata, Waqid bin Muhammad menyampaikan kepadaku dari Sa’id bin Marjanah sahabat Ali bin al-Husain yang berkata, Abu Hurairah mengatakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda; barang siapa yang membebaskan budak Muslim, Allah akan menyelamatkan setiap anggota tubuhnya dari api neraka seabgai balasan atas setiap anggota tubuh budak yang telah dimerdekakannya. Said berkata; Lalu aku pergi menemui Ali bin al-Husain saat itu, dia mendatangi budak yang dibelinya dari Abdullah bin Ja’far dengan harga sepuluh ribu dirham atau seribu dinar, lalu memerdekannya”. (HR. Bukhari No. 2517).
D. Gaya Penanaman Nilai Akhlak dalam Kurikulum
Dalam menanamkan nilai-nilai karakter/ akhlak seorang guru harus memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang baik. Menurut Lickona salah satu strategi yang paling tepat adalah mengembangkan pikiran siswa dengan mengajaknya untuk mempelajari kasus, begitu juga dalam menyusun kurikulum hendaknya memasukkan nilai-nilai akhlak dalam kurikulum itu, seperti yang pernah disarankan oleh Thomas Lickona (2013), salah satu dari enam nilai tersebut akan disorot sebagai nilai “Nilai Moral Tahun Ini”. Pada waktu “Tahun Displin Diri,” contohnya, komite pimpinan menyediakan saran-saran yang relevan untuk semua mata pelajaran, antara lain;
• Matematika dan sains: Guru dapat memusat perhatian pada orang terkemuka dalam berbagai bidang. Sebagai tambahan, metodologi yang sangat terstruktur dan berdisplin yang ditemukan dalam kedua mata pelajaran yang dapat ditekankan.
• Bahasa Inggris: Guru dapat menggambarkan contoh displin diri dari studi literatur. Murid-murid dapat diminta untuk menuliskan karangan mengenai sifat yang penting ini.
• Kesenian dan Musik: Instruktur dapat membedah kehidupan artis dan komposer terkemuka sebagai contoh displin diri
• Ekonomi Rumah Tangga dan Seni Industri: Guru dapat menekankan pentingnya displin diri dalam merancang dan menciptakan benda-benda kayu, metal, pakaian dan lain-lain
• Ilmu Kesehatan dan Jasmani: Guru dapat mengarahkan pada siswa bahwa manusia harus memiliki displin diri untuk dapat mempertahankan kesehatan tubuh. Selain ini ada tambahan dari penulis, diantaranya;
• Ilmu Agama Islam; Guru dapat mempelajari sifat-sifat Rasulullah SAW kemudian dipraktikkan dalam bentuk permainan. Karena Allah SWT berfirman “Sangatlah besar kebencian Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. Artinya di sini Guru dapat mengajak para peserta didik untuk mempraktikkan sifat Rasulullah dengan memberikan uswah (teladan).
E. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana kurikulum Pendidikan Karakter dapat dilakukan dengan langsung dipraktikkan sambil memberikan contoh pada tokoh-tokoh terkenal sebagai teladan yang diteladani. Wallahu a’lam bish shawab
Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemahan. 2008. Tanggerang: PT Sabiq
A Partanto, Pius & M. Dahlan Al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Penerbit Arkola
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, al-Bukhari. 2011. Shahih Bukhari, Terj. Masyhar, MA & Muhammad Suhadi. Jakarta: Al-Mahira
An-Nawawi, Imam. 2012. Riyadhus Shalihin Terj. Arif Rahman Hakim. Solo: PT. Insan Kamil
Bush, Tony & Marianne Coleman. 2012. Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press
Baharuddin & Moh. Makin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam; Transformasi Menuju Sekolah/ Madrasah Unggul. Malang: UIN-Maliki Press
Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Terj. Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paragidma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT Rajawali Press
___. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Rajawali Press
Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Qomar, Mujammil. 2007. Menajemen Pendidikan Islam;Strategi Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. Malang: Penerbit Erlangga
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Tobroni. 2008. Ilmu Pendidikan Islam; Paragidgma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM- Press
Yamin, Moh. 2009. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press
Menurut Thomas Lickona (2013) bahwa belajar secara kontekstual lebih cepat menyerap dari pada belajar secara tekstual, yakni dapat dipraktikkan nilai-nilai karakter pada dunia nyata seperti kerjasama, sayang binatang dan tolong menolong.
Menurut penulis hakikat dari pembelajaran kontekstual adalah penanaman nilai-nilai karakter atau akhlak secara langsung sehingga langsung meresap pada peserta didik. Contoh penerapan konsep pendidikan multikultural, yakni ketika pendidik mengajarkan tentang budaya pada para peserta didik, yakni langsung dipraktikkan dengan menyanyi, mengenakan kostum budaya dari daerah ataupun dari negara peserta didik yang bersangkutan. Di sisi lain, malam budaya dimana wali para peserta didik ikut berpartisipasi dalam merayakan keberagaman latar belakang etnis dalam sekolah mereka.
