Muhammad Iqbal dilahirkan pada tanggal 3 Dzulqaidah 1294 H/ 9 November 1877 M di Sialkot, salah satu kota tertua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir. Ia berasal dari keluarga miskin, akan tetapi dengan bantuan beasiswa yang diperolehnya ia mendapat pendidikan yang lebih bagus.
Sebagaimana para pemikir Muslim lainnya, M. Iqbal merupakan salah
seorang pemikir Muslim yang agresif yang secara tegas mengkritik keras-keras
munculnya stagnasi pemikiran Islam di kalangan umat Islam. Hal ini dilatarbelakangi
oleh adanya sikap umat Islam yang taqlid secara totalistik akibat adanya asumsi
ditutupnya pintu ijtihad. Ijtihad yang seharusnya dijadikan sebagai paradigma
berpikir di dalam mengembangkan cakrawala pemikiran, justru difahami sebagai
suatu hal yang terlalu berani dan bebas dalam menggunakan rasionalitas akal
manusia.
Menanggapi masalah ini, menurut M. Iqbal paling tidak ada tiga hal
yang menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran dan keterbelakangan dibanding
dengan Barat.
Pertama, adanya mistisme asketik yang terlalu berlebihan.
Menurutnya, mistisme asketik sangat memperhatikan kepada Tuhan dan hal-hal
metafisis lainnya. Hal ini telah membawa umat Islam kurang mementingkan
persoalan keduniawian dan kemasyarakatan dalam Islam.
Kedua, hilangnya semangat induktif. Menurutnya, semangat Islam pada
dasarnya menekankan pada aspek kehidupan yang konkrit yang senantiasa berubah
dan berkembang. Oleh sebab itu selama umat Islam setia terhadap semangat mereka
sendiri dan menempuh cara-cara induktif dan empirik dalam penelitian
sebagaimana pada masa kejayaan Islam, mereka terus maju dalam melakukan
penemuan demi penemuan di bidang ilmu pengetahuan.
Ketiga, adanya otoritas perundang-undangan secara totalitas yang
melumpuhkan perkembangan pribadi dan menyebabkan hukum Islam praktis tidak bisa
bergerak sama sekali
Kemudian Iqbal mengemukakan suatu pemikiran yang sering disebut
dengan filsafat ego. Menurutnya, ego merupakan suatu realitas yang terang
benderang. Secara langsung kita dapat melihat bahwa ego itu nyata dan berwujud.
Ego dinilainya sebagai poros dari segala aktivitas dan perbuatan kita.
Ego merupakan intisari wujud kepribadian kita yang hanya dapat
dirasakan oleh naluri manusia. Pada hakekatnya ia sebagai suatu yang dapat
memberikan tuntunan, bebas dan abadi. Ego berkembang menjadi suatu wujud
pribadi yang kuat dan penuh dengan tujuan oleh cita-cita dan aspirasi-aspirasi
yang menggambarkan suasana lingkungan. Oleh karenanya, ego pun bergantung pada
suatu hubungan yang diciptakannya dengan benda nyata, masyarakat, dan
kenyataan-kenyataan.
Jadi, kesimpulannya, ijtihad merupakan salah satu paradigma yang
sangat krusial dalam khazanah peradaban Islam. Ia dapat dijadikan sebagai
landasan dalam pembaharuan pemikiran Islam yang secara historik pernah
mengalami masa yang sering kita sebut sebagai fase stagnasi atau kebekuan
berpikir.
Gagasan serta pemikiran Muhammad Iqbal merupakan pembaruan agar
umat islam berfikir secara dinamis dengan melihat jauh kedepan senantiasa
menganjurkan pemakaian akal di dalam menginterpretasikan ayat ataupun tanda
yang ada dalam alam semesta, sebagaimana adanya rotasi bumi, matahari, dan
bulan. Orang-orang yang tidak peduli dan tidak memperhatikan tanda-tanda
tersebut akan buta terhadap masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata