Oleh Sangadji EM
Ada pengalaman yang menarik ketika mengantar jamaah Umroh ke makkah dan Madinah, karena mereka pasti mengalami pengalaman praktek ibadah yang berbeda dengan amalan ibadah mereka selama ini ditanah air.
Ketika sholat subuh misalnya, setelah selesai sholat, awal-awalnya mereka masih malu-malu bertanya, tetapi setelah beberapa hari mereka pasti bertanya. Ada jamaah lalu bertanya, Ustadz apakah di Makkah dan Madinah ini semuanya jamaah Muhamamdiyah ya ? saya menjawab kenapa kok bapak bisa bertanya seperti itu ? beliau menjawab, karena setiap sholat subuh saya menunggu do'a qunut kok tidak pernah ada. Saya menjawab, kata siapa doa qunut itu tidak ada, ada pak tapi tidak khusus di waktu sholat subuh saja, lihat jamaah Palestina itu setiap kali mereka sholat sunah selalu membaca qunut, karena negeri mereka lagi dijajah Israel, maka mereka selalu membaca do'a Qunut, tentu saja matan do'anya tidak selalu sama seperti bapak amalkan di Indonesia, sangat bergantung kebutuhan mereka. Sehingga doa qunut itu bisa dibaca kapan saja karena kebutuhan. Beliau lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui, sambil berbicara jadi mereka itu bukan orang Muhamamdiyah ya ? he he he, saya bilang di Makkah dan Madinah itu nggak ada NU dan Muhammadiyah yang ada itu ya orang Islam, ya Islam yang menjalankan Qur'an dan Sunnah.
Ketika sholat Jum'ah di Masjidil Haram muncul lagi pertanyaan dari bapak yang lain, Ustadz kok sholat Jum'ah di Makkah nggak memakai Bilal yang sambil memegang tongkat itu ?di Indonesia sebahagian besar masjid memakai bilal ? saya menjawab kalau itu nggak ada tuntunan dari nabi kuatir bapak itu tersinggung, lalu saya cari akal untuk menjawabnya. Bilal itu sahabat nabi dari Afrika yang seorang budak dari abu Jahal lalu dibebaskan oleh sahabat Nabi Abu Bakar Sidiq, beliau itu hidup di jaman Rasulullah dan merupakan sahabat dekat rasulullah yang tugasnya mengumandangkan adzan di masjid. Sehingga kalau bapak mencarinya sekarang maka bapak tidak akan ketemu beliau, karena beliau sudah meninggal dunia he he he,
Bapak ini jadi bingung mendengar jawaban saya, saya tanya serius lho pak, saya bilang saya juga jawab serius lho pak he he he. Akhirnya saya bilang memang Khotib itu nggak perlu diantar-antar oleh Bilal apa lagi diberi tongkat wong Khotib bisa jalan sendiri kok he he he.
Mereka lalu bertanya lagi mengapa di Makkah dan Madinah tidak ada tahlilan, tidak ada istighosa atau membaca yasin di kuburan dll. tapi saya tidak mau menjawab secara gamblang takut meganggu kekhusukan ibadah mereka. Hanya menyangkut masalah istighosah dan tahlilan yang melibatkan banyak orang saya mau menjawab, coba bayangkan kalau semua jamaah Umroh atau jamaah haji Indonesia melakukan istighosa dan Tahlilan dengan duduk melingkar di sekitar lantai ka'bah maka jamaah lain tidak bisa melaksanakan ibadah thowaf mengelilingi ka'bah. Bapak-bapak ini lalu mengangguk anggukkan kepala, cuma saya tidak tahu apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan pendapat saya.
Cuma ada jamaah lain lalu nyeletuk kalau begitu amalan ibadah kita ditanah air selama ini keliru semua ya Ustadz ?, saya jawab "nggak keliru pak tapi belum benar", oleh karena itu kalau kembali ke tanah air dalami agama dengan benar, beli kitab hadist shoheh Bukhori dan Muslim agar dapat mempelajari agama dengan benar. Bagaimana sholatnya nabi, cara doanya nabi, puasanya nabi, sholat subuhnya nabi, bagaimana nabi bergaul dengan isterinya, bagaimana nabi berdagang, bagaimana nabi berhaji, bagaimana nabi umroh dll.sehingga ibadah kita itu menjadi benar nggak keliru. Kalau bapak dan Ibu mampu membayar ongkos Umroh maka, saya yakin bapak dan ibu sangat mampu membeli kitab-kitab yang mengajarkan cara ibadahnya nabi. karena selama ini kita beragama hanya didasarkan pada apa kata orang, kita tidak pernah mendalaminya sendiri melalui membaca kitab-kitab tersebut. Ada jamaah lalu komentar ya sudah saya ikut ustdaz aja he he he
Ada pengalaman yang menarik ketika mengantar jamaah Umroh ke makkah dan Madinah, karena mereka pasti mengalami pengalaman praktek ibadah yang berbeda dengan amalan ibadah mereka selama ini ditanah air.
Ketika sholat subuh misalnya, setelah selesai sholat, awal-awalnya mereka masih malu-malu bertanya, tetapi setelah beberapa hari mereka pasti bertanya. Ada jamaah lalu bertanya, Ustadz apakah di Makkah dan Madinah ini semuanya jamaah Muhamamdiyah ya ? saya menjawab kenapa kok bapak bisa bertanya seperti itu ? beliau menjawab, karena setiap sholat subuh saya menunggu do'a qunut kok tidak pernah ada. Saya menjawab, kata siapa doa qunut itu tidak ada, ada pak tapi tidak khusus di waktu sholat subuh saja, lihat jamaah Palestina itu setiap kali mereka sholat sunah selalu membaca qunut, karena negeri mereka lagi dijajah Israel, maka mereka selalu membaca do'a Qunut, tentu saja matan do'anya tidak selalu sama seperti bapak amalkan di Indonesia, sangat bergantung kebutuhan mereka. Sehingga doa qunut itu bisa dibaca kapan saja karena kebutuhan. Beliau lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui, sambil berbicara jadi mereka itu bukan orang Muhamamdiyah ya ? he he he, saya bilang di Makkah dan Madinah itu nggak ada NU dan Muhammadiyah yang ada itu ya orang Islam, ya Islam yang menjalankan Qur'an dan Sunnah.
Ketika sholat Jum'ah di Masjidil Haram muncul lagi pertanyaan dari bapak yang lain, Ustadz kok sholat Jum'ah di Makkah nggak memakai Bilal yang sambil memegang tongkat itu ?di Indonesia sebahagian besar masjid memakai bilal ? saya menjawab kalau itu nggak ada tuntunan dari nabi kuatir bapak itu tersinggung, lalu saya cari akal untuk menjawabnya. Bilal itu sahabat nabi dari Afrika yang seorang budak dari abu Jahal lalu dibebaskan oleh sahabat Nabi Abu Bakar Sidiq, beliau itu hidup di jaman Rasulullah dan merupakan sahabat dekat rasulullah yang tugasnya mengumandangkan adzan di masjid. Sehingga kalau bapak mencarinya sekarang maka bapak tidak akan ketemu beliau, karena beliau sudah meninggal dunia he he he,
Bapak ini jadi bingung mendengar jawaban saya, saya tanya serius lho pak, saya bilang saya juga jawab serius lho pak he he he. Akhirnya saya bilang memang Khotib itu nggak perlu diantar-antar oleh Bilal apa lagi diberi tongkat wong Khotib bisa jalan sendiri kok he he he.
Mereka lalu bertanya lagi mengapa di Makkah dan Madinah tidak ada tahlilan, tidak ada istighosa atau membaca yasin di kuburan dll. tapi saya tidak mau menjawab secara gamblang takut meganggu kekhusukan ibadah mereka. Hanya menyangkut masalah istighosah dan tahlilan yang melibatkan banyak orang saya mau menjawab, coba bayangkan kalau semua jamaah Umroh atau jamaah haji Indonesia melakukan istighosa dan Tahlilan dengan duduk melingkar di sekitar lantai ka'bah maka jamaah lain tidak bisa melaksanakan ibadah thowaf mengelilingi ka'bah. Bapak-bapak ini lalu mengangguk anggukkan kepala, cuma saya tidak tahu apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan pendapat saya.
Cuma ada jamaah lain lalu nyeletuk kalau begitu amalan ibadah kita ditanah air selama ini keliru semua ya Ustadz ?, saya jawab "nggak keliru pak tapi belum benar", oleh karena itu kalau kembali ke tanah air dalami agama dengan benar, beli kitab hadist shoheh Bukhori dan Muslim agar dapat mempelajari agama dengan benar. Bagaimana sholatnya nabi, cara doanya nabi, puasanya nabi, sholat subuhnya nabi, bagaimana nabi bergaul dengan isterinya, bagaimana nabi berdagang, bagaimana nabi berhaji, bagaimana nabi umroh dll.sehingga ibadah kita itu menjadi benar nggak keliru. Kalau bapak dan Ibu mampu membayar ongkos Umroh maka, saya yakin bapak dan ibu sangat mampu membeli kitab-kitab yang mengajarkan cara ibadahnya nabi. karena selama ini kita beragama hanya didasarkan pada apa kata orang, kita tidak pernah mendalaminya sendiri melalui membaca kitab-kitab tersebut. Ada jamaah lalu komentar ya sudah saya ikut ustdaz aja he he he
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita membaca dengan hati plus mata