B. Hakikat Pengertian Kurikulum
Secara etimologi kurikulum adalah rencana pembelajaran (Partanto, A Pius & M Dahlan Al Barry.1994: 390). Menurut Muhaimin (2010) dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi bahwa kurikulum itu berasal dari kata currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan erlari mulai dari start hingga finish. Istilahnya dalam pendidikan kurikulum diartikan dengan manhaj artinya jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai. Namun di satu sisi pengertian dari kurikulum juga menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah dan pada proses pengalaman belajar.
Dalam pengertian konvensional, kurikulum sering dimaknai sebagai seperangkat mata pelajaran yang harus ditempuh atau diterima oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Pandangan demikian berimplikasi pada kegiatan pembelajaran berorientasi kepada penuntasan materi sehingga kompetensi lulusan yang dihasilkan hanya berbekal kecakapan kognitif saja. Implikasi lainnya, kegiatan belajar-mengajar sering berpusat pada guru sehingga keterlibatan aktif peserta didik menjadi terbengkalai.(Baharuddin & Moh. Makin. 2010: 56).
Kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah (B. Suryosubroto. 2010: 32). Menurut A. Ferry T Indratno sebagaimana yang telah dikutip oleh Moh. Yamin (2009) mengatakan bahwa kurikulum program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat.
Secara detail dipaparkan oleh Muhammad Asyar sebagaimana yang dikutip dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, sebagai berikut;
1) Kurikulum sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya.
2) Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi yang memungkinkan timbulnya belajar.
3) Kurikulum sebagai kegiatan terencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4) Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspefikasikan cara-cara yang tuju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7) Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang tetapkan terlebih dahulu.
Menurut penulis kurikulum itu adalah seperangkat mata pelajaran yang dibebankan kepada peserta didik supaya tercapai tujuan pendidikan yang berdasarkan pada visi misi institusi pendidikan itu sendiri kemudian ditanamkan pada pengalaman peserta didik itu. Atau kurikulum adalah seperangkat amanat yang dikelola oleh pengelola pendidikan dan dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, ini selaras dengan firman Allah SWT, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amant itu dan mereka khawatir tidak dapat melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia sangat dzalim dan sangat bodoh”.
Dari beberapa defenisi yang telah dipaparkan, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat dilaksanakan dan diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan (Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. 2008: 123).
Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang memengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu). Adapun dasar kurikulum terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, antara lain;
1) Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan peserta didik (ability and needs of children).
2) Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat (the legitimate demands of society).
3) Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live)
4) Dasar religi, yang bersumber dari al-Quran dan Hadist
5) Dasar falsafah; memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran di bidang nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran.
Menurut Mujammil Qomar (2007), ciri-ciri dari kurikulum antara lain;
1) Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat dan tekniknya.
2) Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh
3) Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang beragam.
4) Kecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesedian, bakat dan keinginan.
5) Keterkaitan kurikulum dengan kesedian, minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan perorangan di antara mereka.
6) Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
7) Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
8) Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
9) Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar.
10) Prinsip perkembangan dan perubahan
11) Prinsip pertautan antar mata pelajaran, pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
C. Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Berbicara pengembangan kurikulum tentu akan diikuti dengan strategi manajemen tentu akan diikuti strategi manajemen kurikulumnya yang melibatkan komponen pendidikan lainnya, baik pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran, prasarana/sarana, peserta didik, lingkungan/konteks belajar, kerja sama kemitraan dengan institusi lain maupun pembiayaan dan lainnya (Muhaimin. 2009: 149).
Sebelum mengkaji tentang pengembangan kurikulum Pendidikan Islam terlebih dahulu yang harus diketahui pertama kali yakni landasan dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam yang tertera dalam sumber ajaran Islam yakni al-Quran dan Hadist. Menurut penulis pondasi dasar dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam yakni sikap saling tolong menolong antara pimpinan dengan elemen sekolah yang lainnya, karena ini sangat membantu dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2 “.....Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan, dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat besar siksa-Nya”
Ayat di atas menjadi pijakan utama dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Islam yakni dengan sikap saling tolong menolong antara sesama muslim ataupun yang terlibat dalam institusi pendidikan itu sendiri. Sikap saling tolong menolong ini sangat penting dalam mengelola lembaga pendidikan Islam karena apabila sikap ini ditanamkan ketika mengelola lembaga Pendidikan Islam maka lembaga pendidkan Islam akan menjadi solid dan membuat peradaban, seperti firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 71 “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah mahaperkasa, maha bijaksana”.
Adapun ayat ini secara gamblang menjelaskan bahwa sesama umat Islam harus saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan dakwah. Begitu juga dalam pendidikan poros utama pengembangan pendidikan ialah sikap dalam sikap saling tolong menolong elemen yang ada dalam pendidikan, entah itu pemimpin, bawahan, peserta didik, pendidik dan wali murid. Karena sikap ini sangat vital dalam pengembangan Pendidikan Islam. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yakni dengan memerdekakan budak, ini tertera dalam sebuah hadist “Ahmad bin Yunus menyampaikan kepada kami bahwa Ashim bin Muhammad berkata, Waqid bin Muhammad menyampaikan kepadaku dari Sa’id bin Marjanah sahabat Ali bin al-Husain yang berkata, Abu Hurairah mengatakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda; barang siapa yang membebaskan budak Muslim, Allah akan menyelamatkan setiap anggota tubuhnya dari api neraka seabgai balasan atas setiap anggota tubuh budak yang telah dimerdekakannya. Said berkata; Lalu aku pergi menemui Ali bin al-Husain saat itu, dia mendatangi budak yang dibelinya dari Abdullah bin Ja’far dengan harga sepuluh ribu dirham atau seribu dinar, lalu memerdekannya”. (HR. Bukhari No. 2517).
D. Gaya Penanaman Nilai Akhlak dalam Kurikulum
Dalam menanamkan nilai-nilai karakter/ akhlak seorang guru harus memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang baik. Menurut Lickona salah satu strategi yang paling tepat adalah mengembangkan pikiran siswa dengan mengajaknya untuk mempelajari kasus, begitu juga dalam menyusun kurikulum hendaknya memasukkan nilai-nilai akhlak dalam kurikulum itu, seperti yang pernah disarankan oleh Thomas Lickona (2013), salah satu dari enam nilai tersebut akan disorot sebagai nilai “Nilai Moral Tahun Ini”. Pada waktu “Tahun Displin Diri,” contohnya, komite pimpinan menyediakan saran-saran yang relevan untuk semua mata pelajaran, antara lain;
• Matematika dan sains: Guru dapat memusat perhatian pada orang terkemuka dalam berbagai bidang. Sebagai tambahan, metodologi yang sangat terstruktur dan berdisplin yang ditemukan dalam kedua mata pelajaran yang dapat ditekankan.
• Bahasa Inggris: Guru dapat menggambarkan contoh displin diri dari studi literatur. Murid-murid dapat diminta untuk menuliskan karangan mengenai sifat yang penting ini.
• Kesenian dan Musik: Instruktur dapat membedah kehidupan artis dan komposer terkemuka sebagai contoh displin diri
• Ekonomi Rumah Tangga dan Seni Industri: Guru dapat menekankan pentingnya displin diri dalam merancang dan menciptakan benda-benda kayu, metal, pakaian dan lain-lain
• Ilmu Kesehatan dan Jasmani: Guru dapat mengarahkan pada siswa bahwa manusia harus memiliki displin diri untuk dapat mempertahankan kesehatan tubuh. Selain ini ada tambahan dari penulis, diantaranya;
• Ilmu Agama Islam; Guru dapat mempelajari sifat-sifat Rasulullah SAW kemudian dipraktikkan dalam bentuk permainan. Karena Allah SWT berfirman “Sangatlah besar kebencian Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. Artinya di sini Guru dapat mengajak para peserta didik untuk mempraktikkan sifat Rasulullah dengan memberikan uswah (teladan).
E. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana kurikulum Pendidikan Karakter dapat dilakukan dengan langsung dipraktikkan sambil memberikan contoh pada tokoh-tokoh terkenal sebagai teladan yang diteladani. Wallahu a’lam bish shawab
Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemahan. 2008. Tanggerang: PT Sabiq
A Partanto, Pius & M. Dahlan Al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Penerbit Arkola
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, al-Bukhari. 2011. Shahih Bukhari, Terj. Masyhar, MA & Muhammad Suhadi. Jakarta: Al-Mahira
An-Nawawi, Imam. 2012. Riyadhus Shalihin Terj. Arif Rahman Hakim. Solo: PT. Insan Kamil
Bush, Tony & Marianne Coleman. 2012. Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press
Baharuddin & Moh. Makin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam; Transformasi Menuju Sekolah/ Madrasah Unggul. Malang: UIN-Maliki Press
Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Terj. Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paragidma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT Rajawali Press
___. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Rajawali Press
Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Qomar, Mujammil. 2007. Menajemen Pendidikan Islam;Strategi Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. Malang: Penerbit Erlangga
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Tobroni. 2008. Ilmu Pendidikan Islam; Paragidgma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMM- Press
Yamin, Moh. 2009. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press
[1]
Nama Pena dari M. Feri Firmansyah S.PdI,
sang pemimpi menjadi Prof. Dr. M. Feri Firmansyah M.PdI & King of Novelis (Sastrawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata